Ilustrasi daerah konflik di Sudan Selatan. (Reuters/Siegfried Modola)
"Saat ini, dari kedua belah pihak, ada lebih dari 170 orang yang kehilangan nyawanya," ujar anggota parlemen dari Great Lakes, Dharuai Mabor Teny, kepada Reuters, Selasa (12/12).
Teny mengatakan, setidaknya 342 rumah hancur dan 1.800 orang kehilangan tempat tinggalnya akibat pertikaian pada Jumat lalu tersebut.
Reuters melaporkan, pertikaian ini bermula ketika Klan Rup menyerang anggota suku Pakam karena dianggap menggeser mereka dari tanah Malek County.
Akibat bentrokan ini, pemerintah setempat memberlakukan status gawat darurat selama tiga bulan ke depan terhitung sejak Senin (11/12).
Militer juga dikerahkan ke pusat pertikaian untuk menghentikan sisa bentrokan yang masih meletup di sejumlah tempat.
"Senjata yang ada di tangan warga sipil juga akan diambil, pasukan bersenjata juga akan dikerahkan ke sini," ujar juru bicara pemerintah setempat, Shadrack Bol Maachok.
Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Sudan Selatan (UNMISS) mengatakan bahwa kini pasukan militer sudah berada di lokasi untuk membersihkan puing bekas pertikaian agar perdagangan dapat berlanjut.
Pertikaian antar-klan karena perebutan lahan ini sudah sering terjadi di Sudan Selatan, terutama sejak 2013.
Di tahun tersebut, Sudan Selatan kerap dilanda perang akibat ketidaksepahaman politik antara Presiden Salva Kiir dan wakilnya, Riek Machar, hingga menyebabkan konfrontasi militer.
Credit cnnindonesia.com