ISTANBUL
- Pengadilan Turki memerintahkan pembebasan dengan jaminan delapan
aktivis hak asasi manusia, sambil menunggu sebuah keputusan dalam
persidangan atas tuduhan terorisme. Satu dari delapan aktivis yang
disidang adalah direktur cabang lokal Amnesty International (AI).
Kasus yang menimpa para aktivis, yang berjumlah 11 orang dan yang menghadapi hukuman 15 tahun penjara jika dinyatakan bersalah, telah menjadi titik ketegangan Turki dengan Eropa. Hal ini juga memicu kekhawatiran jika Turki akan meluncur ke arah otoritarianisme di bawah Presiden Tayyip Erdogan .
Di antara yang diperintahkan untuk dibebaskan adalah Idil Eser, direktur Amnesty di Turki, serta Peter Steudtner, seorang warga negara Jerman, dan Ali Gharavi, seorang warga negara Swedia. Menurut ketentuan pembebasan mereka, Steudtner dan Gharavi tidak diharuskan untuk tinggal di Turki sebelum tanggal pengadilan berikutnya pada 22 November.
Dua aktivis lainnya dibebaskan dengan jaminan sebelum dimulainya persidangan yang di gelar Rabu kemarin. Yang lain, ketua lokal Amnesty, ditahan di provinsi pesisir Izmir dimana dia menghadapi tuntutan dalam kasus terpisah.
"Ini adalah perkembangan yang menyenangkan bahwa teman-teman kita dilepaskan, tapi kasus ini seharusnya tidak pernah dibawa," kata salah satu pengacara pembela, Erdal Dogan.
"Kita membutuhkan sebuah negara hukum dan kita membutuhkan dukungan dari warga kita," imbuhnya, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (26/10/2017).
Hampir semua aktivis ditahan pada bulan Juli setelah berpartisipasi dalam sebuah lokakarya tentang keamanan digital yang diadakan di sebuah pulau di lepas pantai Istanbul.
Jaksa penuntut telah menuduh sejumlah tuduhan, termasuk membantu Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan jaringan ulama berbasis di AS Fethullah Gulen, yang dituduh oleh Ankara melakukan percobaan kudeta tahun lalu.
Eser sebelumnya mengatakan kepada pengadilan bahwa dia telah ditangkap karena melakukan pekerjaannya.
"Saya tidak mengerti bagaimana saya bisa dikaitkan dengan tiga organisasi teroris yang berbeda dengan menghadiri sebuah lokakarya," katanya.
"Saya tidak menyesal. Saya baru saja melakukan pekerjaan saya sebagai pembela hak asasi manusia," tegasnya.
Kasus yang menimpa para aktivis, yang berjumlah 11 orang dan yang menghadapi hukuman 15 tahun penjara jika dinyatakan bersalah, telah menjadi titik ketegangan Turki dengan Eropa. Hal ini juga memicu kekhawatiran jika Turki akan meluncur ke arah otoritarianisme di bawah Presiden Tayyip Erdogan .
Di antara yang diperintahkan untuk dibebaskan adalah Idil Eser, direktur Amnesty di Turki, serta Peter Steudtner, seorang warga negara Jerman, dan Ali Gharavi, seorang warga negara Swedia. Menurut ketentuan pembebasan mereka, Steudtner dan Gharavi tidak diharuskan untuk tinggal di Turki sebelum tanggal pengadilan berikutnya pada 22 November.
Dua aktivis lainnya dibebaskan dengan jaminan sebelum dimulainya persidangan yang di gelar Rabu kemarin. Yang lain, ketua lokal Amnesty, ditahan di provinsi pesisir Izmir dimana dia menghadapi tuntutan dalam kasus terpisah.
"Ini adalah perkembangan yang menyenangkan bahwa teman-teman kita dilepaskan, tapi kasus ini seharusnya tidak pernah dibawa," kata salah satu pengacara pembela, Erdal Dogan.
"Kita membutuhkan sebuah negara hukum dan kita membutuhkan dukungan dari warga kita," imbuhnya, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (26/10/2017).
Hampir semua aktivis ditahan pada bulan Juli setelah berpartisipasi dalam sebuah lokakarya tentang keamanan digital yang diadakan di sebuah pulau di lepas pantai Istanbul.
Jaksa penuntut telah menuduh sejumlah tuduhan, termasuk membantu Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan jaringan ulama berbasis di AS Fethullah Gulen, yang dituduh oleh Ankara melakukan percobaan kudeta tahun lalu.
Eser sebelumnya mengatakan kepada pengadilan bahwa dia telah ditangkap karena melakukan pekerjaannya.
"Saya tidak mengerti bagaimana saya bisa dikaitkan dengan tiga organisasi teroris yang berbeda dengan menghadiri sebuah lokakarya," katanya.
"Saya tidak menyesal. Saya baru saja melakukan pekerjaan saya sebagai pembela hak asasi manusia," tegasnya.
Terdakwa lainnya, Ozlem Dalkiran, anggota kelompok Turki dari Dewan Warga, sebuah kelompok hak asasi Eropa, mengatakan kepada pengadilan tersebut: "Saya tidak tahu mengapa kita ada di sini."
Jaksa penuntut telah mencontohkan hubungan Amnesty dengan aksi mogok makan dipenjara dan menuduh beberapa terdakwa melakukan kontak dengan orang-orang yang telah mendownload aplikasi pesan terenkripsi yang digunakan oleh komplotan kudeta.
Pihak berwenang telah memenjarakan lebih dari 50 ribu orang yang menunggu sidang dalam tindakan represif menyusul kudeta militer yang gagal. Erdogan mengatakan pembersihan di masyarakat diperlukan untuk menjaga stabilitas di sebuah negara kunci NATO yang berbatasan dengan Iran, Irak dan Suriah.
Sekutu Eropa khawatir dia menggunakan penyelidikan untuk memeriksa oposisi dan merongrong peradilan.
Kasus ini telah memperburuk hubungan Ankara yang sudah jatuh dengan Uni Eropa, di mana Turki ingin menjadi anggota. Tak lama setelah penangkapan tersebut, Jerman mengatakan sedang meninjau aplikasi Turki untuk membeli persenjataan dari Jerman. Seorang menteri kabinet di Berlin membandingkan perilaku Ankara dengan bekas Komunis Jerman Timur.
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan bahwa usaha 12 tahun Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa harus dihentikan, meskipun Ankara mengatakan bahwa pihaknya tetap bertekad untuk terus melanjutkan proses aksesinya.
Credit sindonews.com
11 Aktivis Turki Terancam 15 Tahun Penjara
Para aktivis tersebut, termasuk ketua Amnesty International di Turki,
Taner Kilic, disidang di pengadilan Caglayan Istanbul, Rabu.
Mereka ditangkap polisi dalam operasi terpisah pada bulan Juni dan Juli.
Di antara ke-11 orang aktivis itu terdapat satu orang berkewarganegaraan Swedia dan seorang warga negara Jerman.
Sementara itu, Direktur Amnesty International Turki Idil Eser juga termasuk yang diadili.
Tuduhan yang dihadapkan kepada mereka antara lain mendukung kelompok yang dilabeli Turki sebagai organisasi teroris seperti gerakan Gulen dan faksi separatis Kurdi.
Jika terbukti bersalah, para aktivis bisa menghadapi hukuman 15 tahun penjara. Gerakan Gulen, yang dipimpin oleh Fethullah Gulen dituduh oleh Pemerintah Turki merencanakan sebuah kudeta militer yang gagal pada Juli 2016.
Insiden tersebut menewaskan sekitar 300 orang.
Sebagai akibatnya, pihak berwenang melancarkan tindakan keras yang luas terhadap siapa pun yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok tersebut. Turki juga memerangi separatis Kurdi dari Kurdistan Workers Party (PKK) dan organisasi pecahannya.
Sinem Koseoglu dari Aljazirah dari luar gedung pengadilan di Istanbul mengatakan, persidangan telah menarik perhatian kelompok hak asasi manusia baik di dalam maupun di luar Turki.
"Ada banyak perwakilan hak asasi manusia di sini untuk mendukung terdakwa, dan ada juga kehadiran wakil internasional, termasuk diplomat seperti konsul Jerman untuk Istanbul," katanya.
Orang-orang yang hadir juga termasuk politisi oposisi dan juga seorang wakil di Justice and Development Party.
"Pihak pemerintah bertanya mengapa organisasi hak asasi manusia ini terdiri dari orang-orang yang benar-benar anti-pemerintah," ujar Koseoglu.
Mereka ditangkap polisi dalam operasi terpisah pada bulan Juni dan Juli.
Di antara ke-11 orang aktivis itu terdapat satu orang berkewarganegaraan Swedia dan seorang warga negara Jerman.
Sementara itu, Direktur Amnesty International Turki Idil Eser juga termasuk yang diadili.
Tuduhan yang dihadapkan kepada mereka antara lain mendukung kelompok yang dilabeli Turki sebagai organisasi teroris seperti gerakan Gulen dan faksi separatis Kurdi.
Jika terbukti bersalah, para aktivis bisa menghadapi hukuman 15 tahun penjara. Gerakan Gulen, yang dipimpin oleh Fethullah Gulen dituduh oleh Pemerintah Turki merencanakan sebuah kudeta militer yang gagal pada Juli 2016.
Insiden tersebut menewaskan sekitar 300 orang.
Sebagai akibatnya, pihak berwenang melancarkan tindakan keras yang luas terhadap siapa pun yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok tersebut. Turki juga memerangi separatis Kurdi dari Kurdistan Workers Party (PKK) dan organisasi pecahannya.
Sinem Koseoglu dari Aljazirah dari luar gedung pengadilan di Istanbul mengatakan, persidangan telah menarik perhatian kelompok hak asasi manusia baik di dalam maupun di luar Turki.
"Ada banyak perwakilan hak asasi manusia di sini untuk mendukung terdakwa, dan ada juga kehadiran wakil internasional, termasuk diplomat seperti konsul Jerman untuk Istanbul," katanya.
Orang-orang yang hadir juga termasuk politisi oposisi dan juga seorang wakil di Justice and Development Party.
"Pihak pemerintah bertanya mengapa organisasi hak asasi manusia ini terdiri dari orang-orang yang benar-benar anti-pemerintah," ujar Koseoglu.
Credit REPUBLIKA.CO.ID