Cina mengontrol kehidupan keseharian Uighur dan warga Muslim.
CB, XINJIANG
-- Kepolisian Cina menggunakan aplikasi telepon pintar untuk
mengumpulkan data 13 juta warga minoritas Uighur dan muslim Turki
lainnya di Provinsi Xinjiang. Organisasi kemanusiaan Human Rights Watch
(HRW) mengatakan aplikasi tersebut dikenal sebagai Integrated Joint
Operations Platform (IJOP).
Aplikasi itu
mengumpulkan informasi tinggi dan berat badan untuk disesuaikan dengan
teknologi pengenalan wajah. Laporan yang dirilis HWR itu menyebutkan
pihak berwenang Xinjiang mengawasi dengan ketat 36 kategori perilaku.
Kategori-kategori tersebut antara lain sosialisasi antar
tetangga, menolak menggunakan pintu depan, dan tidak menggunakan telepon
pintar, menyumbang ke masjid dengan 'semangat', dan menggunakan listrik
secara 'tidak normal' juga termasuk ke dalam kategori perilaku yang
diawasi.
"Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi
pola dan memprediksi, kehidupan sehari-hari dan perlawanan dari populasi
ini dan pada akhirnya untuk merekayasa dan mengkontrol realitas," kata
HRW dalam laporan itu seperti dilansir dari Aljazirah, Kamis (2/5).
HRW
bekerja sama dengan perusahaan keamanan siber Jerman Cure53 untuk
melakukan rekayasa terbalik aplikasi tersebut. Agar dapat menyediakan
'jendela yang tidak pernah dilakukan sebelumnya kepada pengawasan massal
yang bekerja di Xinjiang'.
Aplikasi tersebut tidak
hanya memberikan informasi pribadi kepada pejabat pemerintah tapi juga
memberikan laporan tentang orang, kendaraan, dan
event yang mereka curigai. Lalu polisi menindaklanjuti informasi-informasi tersebut dengan penyelidikan.
Petugas
keamanan juga diminta untuk memeriksa apakah orang-orang yang
mencurigakan menggunakan 51 perangkat lunak internet yang dilarang,
termasuk aplikasi layanan kirim pesan yang terkenal di luar Cina,
seperti WhatsApp, LINE, and Telegram.
HRW juga
menyebutkan ada beberapa orang yang mengaku anggota keluarganya
ditangkap karena memiliki WhatsApp atau memasang Virtual Private Network
(VPN) di telepon pintar mereka. Cina meningkatkan cengkraman mereka di
Xinjiang setelah serangkaian serangan pisau dan kerusuhan etnis yang
terjadi 10 tahun terakhir.
Masyarakat internasional
sudah mengecam kebijakan keras pemerintah Cina di wilayah paling utara
negara itu. Di mana ada sekitar 1 juta warga Uighur dan sebagian besar
minoritas muslim lainnya ditahan di kamp penahanan.
Cina
mengklaim kamp itu sebagai program vokasi. Tapi selain ditahan banyak
warga Uighur yang juga dipaksa untuk menjadi tuan rumah petugas
pemerintah yang mengawasi mereka di rumah mereka sendiri.
"Beijing
telah mengumpulkan sampel DNA, sidik jari, selaput pelangi matam dan
golongan darah semua warga yang berusia antara 12 sampai 65 tahun," kata
HRW.
Pemerintah Cina juga telah mengumpulkan
sampel suara warga Uighur. Peneliti senior Cina HRW Maya Wang mengatakan
aplikasi tu menunjukan polisi Xinjiang menggunakan cara yang ilegal
dalam mengumpulkan informasi untuk menelusuri perilaku warga Uighur.
"Sistem
petunjuk ini memberikan petunjuk mikro kepada pihak berwenang,
mendorong penyelidikan, yang akan diikuti penyelidikan terhadap mereka
yang ditahan di kamp reedukasi politik di Xinjiang," kata Wang seperti
dikutip
ABC News.