Sebelumnya, Pemerintah Bangladesh telah memerintahkan penjaga
perbatasan mengizinkan orang-orang Rohingya melintasi perbatasan supaya
mereka bisa berlindung di kamp-kamp pengungsian yang ada di distrik
pesisir Cox's Bazar.
Sekitar
600 ribu Muslim Rohingya telah meninggalkan negara bagian Rakhine di
Myanmar sejak 25 Agustus 2017 untuk menghindari penganiayaan. PBB menyebut penganiayaan tersebut sebagai pembersihan etnis.
"Myanmar harus mengambil kembali warganya, ini adalah beban besar
untuk Bangladesh. Berapa lama Bangladesh menanggungnya? Seharusnya ada
solusi permanen untuk krisis ini," kata Sushma sebagaimana dilaporkan
Kantor Berita Bangladesh United News, dilansir dari Bloomberg, Senin (23/10).
India khawatir tentang kekerasan tersebut. Kelompok Hak Asasi
Manusia (HAM) telah mewawancarai para pengungsi. Para pengungsi
mengatakan, pasukan keamanan Myanmar membunuh tanpa pandang bulu,
melakukan pemerkosaan dan membakar desa-desa untuk memaksa orang-orang
Rohingya pergi.
"Kami telah mendesak agar situasi ditangani dengan menahan diri," ujar Sushma.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
340 Ribu Anak Telantar di Bangladesh Akibat Krisis Rohingya
CB, DHAKA -- Krisis Rohingya telah mengakibatkan
sedikitnya 340 ribu anak telantar di kamp pengungsian Bangladesh.
Anak-anak Rohingya itu dilaporkan berada dalam kondisi buruk tanpa akses
makanan, air, dan perawatan kesehatan yang memadai.
Badan Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNICEF, memperkirakan satu dari lima anak di bawah usia lima tahun di sana mengalami kekurangan gizi akut. Mereka juga disebut memerlukan penanganan dan perawatan medis segera.
Sekitar 600 ribu pengungsi Rohingya telah meninggalkan negara bagian Rakhine utara Burma ke Bangladesh sejak 25 Agustus setelah serangan militer di wilayah tersebut. Pemerintah Burma mengklaim bahwa pasukannya melakukan pembalasan terhadap serangan gerilyawan Muslim.
Kamp darurat pengungsi di Bangladesh termasuk area yang paling cepat penuh, dengan jumlah anak Rohingya yang tiba mencapai 12 ribu tiap pekan. Laporan UNICEF menyebutkan, banyak anak yang masih merasa trauma dengan kekejaman yang mereka lihat dan alami.
Mayoritas warga Rohingya tersebut tidak memiliki kewarganegaraan resmi dan melarikan diri tanpa dokumen identitas. Simon Ingram, penulis laporan "Outcast and Desperate" tentang masalah yang dihadapi para pengungsi menyebutkan, hal itu menghalangi pembauran mereka dalam masyarakat.
Dalam laporannya, Ingram mendesak kondisi perbatasan yang lebih terbuka dan menawarkan perlindungan untuk anak-anak. Ia juga menyebut ketersediaan air bersih dan sanitasi memadai sebagai hal utama yang perlu ada di kamp untuk menghindarkan risiko penyakit seperti kolera.
"Ini semua tidak akan berlangsung dalam jangka pendek saja. Kekejaman terhadap anak-anak dan warga sipil harus diakhiri. Kita tetap harus terus mencatatnya, kita tidak bisa tinggal diam," ujarnya, dikutip dari laman Independent.
Badan Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNICEF, memperkirakan satu dari lima anak di bawah usia lima tahun di sana mengalami kekurangan gizi akut. Mereka juga disebut memerlukan penanganan dan perawatan medis segera.
Sekitar 600 ribu pengungsi Rohingya telah meninggalkan negara bagian Rakhine utara Burma ke Bangladesh sejak 25 Agustus setelah serangan militer di wilayah tersebut. Pemerintah Burma mengklaim bahwa pasukannya melakukan pembalasan terhadap serangan gerilyawan Muslim.
Kamp darurat pengungsi di Bangladesh termasuk area yang paling cepat penuh, dengan jumlah anak Rohingya yang tiba mencapai 12 ribu tiap pekan. Laporan UNICEF menyebutkan, banyak anak yang masih merasa trauma dengan kekejaman yang mereka lihat dan alami.
Mayoritas warga Rohingya tersebut tidak memiliki kewarganegaraan resmi dan melarikan diri tanpa dokumen identitas. Simon Ingram, penulis laporan "Outcast and Desperate" tentang masalah yang dihadapi para pengungsi menyebutkan, hal itu menghalangi pembauran mereka dalam masyarakat.
Dalam laporannya, Ingram mendesak kondisi perbatasan yang lebih terbuka dan menawarkan perlindungan untuk anak-anak. Ia juga menyebut ketersediaan air bersih dan sanitasi memadai sebagai hal utama yang perlu ada di kamp untuk menghindarkan risiko penyakit seperti kolera.
"Ini semua tidak akan berlangsung dalam jangka pendek saja. Kekejaman terhadap anak-anak dan warga sipil harus diakhiri. Kita tetap harus terus mencatatnya, kita tidak bisa tinggal diam," ujarnya, dikutip dari laman Independent.
Credit REPUBLIKA.CO.ID
PBB mencatat lebih dari 600.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh
Teknaf (CB) - Lebih dari 600.000 pengungsi Rohingya
meninggalkan Myanmar demi mengungsi ke Bangladesh sejak aksi kekerasan
meletus di Rakhine pada Agustus silam, menurut laporan PBB, Minggu.
Otoritas Bangladesh bersiap menunggu kedatangan para pengungsi lain karena ribuan kelompok etnis minoritas muslim itu masih terkatung-katung di perbatasan.
Pengungsi Rohingya berbondong-bondong berlindung ke Bangladesh setelah serangan militan terhadap pasukan keamanan Myanmar di Negara Bagian Rakhine memicu tindakan represif terhadap warga Rohingya. PBB menyebut tindakan aparat Myanmar sebagai pembersihan etnis.
Kelompok Koordinasi Antarsektor (ISCG) di bawah komando PBB, yang mengarahkan bantuan kemanusiaan, mengungkapkan sekitar 603.000 pengungsi dari Rakhine telah melintasi perbatasan demi mengungsi di Bangladesh sejak 25 Agustus.
"Aktivitas lintas perbatasan oleh lebih dari 14.000 pengungsi tercatat dalam sepekan terakhir," menurut laporan ISCG, sebagaiman diwartakan AFP.
Otoritas Bangladesh bersiap menunggu kedatangan para pengungsi lain karena ribuan kelompok etnis minoritas muslim itu masih terkatung-katung di perbatasan.
Pengungsi Rohingya berbondong-bondong berlindung ke Bangladesh setelah serangan militan terhadap pasukan keamanan Myanmar di Negara Bagian Rakhine memicu tindakan represif terhadap warga Rohingya. PBB menyebut tindakan aparat Myanmar sebagai pembersihan etnis.
Kelompok Koordinasi Antarsektor (ISCG) di bawah komando PBB, yang mengarahkan bantuan kemanusiaan, mengungkapkan sekitar 603.000 pengungsi dari Rakhine telah melintasi perbatasan demi mengungsi di Bangladesh sejak 25 Agustus.
"Aktivitas lintas perbatasan oleh lebih dari 14.000 pengungsi tercatat dalam sepekan terakhir," menurut laporan ISCG, sebagaiman diwartakan AFP.
Credit antaranews.com