CB, Beijing –
Pemerintah mengatakan kenaikan tarif balasan untuk impor dari Amerika
Serikat senilai US$60 miliar atau sekitar Rp 870 triliun sebagai langkah
yang rasional.
Pemerintah Cina juga menuding pemerintah AS melakukan pemerasan (blackmail) dalam sengketa dagang kedua negara. Pernyataan ini disampaikan lewat media massa yang dikontrol pemerintah Cina.
“Langkah balasan Cina rasional,” begitu pernyataan di media Global Times, yang merupakan tabloid yang dikelola harian resmi People’s Daily
atau Harian Rakyat. Dalam kolom komentarnya, media itu juga
menyatakan,”Cina tidak akan terburu-buru berkompetisi dengan AS soal
jumlah.”
Seperti diberitakan Reuters, AS dan Cina awalnya terlibat perang dagang dengan menaikkan tarif impor hingga 25 persen untuk impor barang senilai sekitar US$34 miliar atau sekitar Rp493 triliun. Ini terjadi pada awal Juli 2018.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo (kiri), dan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. AP
Pemerintah AS lalu menyatakan akan menaikkan jumlah barang impor yang terkena kenaikan tarif menjadi US$200 miliar atau sekitar Rp2,900 triliun. Trump sempat menyebut jumlah impor dari Cina yang bisa dikenai kenaikan tarif mencapai sekitar US$500 miliar atau sekitar Rp7,300 triliun.
Dalam waktu dekat ini, pemerintah AS diperkirakan bakal mengenakan kenaikan tarif impor untuk sekitar US$16 miliar atau Rp232 triliun.
“Tekanan ekstrim Gedung Putih dan pemerasannya telah diketahui jelas oleh komunitas internasional,” begitu pernyataan dari televisi pemerintah Cina. “Cara pemerasan terhadap Cina seperti itu tidak akan membuahkan hasil.”
Pada tahun lalu, Cina mengimpor berbagai jenis produk dari AS senilai US$130 miliar atau sekitar Rp1,900 triliun.
Pernyataan dengan nada serupa juga muncul dari media Xinhua News. “Pemerintah AS telah berulang kali melakukan ancaman dan penipuan rutin, mencoba memaksa Cina untuk berkompromi dengan cara melebih-lebihkan kemampuan tawarnya dan meremehkan kegigihan Cina dan kemampuannya melindungi harga diri nasional dan kepentingan rakyatnya,” begitu pernyataan di kolom komentar di kantor berita Xinhua News Agency.
Presiden AS, Donald Trump berbincang dengan Presiden China, Xi Jinping saat menyambut kadatangannya di Mar-a-Lago, Palm Beach, Florida, 6 April 2017. REUTERS/Carlos Barria
Soal ini, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, berkukuh Washington menginginkan kondisi perdagangan yang lebih baik dengan Cina.
“Presiden Trump mewarisi rezim perdagangan tidak adil yang membuat para pekerja dan perusahaan AS tidak mendapat perlakuan setimpal atau adil oleh Cina. Dan pemerintahan Trump berusaha memperbaiki kondisi ini,” kata Pompeo kepada media di sela-sela ASEAN Regional Forum, yang digelar di Singapura pada Sabtu, 4 Agustus 2018.
Pemerintah Cina juga menuding pemerintah AS melakukan pemerasan (blackmail) dalam sengketa dagang kedua negara. Pernyataan ini disampaikan lewat media massa yang dikontrol pemerintah Cina.
Seperti diberitakan Reuters, AS dan Cina awalnya terlibat perang dagang dengan menaikkan tarif impor hingga 25 persen untuk impor barang senilai sekitar US$34 miliar atau sekitar Rp493 triliun. Ini terjadi pada awal Juli 2018.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo (kiri), dan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi. AP
Pemerintah AS lalu menyatakan akan menaikkan jumlah barang impor yang terkena kenaikan tarif menjadi US$200 miliar atau sekitar Rp2,900 triliun. Trump sempat menyebut jumlah impor dari Cina yang bisa dikenai kenaikan tarif mencapai sekitar US$500 miliar atau sekitar Rp7,300 triliun.
Dalam waktu dekat ini, pemerintah AS diperkirakan bakal mengenakan kenaikan tarif impor untuk sekitar US$16 miliar atau Rp232 triliun.
“Tekanan ekstrim Gedung Putih dan pemerasannya telah diketahui jelas oleh komunitas internasional,” begitu pernyataan dari televisi pemerintah Cina. “Cara pemerasan terhadap Cina seperti itu tidak akan membuahkan hasil.”
Pada tahun lalu, Cina mengimpor berbagai jenis produk dari AS senilai US$130 miliar atau sekitar Rp1,900 triliun.
Pernyataan dengan nada serupa juga muncul dari media Xinhua News. “Pemerintah AS telah berulang kali melakukan ancaman dan penipuan rutin, mencoba memaksa Cina untuk berkompromi dengan cara melebih-lebihkan kemampuan tawarnya dan meremehkan kegigihan Cina dan kemampuannya melindungi harga diri nasional dan kepentingan rakyatnya,” begitu pernyataan di kolom komentar di kantor berita Xinhua News Agency.
Presiden AS, Donald Trump berbincang dengan Presiden China, Xi Jinping saat menyambut kadatangannya di Mar-a-Lago, Palm Beach, Florida, 6 April 2017. REUTERS/Carlos Barria
Soal ini, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, berkukuh Washington menginginkan kondisi perdagangan yang lebih baik dengan Cina.
“Presiden Trump mewarisi rezim perdagangan tidak adil yang membuat para pekerja dan perusahaan AS tidak mendapat perlakuan setimpal atau adil oleh Cina. Dan pemerintahan Trump berusaha memperbaiki kondisi ini,” kata Pompeo kepada media di sela-sela ASEAN Regional Forum, yang digelar di Singapura pada Sabtu, 4 Agustus 2018.
Credit tempo.co