CB, Jakarta - Situasi di Jerman memanas lantaran perdebatan antara pemimpin negara yang ingin mengganti lagu kebangsaan.
Dikutip dari Daily Sabah, 11 Mei 2019, Perdana Menteri Negara Bagian, Thuringi yang dulunya bagian dari Jerman Timur, Bodo Romelow mengatakan ini waktunya mengganti lirik lagu kebangsaan Jerman agar mendapatkan jiwa nasionalis yang lebih baik.
"Kami membutuhkan sesuatu yang sama sekali baru, lirik baru yang sangat menarik sehingga semua orang dapat mengenalinya dan mereka mempunyai rasa memiliki," Romelow kepada surat kabar Rheinische Post.
Menurut Romelow, banyak warga di Jerman bagian timur merasa kurang ada rasa nasionalis dengan lagu kebangsaan Jerman saat ini.
Das Lied der Deutschen atau The Song of the Germans merupakan lagu kebangsaan Jerman saat ini, yang ditulis pada 1841.
Lagu kebangsaan itu resmi digunakan pada 1922 dengan tiga bait yang di aransemen oleh komposer Joseph Haydn. Yang menjadi perdebatan bagi warga Jerman dari lagu ini terjadi pada baris pertama yakni "Deutschland, Deutschland ueber alles" atau yang diartikan, Jerman, Jerman di atas semua.
Jerman pada masa kepemimpinan Nazi hanya menggunakan bait pertama dan menghapus dua baris lainnya lalu menggabungkan dengan lagu naionalis lain yang telah dilarang.
Romelow mencatat, politisi sayap kanan Alternative for Germany (AfD) baru-baru ini ditangkap karena terlihat menyanyikan lirik "Deutschland, Deutschland ueber alles" melalui video dan memicu kemarahan banyak warga Jerman.
"Saya saat menyanyikan lagu kebangsaan Jerman, saya tidak bisa dan mendengarnya seperti ada kesan demonstrasi Nazi 1933-1945 di pikiranku," kata Romelow.
Berselang tujuh tahun peperangan, pada 1952 Jerman Barat kembali ke "The Song of the Germans" dan hanya menyanyikan bait ketiga pada acara resmi, yang mengandung makna "persatuan dan keadilan dan kebebasan."
Saat penyatuan kembali negara Jerman pada 1990, bagian timur ingin memasukan lirik "Bangkit dari Reruntuhan" ke lagu kebangsaan mereka namun ditolak oleh kubu Jerman Barat.
Rasa nasionalis sementara ini tetap menjadi masalah yang sangat sensitif di Jerman mengingat tragedi Perang Dunia II dan kengerian Holocaust.
Dikutip dari Daily Sabah, 11 Mei 2019, Perdana Menteri Negara Bagian, Thuringi yang dulunya bagian dari Jerman Timur, Bodo Romelow mengatakan ini waktunya mengganti lirik lagu kebangsaan Jerman agar mendapatkan jiwa nasionalis yang lebih baik.
"Kami membutuhkan sesuatu yang sama sekali baru, lirik baru yang sangat menarik sehingga semua orang dapat mengenalinya dan mereka mempunyai rasa memiliki," Romelow kepada surat kabar Rheinische Post.
Menurut Romelow, banyak warga di Jerman bagian timur merasa kurang ada rasa nasionalis dengan lagu kebangsaan Jerman saat ini.
Das Lied der Deutschen atau The Song of the Germans merupakan lagu kebangsaan Jerman saat ini, yang ditulis pada 1841.
Lagu kebangsaan itu resmi digunakan pada 1922 dengan tiga bait yang di aransemen oleh komposer Joseph Haydn. Yang menjadi perdebatan bagi warga Jerman dari lagu ini terjadi pada baris pertama yakni "Deutschland, Deutschland ueber alles" atau yang diartikan, Jerman, Jerman di atas semua.
Jerman pada masa kepemimpinan Nazi hanya menggunakan bait pertama dan menghapus dua baris lainnya lalu menggabungkan dengan lagu naionalis lain yang telah dilarang.
Romelow mencatat, politisi sayap kanan Alternative for Germany (AfD) baru-baru ini ditangkap karena terlihat menyanyikan lirik "Deutschland, Deutschland ueber alles" melalui video dan memicu kemarahan banyak warga Jerman.
"Saya saat menyanyikan lagu kebangsaan Jerman, saya tidak bisa dan mendengarnya seperti ada kesan demonstrasi Nazi 1933-1945 di pikiranku," kata Romelow.
Berselang tujuh tahun peperangan, pada 1952 Jerman Barat kembali ke "The Song of the Germans" dan hanya menyanyikan bait ketiga pada acara resmi, yang mengandung makna "persatuan dan keadilan dan kebebasan."
Saat penyatuan kembali negara Jerman pada 1990, bagian timur ingin memasukan lirik "Bangkit dari Reruntuhan" ke lagu kebangsaan mereka namun ditolak oleh kubu Jerman Barat.
Rasa nasionalis sementara ini tetap menjadi masalah yang sangat sensitif di Jerman mengingat tragedi Perang Dunia II dan kengerian Holocaust.
Credit tempo.co