BANDUNG, CB – Pesawat N219 menjadi
bukti kebangkitan industri pesawat terbang nasional. Ini menjadi tonggak
kemajuan industri penerbangan, setelah Indonesia meluncurkan produk
N250 pada 1995 lalu.
“Program pengembangan pesawat ini menjadi bagian dari kebangkitan kembali industri pesawat terbang nasional,” ujar Ketua Lembaga Antaraiksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin di sela-sela Penampilan Perdana Pesawat N219 di PT Dirgantara Indonesia (DI) Bandung, Kamis (10/12/2015).
Selain itu, N219 bertujuan untuk membangun sumber daya manusia yang kuat, yang menguasai teknologi penerbangan mulai dari rancang bangun, proses sertifikasi, hingga produksi.
Tujuan utamanya untuk membangun kemandirian dalam industri penerbangan. Pesawat N219 dirancang sesuai dengan kondisi daerah terpencil di Indonesia. Sehingga N219 bisa menghubungkan daerah-daerah terpencil, landasan yang pendek, dan topografi yang berbukit.
"N219 menjawab permasalahan di wilayah seperti itu. Pesawat ini mampu terbang dengan landasan kurang dari 800 meter dan mampu bermanuver di daerah berbukit. N219 cocok untuk konektivitas daerah terpencil," ucapnya.
Thomas optimistis, pesawat N219 akan laku di pasaran. Ini dilihat dari kajian pasar bahwa jumlah armada pesawat dengan segmen 10-19 seat usianya telah melewati 25 tahun. Padahal batasan usia operasional pesawat yaitu 30 tahun, sehingga akan banyak yang pensiun.
Ia berharap, di tahun 2017, pesawat N219 mampu menggantikan pesawat yang telah ada sebelumnya di segmen pesawat perintis (light aircraft) yang kedepannya tidak akan diproduksi kembali.
Thomas mengungkapkan, tahun ini merupakan wujud nyata N219. Ia berharap, pertengahan tahun depan bisa terbang perdana.
"Akhir 2016 sertifikasi. Produksi 2017. Pesawat ini murni insinyur Indonesia, tidak ada seorang pun konsultan asing di dalamnya," imbuhnya.
Ia berharap, N219 menjadi tonggak sejarah, pertanda kebangkitan kembali teknologi penerbangan nasional.
“Program pengembangan pesawat ini menjadi bagian dari kebangkitan kembali industri pesawat terbang nasional,” ujar Ketua Lembaga Antaraiksa dan Penerbangan Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin di sela-sela Penampilan Perdana Pesawat N219 di PT Dirgantara Indonesia (DI) Bandung, Kamis (10/12/2015).
Selain itu, N219 bertujuan untuk membangun sumber daya manusia yang kuat, yang menguasai teknologi penerbangan mulai dari rancang bangun, proses sertifikasi, hingga produksi.
Tujuan utamanya untuk membangun kemandirian dalam industri penerbangan. Pesawat N219 dirancang sesuai dengan kondisi daerah terpencil di Indonesia. Sehingga N219 bisa menghubungkan daerah-daerah terpencil, landasan yang pendek, dan topografi yang berbukit.
"N219 menjawab permasalahan di wilayah seperti itu. Pesawat ini mampu terbang dengan landasan kurang dari 800 meter dan mampu bermanuver di daerah berbukit. N219 cocok untuk konektivitas daerah terpencil," ucapnya.
Thomas optimistis, pesawat N219 akan laku di pasaran. Ini dilihat dari kajian pasar bahwa jumlah armada pesawat dengan segmen 10-19 seat usianya telah melewati 25 tahun. Padahal batasan usia operasional pesawat yaitu 30 tahun, sehingga akan banyak yang pensiun.
Ia berharap, di tahun 2017, pesawat N219 mampu menggantikan pesawat yang telah ada sebelumnya di segmen pesawat perintis (light aircraft) yang kedepannya tidak akan diproduksi kembali.
Thomas mengungkapkan, tahun ini merupakan wujud nyata N219. Ia berharap, pertengahan tahun depan bisa terbang perdana.
"Akhir 2016 sertifikasi. Produksi 2017. Pesawat ini murni insinyur Indonesia, tidak ada seorang pun konsultan asing di dalamnya," imbuhnya.
Ia berharap, N219 menjadi tonggak sejarah, pertanda kebangkitan kembali teknologi penerbangan nasional.
Credit KOMPAS.com