Dengan demikian, protes Tiongkok atas tindakan TNI AL yang menangkap kapal Tiongkok di sana tidak berdasar.
"Laut teritorial 'is one thing' (satu hal) yang jelas tidak ada 'overlapping claim' (klaim tumpang-tindih) di wilayah laut teritorial, yang dikatakan oleh Tiongkok adalah ada 'overlapping' di 'maritime rights' (hak memanfaatkan sumber daya laut), itu istilahnya Tiongkok," kata Menlu Retno di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Senin (20/6/2016), seperti dikutip Antara.
Pernyataan tersebut disampaikan Menlu Retno setelah menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, untuk menanggapi protes pemerintah Tiongkok atas penangkapan satu kapal dan tujuh ABK Tiongkok yang melakukan penangkapan ikan ilegal di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di perairan Natuna, Jumat (17/6/2016) lalu.
Dalam protes yang dimuat kantor berita Prancis AFP, jubir Kemlu Tiongkok mengatakan perairan Natuna termasuk wilayah penangkapan ikan tradisional mereka sehingga penangkapan tersebut melanggar hak.
Sementara itu, seperti dikutip dari Kantor Berita Xinhua, Tiongkok menyebut status Natuna masih belum jelas karena diklaim oleh Tiongkok dan Indonesia.
"Buat Indonesia, selain kita tidak memiliki 'overlapping claim' di laut teritorial, Indonesia juga tidak memiliki 'overlapping' dalam bentuk apa pun dengan Tiongkok," kata Menlu Retno.
Indonesia hanya memiliki klaim tumpang-tindih untuk batas landas kontinen dan ZEE dengan Vietnam dan Malaysia.
"Saat ini, khusus untuk ZEE-nya sedang kita negosiasikan," kata Menlu RI.
Dalam RDP tersebut, Menlu Retno dengan tegas mengatakan bahwa tindakan yang diambil TNI AL pada 17 Juni lalu adalah wujud konsistensi Indonesia untuk menegakkan hukum di wilayah ZEE berdasarkan hukum internasional UNCLOS 1983.
Penangkapan kapal ikan Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia pada 17 Juni tersebut merupakan kejadian yang ketiga kalinya, setelah sebelumnya TNI AL menangkap kapal dan ABK Tiongkok di perairan Natuna pada Maret dan Mei 2016.
Credit KOMPAS.com