Raqqa, Suriah. (REUTERS/Erik De Castro)
Sebelumnya militer AS meragukan laporan dan mempertanyakan metodologi yang digunakan Amnesty International.
Menurut penyelidikan yang dilakukan oleh peneliti Amnesty International berdasarkan laporan korban jiwa koalisi, terungkap bahwa 77 warga sipil tewas dalam lima insiden terpisah antara Juni dan Oktober 2017.
"Penyelidikan menilai meskipun semua tindakan pencegahan yang layak telah diambil dan keputusan itu memenuhi konflik bersenjata, jatuhnya korban sipil secara tidak sengaja telah terjadi," tulis laporan koalisi seperti dilansir 9news.com.
"Selama serangan udara dan darat, kami telah menggunakan proses penargetan dan penyerangan untuk meminimalkan populasi warga sipil dan infrastruktur. Penilaian kami terhadap korban sipil itu transparan, dan kami menganggap diri kami bertanggung jawab melalui siaran pers dan laporan korban koalisi."
Menurut Amnesty International, 24 anak-anak dan 25 perempuan tewas akibat pengeboman dari udara. Kasus-kasus tertentu didokumentasikan Amnesty berdasarkan penyelidikan di Raqqa. Termasuk wawancara dengan 112 warga sipil di 42 lokasi serangan udara.
Awalnya, Pentagon membantah temuan yang dipublikasikan Amnesty dengan judul "War Of Annihilation" atau "Perang Pemusnahan"
Dalam laporan itu, Amnesty menuduh koalisi melakukan pembunuhan dan melukai ribuan warga sipil dengan 'tidak pandang bulu' selama serangan di Raqqa, de facto Ibu Kota kelompok teror negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS).
Juni lalu, juru bicara koalisi mempermasalahkan laporan tersebut dengan menyatakan Amnesty International tidak pernah melakukan pendekatan dengan Pentagon mengenai penemuan itu. Jubir koalisi menyebut bahwa Amnesty sudah keterlaluan karena menganggap koalisi melanggar hukum internasional.
Foto: REUTERS/Erik De Castro
Raqqa, Suriah pasca dicabik-cabik perang. |
"Mereka menilai kita bersalah sampai kita tidak terbukti bersalah. Itu adalah langkah retorik yang berani dari sebuah organisasi yang gagal memeriksa laporan publik atau mengkonsultasikan tuduhan," kata Kolonel Thomas Veale kepada wartawan di Pentagon melalui video.
"Mereka tidak pernah meminta pendapat kita, wawancara, atau laporan sebelumnya. Mereka bahkan gagal memeriksa catatan publik secara menyeluruh," kata Veale.
Pada saat laporan asli, Veale mengatakan militer sedang menyelidiki klaim tersebut.
"Orang-orang melihat artikel itu dan mencoba menghubungkan klaim-klaim lainnya," kata Veale.
"Bagaimana pertempuran Raqqa berlangsung saat kami masuk, dan itu akan dievaluasi terus-menerus," kata dia menambahkan.
Laporan dari Coalition Casualty yang dirilis akhir bulan lalu menunjukkan bahwa banyak temuan dari Amnesty International akhirnya dianggap kredibel.
Credit cnnindonesia.com