Senin, 30 Oktober 2017

AS Desak Israel Tunda Undang-undang Yerusalem Raya


AS Desak Israel Tunda Undang-undang Yerusalem Raya
AS dessak Israel untuk menunda legalisasi RUU Yerusalem Raya. Foto/Ilustrasi/Istimewa


TEL AVIV - Amerika Serikat (AS) mendesak parlemen Israel untuk menunda melakukan voting sebuah keputusan menteri Israel mengenai sebuah rancangan undang-undang (RUU) Yerusalem Raya. Washington khawatir hal itu akan memerlukan aneksasi permukiman Yahudi di dekat Yerusalem.

RUU Yerusalem Raya akan menempatkan beberapa permukiman di Tepi Barat yang diduduki, yang dibangun di atas tanah Palestina untuk negara masa depan dan dianggap ilegal oleh kebanyakan negara, di bawah yurisdiksi kotamadya Yerusalem.

RUU tersebut, yang diajukan oleh anggota partai Likud Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, telah diajukan untuk disetujui pada hari Minggu ke sebuah komite menteri mengenai undang-undang. Ini adalah sebuah langkah pertama sebelum serangkaian ratifikasi suara di parlemen.

Namun anggota parlemen Likud David Bitan, ketua koalisi Netanyahu di parlemen, mengatakan bahwa sebuah pemungutan suara oleh komite kabinet akan tertunda. Pasalnya Washington mengatakan kepada Israel bahwa undang-undang tersebut dapat menghalangi usaha AS untuk menghidupkan kembali perundingan perdamaian yang runtuh pada tahun 2014.

"Ada tekanan Amerika yang mengklaim ini tentang aneksasi dan ini bisa mengganggu proses perdamaian," kata Bitan seperti dinukil dari Reuters, Senin (30/10/2017).

"Perdana menteri tidak menganggap ini tentang aneksasi. Saya juga tidak berpikir begitu. Kita harus meluangkan waktu untuk mengklarifikasi masalah ini kepada orang Amerika. Karena itu, jika RUU-nya lewat dalam seminggu, atau dalam sebulan, itu kurang bermasalah," katanya.

Para pendukung undang-undang tersebut mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah sebuah aneksasi tanah formal ke Israel namun akan memungkinkan sekitar 150 ribu pemukim untuk memilih dalam pemilihan kota Yerusalem. Menteri Intelijen Israel Katz, seorang pendukung undang-undang tersebut, mengatakan bahwa RUU ini akan memastikan mayoritas Yahudi di Yerusalem bersatu.

Klaim Israel atas seluruh Yerusalem sebagai ibukotanya, termasuk sektor timur yang dikuasainya bersama dengan Tepi Barat dan Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah 1967, belum mendapat pengakuan internasional. Warga Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota sebuah negara yang ingin mereka bangun di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Laporan media Israel mengatakan duta besar AS untuk Israel, David Friedman, telah menyampaikan keraguan tentang undang-undang tersebut, di mana permukiman Maale Adumim dan Beitar Illit yang besar akan menjadi bagian dari kota Yerusalem Raya yang lebih besar.

Surat kabar Israel Haaretz mengutip Netanyahu mengatakan kepada menteri kabinet pada hari Minggu: "Amerika berpaling kepada kami dan menanyakan apa RUU-nya. Karena kita telah berkoordinasi dengan mereka sampai sekarang, perlu terus berbicara dan berkoordinasi dengan mereka."

Seorang juru bicara kedutaan AS menolak berkomentar segera. 

Sekitar 500 ribu orang Israel tinggal di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, daerah-daerah yang menampung lebih dari 2,6 juta orang Palestina. Israel membantah bahwa permukimannya ilegal, dengan alasan hubungan historis, kitab suci dan politik ke wilayah tersebut, serta pertimbangan keamanan.



Credit  sindonews.com

Ditekan AS, Israel Batalkan UU Permukiman di Yerusalem

CB, TEL AVIV -- Israel menunda ratifikasi undang-undang (UU) pembangunan permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem setelah mendapat tekanan dari Amerika Serikat (AS). AS menganggap proyek pembangunan di wilayah yang diduduki berpotensi menggugurkan proses perdamaian antara Palestina dengan Israel.

Rancangan undang-undang yang dikenal dengan sebutan "Greater Jerusalem" tersebut diajukan oleh Partai Likud, yang juga partai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Pada Ahad (29/10), rancangan undang-undang tersebut telah diserahkan ke sebuah komite menteri mengenai undang-undang untuk disetujui. Ini merupakan langkah awal sebelum serangkaian ratifikasi suara di parlemen.

Namun, anggota Partai Likud sekaligus ketua koalisi Netanyahu di parlemen, David Blitan, mengatakan, proses pemungutan suara oleh komite kabinet akan tertunda. Penundaan dilakukan setelah AS mengatakan, kepada Pemerintah Israel bahwa undang-undang tersebut dapat menghalangi upayanya menghidupkan kembali upaya damai antara Israel dan Palestina.

"Ada tekanan dari Amerika yang mengklaim ini tentang aneksasi dan ini bisa mengganggu proses perdamaian," ungkap Blitan.

Kendati demikian, Blitan mengklaim, bahwa Netanyahu tidak menganggap proyek pembangunan di Tepi Barat dan Yerusalem merupakan suatu bentuk aneksasi atas Palestina. "Saya juga tidak berpikir begitu. Kita harus meluangkan waktu untuk mengklarifikasi masalah ini kepada AS," ujarnya.

Rancangan undang-undang Greater Jerusalem akan mengatur tentang pembangunan beberapa permukiman Yahudi di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Proyek Israel di sana telah menuai banyak kecaman dan protes karena dianggap ilegal oleh masyarakat internasional.

Kendati demikian, saat ini, Israel terus menggarap proyek pembanguannya di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Hingga saat ini setidaknya terdapat 500 ribu warga Israel yang tinggal di permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. 




Credit  republika.co.id