Selasa, 14 Mei 2019

Iran: Kapal Induk AS di Teluk Dulu Ancaman, Kini Jadi Target!


Iran: Kapal Induk AS di Teluk Dulu Ancaman, Kini Jadi Target!
Kapal induk bertenaga nuklir Amerika Serikat, USS Abraham Lincoln. Foto/REUTERS

TEHERAN - Seorang komandan senior Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) Iran mengatakan kehadiran kapal induk Amerika Serikat (AS) di Teluk dulunya merupakan ancaman serius, namun kini justru jadi target dan peluang yang menguntungkan Teheran.

Komentar itu muncul setelah kapal induk USS Abraham Lincoln dan kelompok tempurnya dikerahkan Washington ke kawasan Teluk. Pengerahan kapal induk bersama pesawat-pesawat pengebom B-52 oleh Washington dengan dalih bahwa rezim Teheran diyakini akan menyerang pasukan Amerika Serikat dan kepentingannya di Timur Tengah.

USS Abraham Lincoln mengganti kapal induk lain yang dirotasi keluar dari Teluk bulan lalu.

"Sebuah kapal induk yang memiliki setidaknya 40 hingga 50 pesawat di atasnya dan 6.000 pasukan yang berkumpul di dalamnya merupakan ancaman serius bagi kami di masa lalu. Tapi sekarang ini adalah target dan ancaman telah beralih menjadi peluang," kata Kepala Angkatan Udara IRGC Iran, Jenderal Amir Ali Hajizadeh, seperti dikutip dari kantor berita ISNA, Senin (13/5/2019).

"Jika (Amerika) bergerak, kami akan memukul kepala mereka," ujarnya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Michael Pompeo yang berbicara kepada CNBC dalam sebuah wawancara yang dijadwalkan akan disiarkan pada hari Senin (13/5/2019), mengatakan bahwa pengerahan militer sebagai tanggapan terhadap informasi intelijen tentang potensi serangan Iran dan bertujuan untuk mencegah serta untuk menanggapi jika perlu.

"Kami sudah melihat pelaporan ini," kata Pompeo. "Ini nyata. Tampaknya ada sesuatu yang terkini, itulah hal yang kita khawatirkan hari ini," ujarnya.

"Dalam hal Iran memutuskan untuk mengejar kepentingan Amerika—apakah itu di Irak atau Afghanistan atau Yaman atau tempat lain di Timur Tengah—kami siap untuk menanggapi dengan cara yang tepat," katanya. "Tujuan kami adalah bukan perang."

William Fallon, mantan komandan Komando Pusat AS, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia tidak mengharapkan situasi antara Iran dan AS meningkat meskipun ada "hype media".

Fallon mengatakan ketegangan antara Teheran dan Washington telah berlangsung selama beberapa dekade dan dia tidak melihat hasil yang serius meskipun ada retorika yang memanas dari kedua belah pihak.

"Pelaporan yang konyol, membesar-besarkan situasi di Teluk ketika faktanya itu adalah skenario yang sama secara militer seperti yang terjadi selama bertahun-tahun," katanya.

"AS telah masuk dan keluar dari Teluk selama beberapa dekade dan berkomitmen untuk membuka (jalur) kapal yang bebas di Teluk," kata Fallon.

Parlemen Iran mengadakan sesi tertutup pada hari Minggu untuk membahas perkembangan di Teluk.

Heshmatollah Falahatpisheh, yang mengepalai komite parlemen untuk keamanan nasional dan kebijakan luar negeri, mengatakan kepada kantor berita resmi IRNA bahwa Iran tidak ingin memperdalam krisis.

Dia mengatakan posisi AS akan melemah seiring waktu, dan saat ini tidak ada dasar untuk negosiasi dengan Washington.

Mayor Jenderal Hossein Salami, yang ditunjuk sebagai kepala IRGC bulan lalu, mengatakan kepada parlemen bahwa Amerika Serikat telah memulai perang psikologis.

"Komandan Salami, dengan perhatian pada situasi di kawasan itu, mempresentasikan analisis bahwa Amerika telah memulai perang psikologis karena kedatangan dan kepergian militer mereka adalah hal yang normal," kata juru bicaranya Behrouz Nemati.




Credit  sindonews.com