RIO DE JANEIRO
- Salah satu pemenang penghargaan Nobel Matematika medali emasnya
dicuri beberapa menit setelah diberikan kepadanya. Caucher Birkar,
seorang pengungsi Kurdi yang menjadi profesor matematika Universitas
Cambridge, termasuk di antara empat pemenang Medal Fields bergengsi pada
hari Rabu di Rio de Janeiro.
Itu adalah debut memalukan bagi Rio de Janeiro, kota Amerika Latin pertama yang menjadi tuan rumah upacara Medal Fields, yang berlangsung setiap empat tahun. Kurang dari satu jam sejak Birkar, seorang spesialis dalam geometri aljabar, menerima medali emas 14 karat ketika tasnya hilang.
Penyelenggara di balik acara tersebut, International Congress of Mathematicians, mengatakan sangat menyesalkan insiden tersebut. Kelompok itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa gambar dari acara itu sedang dianalisis dan bahwa para pejabat bekerja sama dengan polisi setempat seperti dikutip dari CBS News, Jumat (3/8/2018).
Birkar merayakan prestasinya sebagai dongeng yang menjadi kenyataan bagi orang-orang Kurdi yang terkepung. Dia berharap berita ini akan memberikan senyum di wajah 40 juta orang Kurdi.
Birkar lahir di sebuah desa di provinsi etnis-Kurdi Marivan, dekat perbatasan Iran-Irak.
"Kurdistan adalah tempat yang tidak mungkin bagi seorang anak untuk mengembangkan minat dalam matematika," katanya.
Ia kemudian pergi ke Universitas Teheran, di mana ia sempat melamun di depan potret pemenang medali, untuk mendapatkan suaka politik dan kewarganegaraan di Inggris. Ia membuktikan dirinya mempunyai otak matematika yang luar biasa.
"Untuk pergi dari titik yang saya tidak bayangkan bertemu orang-orang ini ke titik di mana suatu hari nanti saya memegang medali sendiri - saya tidak bisa membayangkan bahwa ini akan menjadi kenyataan," kata Birkar. Medal Fields mengakui prestasi matematika yang luar biasa dari para kandidat yang berusia di bawah 40 tahun pada awal tahun.
Selain Birkar, Nobel Matematika juga diberikan kepada Peter Scholze seorang profesor Universitas Bonn yang baru berusia 30 tahun, Prof Akshay Vanketesh, 36 tahun, seorang jenius matematika asal Australia yang berbasis di Princeton dan Stanford AS, dan terakhir Prof Alessio Figali, 34 tahun, dari ETH Zurich Swiss.
Itu adalah debut memalukan bagi Rio de Janeiro, kota Amerika Latin pertama yang menjadi tuan rumah upacara Medal Fields, yang berlangsung setiap empat tahun. Kurang dari satu jam sejak Birkar, seorang spesialis dalam geometri aljabar, menerima medali emas 14 karat ketika tasnya hilang.
Penyelenggara di balik acara tersebut, International Congress of Mathematicians, mengatakan sangat menyesalkan insiden tersebut. Kelompok itu mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa gambar dari acara itu sedang dianalisis dan bahwa para pejabat bekerja sama dengan polisi setempat seperti dikutip dari CBS News, Jumat (3/8/2018).
Birkar merayakan prestasinya sebagai dongeng yang menjadi kenyataan bagi orang-orang Kurdi yang terkepung. Dia berharap berita ini akan memberikan senyum di wajah 40 juta orang Kurdi.
Birkar lahir di sebuah desa di provinsi etnis-Kurdi Marivan, dekat perbatasan Iran-Irak.
"Kurdistan adalah tempat yang tidak mungkin bagi seorang anak untuk mengembangkan minat dalam matematika," katanya.
Ia kemudian pergi ke Universitas Teheran, di mana ia sempat melamun di depan potret pemenang medali, untuk mendapatkan suaka politik dan kewarganegaraan di Inggris. Ia membuktikan dirinya mempunyai otak matematika yang luar biasa.
"Untuk pergi dari titik yang saya tidak bayangkan bertemu orang-orang ini ke titik di mana suatu hari nanti saya memegang medali sendiri - saya tidak bisa membayangkan bahwa ini akan menjadi kenyataan," kata Birkar. Medal Fields mengakui prestasi matematika yang luar biasa dari para kandidat yang berusia di bawah 40 tahun pada awal tahun.
Selain Birkar, Nobel Matematika juga diberikan kepada Peter Scholze seorang profesor Universitas Bonn yang baru berusia 30 tahun, Prof Akshay Vanketesh, 36 tahun, seorang jenius matematika asal Australia yang berbasis di Princeton dan Stanford AS, dan terakhir Prof Alessio Figali, 34 tahun, dari ETH Zurich Swiss.
Credit sindonews.com