Portal Berita Tentang Sains, Teknologi, Seni, Sosial, Budaya, Hankam dan Hal Menarik Lainnya
Selasa, 14 Mei 2019
Bersitegang dengan Iran, Pentagon Berencana Kirim 120 Ribu Tentara
WASHINGTON
- Pejabat Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Patrick Shanahan,
berencana mengirimkan 120 ribu tentara ke Timur Tengah seandainya Iran
menyerang pasukan Amerika atau mempercepat proses senjata nuklirnya.
Rencana itu dipresentasikannya dalam sebuah pertemuan pembantu keamanan
nasional utama Presiden Donald Trump Kamis lalu.
Revisi itu
diperintahkan oleh penasihat keamanan nasional John Bolton. Mereka tidak
menyerukan invasi darat ke Iran, yang akan membutuhkan lebih banyak
pasukan, begitu laporan media AS New York Times.
Di antara mereka
yang hadir dalam pertemuan itu adalah Pejabat Menteri Pertahanan AS
Patrick Shanahan; Penasihat Keamanan Nasional AS John Bolton; Ketua
Kepala Staf Gabungan Jenderal Dunford; Direktur CIA Gina Haspel, dan
Direktur Intelijen Nasional Dan Coats.
Pada
pertemuan itu, Shanahan memberikan tinjauan umum tentang rencana
Pentagon, kemudian berpaling kepada Dunford untuk merinci berbagai opsi
pasukan. Opsi paling utama menyerukan pengerahan 120 ribu pasukan, yang
akan membutuhkan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan untuk
diselesaikan.
Jumlah pasukan yang diterjunkan mengejutkan banyak
orang. Jumlah 120 ribu pasukan mendekati jumlah pasukan AS saat
menginvasi Irak pada 2003 lalu.
Belum diketahui apakah Trump,
yang telah berusaha untuk menarik AS dari konflik di Afghanistah dan
Suriah, pada akhirnya akan mengirim begitu banyak pasukan ke Timur
Tengah.
Juga tidak jelas apakah Trump telah diberitahu tentang jumlah pasukan atau rincian lainnya dalam rencana tersebut.
Trump
sendiri saat ditanya tentang apakah dia mencari perubahan rezim di Iran
mengatakan: "Kita akan melihat apa yang terjadi dengan Iran. Jika
mereka melakukan sesuatu, itu akan menjadi kesalahan yang sangat buruk."
"Presiden
sudah jelas, Amerika Serikat tidak mencari perang dengan Iran, dan dia
terbuka untuk pembicaraan dengan para pemimpin Iran," kata juru bicara
Dewan Keamanan Nasional Garrett Marquis dalam sebuah email.
"Namun,
opsi default Iran selama 40 tahun adalah kekerasan, dan kami siap
membela personel dan kepentingan AS di kawasan (itu)," imbuhnya seperti
dikutip dari New York Times, Selasa (14/5/2019).
Ketegangan
antara Teheran dan Washington telah memanas sejak pemerintahan Donald
Trump menarik AS keluar dari perjanjian nuklir internasional 2015 dengan
Iran dan mulai memulihkan sanksi untuk meruntuhkan ekonomi Republik
Islam tersebut.
Pentagon mengatakan pihaknya mempercepat
penyebaran USS Abraham Lincoln dan mengirim pesawat pengebom strategis
B-52 ke Timur Tengah setelah intelijen AS mengisyaratkan kemungkinan
persiapan oleh Teheran untuk melancarkan serangan terhadap pasukan atau
kepentingan AS di Timur Tengah.