Rabu, 22 Juli 2015

Damai! Pemimpin GIDI Pendeta Yunus Wenda dan Ustad Ali Bersalaman dan Berpelukan



Damai! Pemimpin GIDI Pendeta Yunus Wenda dan Ustad Ali Bersalaman dan Berpelukan





Tolikara - Perdamaian digelar di Tolikara, Papua. Pemimpin Umat GIDI yang dipimpin Ketua Klasis Toli, Pdt Yunus Wenda dan Ustad H. Ali Muktar mewakili umat muslim bersalaman.

Acara perdamaian digelar pada Rabu (22/7/2015) di lapangan Koramil Tolikara. Setelah kedua perwakilan umat itu saling menyampaikan kata-kata permohonan maaf lalu bersalaman dan berpelukan.

Pelukan yang sangat erat dan saling memaafkan itu disaksikan Bupati Tolikara, Usman G Wanimbo dan Muspida Kabupaten Tolikara.

"Kami minta maaf telah menyakiti hati saudara-saudara kami umat muslim. Ini karena kekhilafan untuk itu mohon permasalahan ini cukup di sini saja. Kita harus bersatu kembali seperti  yang lalu," kata Pdt Yunus Wenda.

Ucapan itu disambut baik Ustad Ali Muktar, dia juga mohon maaf atas apa yang sudah terjadi, dan dia berharap kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi di Tolikara ini.

"Kami juga mohon maaf atas kekhilafan yang sudah terjadi. Kami sangat mengharapkan tidak akan pernah lagi terjadi seperti ini. Mari kita bersama-sama membangun kerukunan seperti yang selama ini terjadi di Tolikara ini," sambutnya.

Salaman dan pelukan yang dilakukan kedua  pemimpin umat itu disambut tepuk tangan hadirin.



Credit  Detiknews


MUI: Fokus Utama Damai di Papua



MUI: Fokus Utama Damai di Papua



Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau umat muslim tidak terprovokasi atas penyerangan di Tolikara, Papua. MUI meminta umat beragama di Papua menjaga persatuan, kesatuan dan kedamaian.

"Fokus utama (saat ini) damai di Papua," kata Wakil Ketua Umum MUI  Ma'ruf Amin dalam jumpa pers "Pernyataan Sikap Dewan Pimpinan Majelis MUI dan Ormas tentang Tragedi Tolikara" di kantor MUI di Jl Proklamasi, Menteng, Jakpus, Rabu (22/7/2015). Hadir di acara ini sejumlah wakil ormas dan lembaga Islam.

Soal pemicu penyerangan ini yang disebut karena Peraturan Daerah tentang larangan rumah ibadah menggunakan speaker, MUI menilai pemicunya bukan masalah itu. Menurutnya umat muslim dan non muslim di sana sudah memahami satu sama lain.

"Di Islam ada Idul Fitri, ada salat Jumat. Agama lain ada kegiatan misa bahkan di kita umat Islam banyak kawal gereja saat Natal," ucap Ma'ruf.

Ke depannya, Ma'ruf berharap umat beragama di Papua bisa terus hidup damai berdampingan satu sama lain dan terus saling menghormati.

"Saya kira ke depan kita saling mengawal supaya tidak seperti ini. Sehingga damai Papua," tutupnya.

MUI menyatakan 5 sikap atas peristiwa kekerasan ini. Pertama, menyesalkan dan mengutuk keras tindakan kekerasan terhadap umat Islam yang sedang melakukan ibadah salat Idul Fitri di Tolikara. Kedua, meminta aparat keamanan untuk mengusut tuntas dan menindak tegas kasus ini sampai ke akar-akarnya dan meminta pemerintah untuk membangun kembali masjid dan seluruh kios yang dibakar.

Ketiga, mendesak pemerintah pusat dan Pemda Papua untuk memproses hukum secara obyektif sampai ke pengadilan. Keempat, mendesak pemerintah dan semua pihak untuk mewaspadai dan mencegah gerakan teror terhadap agama dan umat Islam di Indonesia. Kelima, mengimbau umat Muslim menahan diri dan tidak provokasi dan selalu menjaga kesatuan pesatuan umat dalam rangka mengawal tegak kesatuan RI.

Rusuh Tolikara terjadi Jumat (17/7) di Karubaga, Tolikara, Papua. Saat itu umat Islam baru saja memulai salat Id di lapangan markas Koramil hingga akhirnya bubar karena diserang massa yang membawa senjata tajam. Mereka menyingkir ke markas Koramil, sedang puluhan kios mereka dan masjid dibakar.




Credit  Detiknews