Ilustrasi bantuan Indonesia. Pemerintah RI
berencana membentuk Indonesian Aid untuk bantuan internasional dengan
dana awal Rp1 Triliun. ( Dok. KBRI Dhaka)
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan dana sebesar itu akan dikelola oleh satu badan khusus yang bertanggung jawab untuk menangani seluruh bantuan yang akan diberikan Indonesia ke luar negeri. Ia mengatakan pembentukan agensi ini dilakukan sebagai komitmen peningkatan kerja sama Selatan-Selatan.
“Dengan adanya single agency yakni Indonesian Aid, bantuan Indonesia dilakukan melalui satu pintu dengan anggaran awal program sebesar satu triliun rupiah. Pembentukan badan ini akan memperkokoh diplomasi Indonesia, termasuk diplomasi kemanusiaan,” ucap Retno dalam pernyataan pers tahunannya di Jakarta, Selasa (9/1).
Tak hanya Kemlu RI, Retno mengatakan badan bantuan ini akan melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga terkait. Pembentukan institusi tersebut, paparnya, dilakukan guna menyelaraskan penyaluran bantuan Indonesia ke luar negeri menjadi melalui satu pintu.
Selain itu, tuturnya, langkah ini juga dilakukan guna mempercepat respons dan bantuan pemerintah bagi negara-negara yang membutuhkan, salah satunya dalam menanggapi peristiwa yang perlu tanggapan cepat seperti bencana alam dan krisis kemanusiaan.
“Selama ini Indonesia rajin menyalurkan bantuan teknis seperti capacity building dan bantuan kemanusiaan ke luar negeri. Kita lihat tragedi kemanusiaan di Rakhine, Myanmar dan juga Palestina, Indonesia rutin memberikan kontribusi dan bantuan ke negara-negara tersebut, tapi selama ini terpisah-pisah,” kata Retno.
“Dengan single agency ini, kami harap bantuan Indonesia untuk membantu menciptakan stabilitas, perdamaian, dan kesejahterahaan di belahan dunia lainnya lebih terorganisir dan efektif,” lanjutnya.
Meski begitu Retno tak menjelaskan sumber dana dan pembentukan badan bantuan tersebut. “Nanti akan kami lihat petunjuk teknisnya yang masih dibuat. Yang utama adalah badan ini akan terdiri dari beberapa kementerian dan pesan pentingnya adalah agensi ini dibentuk untuk mendukung diplomasi Indonesia,” katanya.
Politik Luar Negeri 2018
Retno mengatakan pendirian Indonesian Aid merupakan salah satu langkah strategis dan fokus politik luar negeri Indonesia di 2018 ini.
Ia mengatakan beberapa fokus politik luar negeri RI lainnya selama setahun ke depan yakni memperkuat persatuan dan sentralitas ASEAN dengan salah satunya mendukung keketuaan Singapura dalam organisasi regional tersebut.
Salah satu yang ingin dikejar Indonesia, tutur Retno adalah mendorong agar ASEAN dan China bisa segera merampungkan kode etik atau Code of Conduct (CoC) sebagai pedoman negara menyikapi sengketa di Laut China Selatan.
“Indonesia akan aktif berupaya agar ASEAN dan China menghasilkan COC yang practical dan efektif demi stabilitas dan keamanan Laut China Selatan,” ujar Retno.
Eks duta besar RI untuk Belanda itu juga mengatakan selama setahun ke depan pemerintah akan lebih menggecarkan kampanye pencalonan RI sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) periode 2019-2020.
Selain itu, Retno juga mengatakan pemerintah akan terus mempercepat penyelesaian sengketa batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Hal ini dilakukan sebagai bentuk menjaga martabat dan kedaulatan negara.
Sepanjang 2017 lalu, sebanyak 35 perundingan perbatasan terus dilakukan pemerintah. Beberapa perundingan itu menghasilkan ratifikasi perjanjian batas wilayah laut antara RI dan Singapura di PBB, Ratifikasi Perjanjian Batas Zona Ekonomi Eksklusif RI-Filipina oleh Indonesia, Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) tentang Demakrasi batas Internasional RI-Malaysia, serta Ratifikasi Perjanjian Dasar Perbatasan Darat 2013 antara Indonesia dan Papua Nugini.
Menyangkut diplomasi ekonomi, Retno mengatakan, pemerintah akan terfokus menyelesaikan sejumlah kerangka kerja sama ekonomi strategis dengan Uni Eropa, Turki, dan Australia.
“Selain itu, perundingan Bilateral Investment Agreement generasi baru juga akan diintensifkan dengan negara mitra, seperti Swiss,” ujar Retno.
Credit cnnindonesia.com