Pemerintah dilaporkan mulai mengizinkan warga
untuk tinggal dan membangun kembali kota Marawi yang telah porak-poranda
akibat pertempuran dengan teroris selama lima bulan terakhir.
(Reuters/Stringer)
Di suatu desa, beberapa guru mengajari anak-anak beserta orang tua mereka untuk mengenali berbagai jenis dan bentuk mortir, granat, dan sejumlah perangkat peledak lain.
"[Latihan] ini sangat membantu kami sebagai orang tua untuk mengerti dan memberitahu anak-anak agar tidak menyentuh atau mendekati bom," tutur Sobaida Sidic, seorang ibu rumah tangga yang turut serta dalam pelatihan tersebut, sebagaimana dilansir Reuters, Rabu (25/10).
Pemerintah Filipina sendiri sudah menghentikan operasi militer di Marawi pada awal pekan ini setelah Presiden Rodrigo Duterte mendeklarasikan kota itu bebas dari pemberontak Maute yang berbaiat kepada ISIS, pada 17 Oktober lalu.
Deklarasi itu diumumkan tak lama setelah militer menewaskan Isnilon Hapilon, pemimpin kelompok militan Abu Sayyaf yang disebut-sebut sebagai "emir" ISIS Asia Tenggara. Omarkhayam Maute, salah satu pemimpin pemberontak Maute, juga dilaporkan tewas dalam operasi itu.
Pihak berwenang mengatakan sekitar 920 militan, 165 tentara dan polisi, serta 45 warga sipil tewas dalam konflik yang pecah sejak akhir Mei lalu ini. Sekitar 300 ribu penduduk pun terpaksa mengungsi keluar Marawi selama perang berlangsung.
Kini, pemerintah dilaporkan mulai mengizinkan warga untuk tinggal dan membangun kembali kota Marawi yang telah porak-poranda akibat pertempuran dengan teroris selama lima bulan terakhir.
Meski begitu, Duterte memperingatkan bangsanya untuk tetap waspada terhadap ISIS karena "tidak ada negara yang bisa lolos dari cengkraman dan kekejaman kelompok tersebut."
Duterte pun sampai saat ini belum mencabut status darurat militer di wilayah itu.
Credit cnnindonesia.com