Pemerintah Cina melakukan genosida budaya kepada Muslim di Xinjiang.
CB,
BEIJING -- Menurut laporan terbaru, setidaknya 31 masjid dan dua tempat
suci Islam utama di Xinjiang, Cina sebagian atau seluruhnya telah
dihancurkan sejak 2016. Saat ini, Cina sedang meningkatkan tindakan
keras yang menargetkan kaum Muslim di wilayah tersebut.
Sebuah investigasi oleh
The Guardian dan situ investigasi
Bellingcat,
yang diterbitkan pada Selasa (7/5), berdasarkan analisis citra satelit,
15 masjid dan dua tempat suci tampaknya telah sepenuhnya atau hampir
dihancurkan. Wisma, kubah, dan menara bangunan telah dihancurkan.
"Pembongkaran
masjid hanyalah ibarat puncak gunung es ketika datang ke penumpasan
brutal Cina terhadap 12 juta Muslim Uighur yang tinggal di Xinjiang,"
kata seorang jurnalis dan penulis yang telah mengumpulkan kesaksian dari
puluhan pengungsi Uighur, CJ Werleman, dilansir di
Aljazirah, Rabu (8/5).
"Laporan
yang dapat dipercaya dan dikuatkan menunjukkan bukti pihak berwenang
mengerahkan seluruh langkah-langkah represif untuk melakukan apa yang
hanya dapat digambarkan sebagai genosida budaya, termasuk pembentukan
jaringan kamp konsentrasi, laporan penyiksaan, pernikahan paksa, dan
adopsi dan program sterilisasi," ujar Werleman.
Di antara
situs yang hancur total adalah Imam Asim yang menarik ribuan peziarah
Uighur setiap tahun. Masjid dan bangunan lainnya telah dirobohkan dan
hanya makam yang tersisa.
Seorang
sejarawan Islam di Universitas Nottingham, Rian Thum menyebut
gambar-gambar Imam Asim dalam reruntuhan sebagai sesuatu yang cukup
mengejutkan.
"Tidak ada yang bisa mengatakan lebih jelas
kepada orang Uighur bahwa Cina ingin mencabut budaya mereka dan
memutuskan hubungan mereka dengan tanah dan menodai leluhur mereka,
tempat suci yang menjadi pusat penting sejarah Uighur," kata Thum.
Panel
hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan tahun lalu,
telah menerima laporan yang kredibel Cina menahan lebih dari satu juta
etnis Uighur dan Muslim lainnya. Cina menyebut tempat itu sebagai pusat
pelatihan kejuruan, yang bertujuan membendung ancaman ekstremisme Islam.
Aktivis
menyatakan mempraktikkan agama Islam dilarang di beberapa bagian Cina.
Orang-orang yang shalat, puasa, menumbuhkan jenggot, atau mengenakan
jilbab menghadapi ancaman penangkapan.
Menurut Human Rights
Watch, Cina menyimpan sebuah basis data sampel DNA, sidik jari,
pemindaian iris mata, dan golongan darah semua penduduk antara usia 12
dan 16 tahun di Xinjiang. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Michelle
Bachelet telah meminta akses ke Xinjiang untuk menyelidiki penahanan
sewenang-wenang di wilayah tersebut.