PM Israel Benjamin Netanyahu minta agar Badan
PBB yang mengurusi pengungsi Palestina (UNRWA) ditutup. (Taghrid
Mohammed/UNRWA via Reuters))
"Saya sepenuhnya setuju dengan kritik keras Presiden Trump terhadap UNRWA," kata Netanyahu mengawali sidang kabinet, Minggu (7/1).
"UNRWA adalah organisasi yang mengabadikan masalah pengungsi Palestina, yang juga melanggengkan narasi untuk melenyapkan Israel. Karena itu, UNRWA seharusnya sudah menjadi bagian dari masa lalu," kata Netanyahu seperti dilansir Jerusalem Post, Minggu (7/1).
Pemerintah Israel sudah lama menganggap UNRWA dengan penuh prasangka, dan menilai badan tersebut bias. Israel juga keberatan terhadap metode klasifikasi pengungsi, dimana keturunan pengungsi Palestina juga bisa mendaftarkan diri.
Menurut Netanyahu, UNRWA dibentuk secara terpisah dari badan pengungsi PBB UNHCR 70 tahun lalu. Akibatnya UNRWA mengurusi buyut para pengungsi dan dalam 70 tahun mendatang bakal mengurusi cicit para pengungsi. "Absurditas ini harus dihentikan," kata Netanyahu.
"Saya mengajukan saran sederhana, dana bagi UNRWA secara bertahap harus dipindahkan ke UNHCR, dengan kriteria jelas, mendukung pengungsi sebenarnya ketimbang pengungsi fiktif, yang saat ini terjadi di bawah UNRWA," kata Netanyahu seperti dilansir Jerusalem Post.
Netanyahu menyatakan dia meneruskan posisinya dengan Amerika Serikat, dan dengam cara itu akan menutup UNRWA sambil mengurusi pengungsi Palestina sebenarnya dan bukan keturunannya.
Menanggapi kemarahan Palestina atas keputusan Trump mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel, dan pernyataan bahwa AS tidak lagi menjadi perantara jujur dalam proses perdamaian, Amerika Serikat tengah mempertimbangkan untuk memangkas dana bagi Otoritas Palestina dan UNRWA.
Menurut Jerusalem Post, laporan internal Kementerian Dalam Negeri pekan lalu menilai bahwa pemangkasan dana UNRWA "akan memperburuk situasi kemanusiaan dan membawa bencana, khususnya di Gaza". Ditambahkan bahwa beban penyediaan layanan yang selama ini ditanggung UNRWA akan berpindah ke Israel.
Ratusan ribu warga Palestina mengungsi atau keluar dari rumahnya setelah pembentukan Israel pada 1948. Tujuh puluh tahun kemudian jumlah pengungsi Palestina mencapai lima juta orang, dan keturunannya terserak di seluruh wilayah seperti Yordania, Lebanon, Tepi Barat dan Jalur Gaza.
UNRWA mengelola ratusan sekolah bagi pengungsi Palestina di Jalur Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, Lebanon, Yordania dan Suriah. Badan PBB itu juga menyediakan pelatihan guru, klinik kesehatan dan layanan sosial lainnya.
Banyak pakar politik, termasuk warga Israel memperingatkan bahwa penutupan badan PBB itu tanpa alternatif sumber bantuan akan memperdalam kemiskinan, dan kemungkinan peningkatan kekerasan.
"Sementara UNRWA jauh dari sempurna, pertahanan Israel, dan pemerintah Israel secara keseluruhan, selama bertahun-tahun telah dipahami bahwa seluruh alternatif itu buruk bagi Israel," kata Peter Lerner, mantan juru biara militer Israel, dalam sebuah kolom di surat kabar Haaretz pekan lalu.
"Dalam situasi yang paling ekstrem, pengelolaan pengungsi bakal jatuh di pundak Israel," tambah Lerner.
Amerika Serikat merupakan donatur terbesar UNRWA. Trump mengancam untuk memangkas dana ke badan tersebut yang pada 2016 saja mencapai US$370 juta. Pada 2018, pemerintah AS berencana mengucurkan dana bagi Palestina sebesar Us$890 juta. Sedangkan secara keseluruhan, dana bantuan luar negeri AS mencapai US$25.795,6 juta, atau sekitar satu persen dari total anggaran pemerintah Federal AS.
Credit cnnindonesia.com