Rabu, 11 Maret 2015

AS Pertimbangkan Regu Tembak untuk Hukuman Mati


Foto: Reuters
Foto: Reuters
CB, Utah: Pemerintah Negara Bagian Utah, Amerika Serikat (AS) mempertimbangkan untuk kembali menggunakan regu tembak untuk eksekusi mati. Ini dilakukan bila obat untuk suntik mati tidak tersedia.
 
Negara bagian seperti Texas saat ini tengah dilanda kesulitan untuk melakukan eksekusi dengan suntik mati, karena pasokan obat untuk suntik tersebut mengalami kekurangan.
 
Sementara negara bagian lainnya, mempertimbangkan metode lain untuk melakukan eksekusi mati. Termasuk tahanan yang sudah dieksekusi mati dengan suntikan, karena metode itu membutuhkan waktu berjam-jam.
 
Tidak jelas apakah Gubernur Utah Gary Herbert akan mengajukan usulan itu sebagai undang-undang. Sementara menurut senator dari Partai Republik Paul Ray ada alasan tepat melakukan eksekusi mati dengan tembak mati.
 
"Eksekusi mati secara tembak mati jauh lebih cepat dan lebih manusiawi, dibandingkan suntik mati," ujar Ray, seperti dikutip BBC, Rabu (11/3/2015).
 
Jika usulan ini disetujui, maka Utah akan menjadi satu-satunya negara bagian di AS yang melakukan eksekusi mati dengan tembak. 
 
Negara bagian yang menerapkan hukuman mati di AS, saat ini mengalami kesulitan mendapatkan pasokan obat. Ini disebabkan manufaktor obat menolak menjual obat tersebut kepada AS.
 
Eksekusi mati sampai saat ini masih diberlakukan oleh negara besar seperti Amerika Serikat. Namun tidak terlihat dari Australia yang menentang praktik tersebut.
 
Saat ini, Australia berupaya keras untuk membatalkan eksekusi mati terhadap dua warga mereka yang merupakan gembong narkoba, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Bahkan Australi menggunakan berbagai cara untuk menggerakan opini massa dan membuat kedua gembong narkoba bak seperti pahlawan yang harus diselamatkan.
 
Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah menegaskan bahwa Sukumaran dan Chan tidak akan diampuni karena Indonesia saat ini dalam kondisi darurat narkoba. Ini yang seharusnya diperhatikan oleh Australia dan bukan membabi buta membela warga yang melakukan kejahatan di negara lain.


Credit  Metrotvnews.com