Selasa, 07 Juli 2015

TNI AU Kandangkan Pesawat Tua, Ini Daftarnya

TNI AU Kandangkan Pesawat Tua, Ini Daftarnya
Puluhan pesawat tempur TNI AU melakukan flying pass di gladi bersih HUT TNI di Dermaga Ujung, Mako Armatim, Surabaya, 4 Oktober 2014. 239 pesawat tempur mulai dari F-16, F-5 Sky Hawk, serta Sukhoi di kerahkan sebagai persiapan puncak HUT TNI yang akan di laksanakan pada 7 Oktober nanti. TEMPO/Fully Syafi
 
 
CB, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara langsung melarang terbang seluruh pesawat C-130B Hercules setelah terjadi musibah jatuhnya pesawat sejenis bernomor A-1310 di Jalan Jamin Ginting, Medan, Selasa pekan lalu. Kepala Staf Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna mengatakan keputusan itu dibuat untuk menghindari kecelakaan serupa.

“Kami akan selidiki dahulu penyebab kecelakaan karena pesawat-pesawat ini buatan tahun 1964,” kata Agus kepada Tempo di Markas Besar TNI AU, Cilangkap, Jakarta, Jumat pekan lalu.


Kecelakaan Hercules A-1310 merenggut nyawa 33 personel TNI AU, 6 anggota TNI AD, dan 83 warga sipil yang ikut menumpang. TNI AU menduga Hercules tipe B buatan pabrik Lockheed Martin, Amerika Serikat, itu jatuh karena salah satu mesinnya rusak dan bertumbukan dengan menara radio Joy FM yang terpancang dalam radius 15 derajat dari ujung landasan Pangkalan Udara Suwondo, Medan.


Jumlah armada Hercules TNI AU pun dalam kondisi miris. Data menunjukkan bahwa saat ini TNI AU punya 24 unit Hercules tipe B dan H yang tersimpan di Skuadron Udara 31 Halim Perdanakusuma, Jakarta, dan Skuadron Udara 32 Abdurachman Saleh, Malang. Dari jumlah itu, hanya 11 unit Hercules yang dalam kondisi siap operasi.

Sebelum kecelakaan Hercules terjadi, TNI AU sebenarnya telah menyadari risiko musibah sangat tinggi pada pesawat-pesawatnya yang uzur. Maret lalu, mereka sudah terlebih dulu mengandangkan satu skuadron pesawat tempur Hawk Mk53. Menurut Agus, pesawat buatan BAE Systems Inggris itu berisiko membahayakan penerbang karena sudah berumur 35 tahun sejak didatangkan pada September 1980.


Sebagai penggantinya, TNI AU sudah menerima 16 unit pesawat tempur T-50i Golden Eagle buatan Korea Selatan. “Kami putuskan Hawk Mk53 masuk museum semua,” kata Agus.


Tak hanya itu, Agus juga memerintahkan penghentian penerbangan pesawat tempur F-5 Tiger dari Skuadron Udara 14 Madiun. Alasannya sama: Si Macan terlalu tua dan berisiko mencelakakan penerbang TNI AU. Sebelum dikandangkan, kata Agus, F-5 Tiger kerap mengalami kendala ketika sedang melaksanakan misi patroli udara atau latihan biasa. November tahun lalu, satu unit F-5 Tiger pecah ban saat mendarat di Lanud Halim Perdanakusuma. “Alhamdulillah, selama ini pesawat bisa kembali ke pangkalan tanpa kecelakaan,” kata Agus.


Sebetulnya pemerintah sudah punya rencana untuk mengganti F-5 Tiger dengan pesawat tempur yang baru. TNI AU mengusulkan kepada Kementerian Pertahanan untuk membeli Sukhoi SU-35 atau F-16 blok 70 Viper. Alasannya, para penerbang telah berpengalaman mengoperasikan pesawat sejenis, yakni F-16 blok 15 OKU, F-16 blok 52ID, serta Sukhoi SU-27/SU-30.


Sembilan unit F-16 blok 52ID hasil hibah dari Amerika Serikat mengalami nasib sama: dikandangkan. TNI AU ingin seluruh pesawat tersebut dievaluasi teknis karena ada perbedaan antara pesawat F-16 hibah dan pesawat serupa yang sebelumnya sudah dimiliki Indonesia. “Bulan Agustus, instruktur dari Amerika akan datang untuk mengajari pilot-pilot kami,” kata Agus.


Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menyetujui rencana evaluasi alutsista tua milik TNI AU pasca-kecelakaan Hercules di Medan. Menurut Ryamizard, kementeriannya dan TNI AU sedang merencanakan pembelian pesawat baru dalam waktu tiga tahun ke depan. Namun dia belum bisa memastikan besaran anggaran tahun-tahun yang akan datang untuk membeli pesawat baru TNI AU.


Dia hanya mengatakan anggaran Kementerian Pertahanan tahun ini hanya Rp 400 miliar. “Itu saja 40 persen untuk belanja pegawai, 60 persen itulah yang digunakan,” kata Ryamizard kemarin.


Pengamat pertahanan dari Universitas Padjadjaran, Muradi, prihatin atas kondisi tersebut. “Sangat miris jika KSAU sampai bicara tentang minimnya alutsista TNI AU,” kata Muradi kemarin. Dia pun mendesak pemerintah agar segera meremajakan alutsista tempur dan angkut TNI AU. Menurut dia, TNI AU merupakan penjaga kedaulatan di garis depan. “Jangan sampai Indonesia disepelekan negara tetangga gara-gara alutsista udara kita kurang,” kata Muradi.




Credit   TEMPO.CO