Indonesia akan tetap ambil tindakan tegas terhadap kapal-kapal asing
yang beroperasi secara ilegal di perairan Indonesia. Penegasan itu
diungkapkan pasca protes Cina atas penembakan terhadap kapal nelayannya.
Insiden penembakan itu terjadi pada hari Jumat (17/06). Belasan kapal nelayan yang diduga kapal nelayan Cina kedapatan mencari ikan di perairan Natuna. Ketika didekati kapal pengawas TNI AL, kapal-kapal nelayan itu melarikan diri.
"Kami tidak akan ragu-ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap kapal-kapal asing, apa pun bendera mereka dan kebangsaannya, ketika mereka melakukan pelanggaran di wilayah Indonesia," ujar Edi Sucipto.
Di lain pihak, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Cina untuk menghormati hak terirorial di Natuna.
Tumpang tindih batas wilayah
Klaim ekspansif Cina di Laut Cina Selatan sebenarnya tidak termasuk kepulauan Natuna yang terletak di di perairan antara Malaysia dan Borneo. Cina mengklaim 90 persenn wilayah perbatasan Laut China Selatan seluas 3,6 juta kilometer persegi. Klaim Cina itu dikenal dengan batas sembilan garis putus-putus.
Meskipun Indonesia tidak masuk ke dalam kategori negara pengklaim dalam sengketa Laut Cina Selatan, klaim batas wilayah itu tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif di Indonesia di wilayah tersebut yang diakui secara internasional.
Di perairan tersebut, setidaknya terdapat tiga blok eksplorasi minyak dan gas bumi milik Indonesia.
Insiden kesekian kalinya
Insiden hari Jumat (17/06) adalah bentrokan ketiga kalinya sejak Maret silam, ketika
Indonesia mencegat kapal nelayan Cina di sekitar kepulauan Natuna.
Pada bulan Mei lalu, sebuah kapal Indonesia melepaskan tembakan terhadap kapal pukat Cina yang menolak untuk menghentikan penangkapan ikan. Indonesia menahan kapal tersebut berikut delapan awaknya.
Credit DW.com