Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengonfirmasi membidik fasilitas militer Hamas.
CB,
GAZA -- Israel melancarkan serangan udara ke Gaza pada Kamis malam
(14/3). Tel Aviv membidik 100 target terkait Hamas di wilayah yang
diblokade tersebut.
Sejumlah warga Palestina yang tinggal di Gaza mengungkapkan mereka
mendengar ledakan keras pada Jumat (15/3) pagi. Menurut mereka, Israel
mengebom posisi keamanan Hamas.
Pasukan Pertahanan Israel
(IDF) mengonfirmasi membidik fasilitas militer dan keamanan Hamas. "Kami
mengenai 100 sasaran militer Hamas di Gaza sebagai tanggapan atas roket
yang mereka tembakkan kepada warga sipil Israel," kata IDF melalui akun
Twitter resminya.
Beberapa target yang berhasil
dihantam Israel adalah tempat pembuatan roket bawah tanah, pusat
penyimpanan pesawat nirawak, dan markas besar Hamas. Dalam keterangan
yang dipublikasikan di
Twitter, IDF turut mengunggah foto citra satelit dari target-target yang diserangnya.
Menurut
IDF serangan terhadap 100 target Hamas itu dilakukan setelah beberapa
roket ditembakkan dari Gaza ke Israel. IDF meyakini roket-roket tersebut
diluncurkan Hamas. "Kami dapat mengonfirmasi roket yang ditembakkan
dari Gaza ke Tel Aviv tadi malam diluncurkan oleh organisasi Hamas,"
ujarnya.
Peluncuran roket dari Gaza memicu sirene tanda
bahaya di selatan Israel, termasuk Tel Aviv. "Saya mendengar roket dan
saya mendengar sirene berbunyi. Agak mengejutkan, saya tidak berpikir
Anda tahu, itu benar-benar dapat mencapai Tel Aviv," kata warga Yonah
Zeff, dikutip laman
Aljazirah.
Wali Kota Tel Aviv
Ron Huldai telah memerintahkan agar dibangun tempat perlindungan
serangan udara publik. Namun, dia mengatakan tidak ada instruksi khusus
kepada warganya. "Jalani aktivitas seperti biasa. Tenang tapi waspada,"
katanya.
Merespons serangan roket dari Gaza, Menteri
Pendidikan Israel Naftali Bennet menyerukan demiliterisasi Hamas. "Sudah
waktunya untuk mengalahkan Hamas. Sudah waktunya bertindak secara
sepihak dan melumpuhkan Hamas untuk membela warga Israel," ujarnya.
Hamas
membantah bertanggung jawab atas serangan roket terhadap Israel. Sebab
peristiwa itu terjadi saat perwakilannya bertemu para mediator Mesir
untuk mencoba memperkuat gencatan senjata dengan Tel Aviv.
Kementerian
Dalam Negeri Gaza mengatakan penembakan roket melawan konsensus
nasional. Ia berjanji menindak para pelaku yang terlibat dalam aksi
tersebut.
Kelompok Jihad Islam dan Komite Perlawanan
Rakyat, dua faksi bersenjata di Gaza, juga membantah bertanggung jawab.
"Tuduhan ini hanya kebohongan oleh pendudukan Israel. Gerakan kita dan
sayap militernya Brigade Al-Quds tidak menembakkan roket apa pun," ujar
juru bicara Jihad Islam Daoud Shihab.
Sejak Jalur Gaza
diblokade pada 2007, Israel telah terlibat tiga kali pertempuran melawan
Hamas. Peperangan pada 2014 menjadi yang paling mematikan, di mana
sekitar 1.800 warga Gaza tewas dan 10 ribu lainnya luka-luka.
Pada
Maret tahun lalu, situasi di perbatasan Gaza-Israel kembali memanas.
Ribuan warga Gaza menggelar aksi Great March of Return. Mereka menuntut
Israel mengembalikan tanah yang didudukinya pasca Perang Arab-Israel
1967. Tak hanya itu, warga Gaza juga menyuarakan protes atas keputusan
Amerika Serikat (AS) memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem.
Namun
aksi demonstrasi itu direspons secara represif dan brutal oleh pasukan
Israel. Mereka membubarkan massa dengan menembakkan gas air mata.
Tak
hanya itu, Israel pun menyiapkan penembak jitu untuk melumpuhkan dan
membunuh warga yang berpartisipasi dalam aksi tersebut. Sebanyak 189
warga Palestina tewas dan lebih dari 6.000 lainnya mengalami luka-luka
akibat tindakan pasukan Israel.