"Pengemudi taksi di Kuala Lumpur dikenal dengan tagihan tarif yang berlebihan dan upaya mereka untuk membawa penumpang berputar-putar. Meski diwajibkan menggunakan argometer, banyak pengemudi taksi yang menolak menggunakan alat itu," demikian ungkap situs LondonCabs.
Kritik situs itu berlanjut dengan menyebut bahwa mobil yang digunakan sebagai taksi di Kuala Lumpur sudah berusia tua dengan kondisi yang buruk. Namun, seperti dikabarkan situs Malay Mail Online, predikat buruk ini justru "diterima" Asosiasi Taksi Kuala Lumpur.
"Kritik itu berdasarkan fakta dan memang benar. Otoritas Transportasi Publik Malaysia (SPAD) juga mengakui hal tersebut," kata Presiden Asosiasi Taksi Kuala Lumpur, Badrol Hisham.
"Terlalu banyak pengemudi taksi di kota ini. Siapa pun, bahkan mantan narapidana juga bisa menjadi pengemudi taksi. Mereka hanya perlu mendapatkan izin mengemudi taksi. SPAD seharusnya memperketat syarat untuk mendapatkan izin dan menggelar latihan intensif tambahan untuk meningkatkan kualitas taksi kita," ujar Badrol.
Menanggapi hal ini, Presiden SPAD Syed Hamid Albar menjelaskan, latihan bagi para pengemudi taksi sudah ditingkatkan. Senada dengan Asosiasi Taksi Malaysia, Hamid juga tak membantah penilaian buruk untuk kualitas pengemudi taksi Malaysia.
"Sejauh ini belum banyak perubahan. Semua pada akhirnya berpulang kepada pengemudi itu sendiri untuk meningkatkan kualitas pelayanan," ujar Hamid.
Kota Roma dan Bangkok berada di urutan kedua dan ketiga setelah Kuala Lumpur untuk gelar pengemudi taksi terburuk di dunia.
Credit KOMPAS.com