Ilustrasi. (Tero/Vesalainen/Pixabay)
Jakarta, CB -- Mimpi belasan ribu remaja Inggris
penerima beasiswa Erasmus terancam kandas di tengah ketidakjelasan
proses negara mereka untuk keluar dari Uni Eropa, atau dikenal dengan
istilah Brexit.
Salah satu dari 17 ribu orang itu adalah Alice Watkins. Sedari dulu, mahasiswi Manchester University tersebut bermimpi untuk melanjutkan kuliahnya di Paris, kemudian Madrid.
Dengan beasiswa Erasmus, ia dapat berangkat ke Prancis pada musim panas ini. Namun hingga saat ini, ia masih belum mendapatkan kepastian mengenai pendanaan dari beasiswa yang diurus oleh Uni Eropa tersebut.
"Penantian ini sangat menakutkan. Saya sudah diberi tahu ada kemungkinan memakai uang sendiri hingga 1.200 poundsterling untuk membiayai enam pekan pertama, dan kami mungkin tak mendapatkan akomodasi apa pun sebelum tiba di Prancis," tuturnya kepada The Guardian.
Salah satu dari 17 ribu orang itu adalah Alice Watkins. Sedari dulu, mahasiswi Manchester University tersebut bermimpi untuk melanjutkan kuliahnya di Paris, kemudian Madrid.
Dengan beasiswa Erasmus, ia dapat berangkat ke Prancis pada musim panas ini. Namun hingga saat ini, ia masih belum mendapatkan kepastian mengenai pendanaan dari beasiswa yang diurus oleh Uni Eropa tersebut.
"Penantian ini sangat menakutkan. Saya sudah diberi tahu ada kemungkinan memakai uang sendiri hingga 1.200 poundsterling untuk membiayai enam pekan pertama, dan kami mungkin tak mendapatkan akomodasi apa pun sebelum tiba di Prancis," tuturnya kepada The Guardian.
Melanjutkan ceritanya, Watkins berkata, "Bepergian ke luar negeri tanpa tahu di mana harus tinggal sangat membuat saya tertekan."
Parlemen Uni Eropa memang sudah memutuskan akan tetap membiayai mahasiswa penerima beasiswa Erasmus yang sudah tiba di Inggris.
Mereka juga tak akan mencabut beasiswa mahasiswa Inggris yang sudah tiba di negara tujuannya.
Namun, nota teknis yang disepakati pada Januari lalu tak menjamin pendanaan mahasiswa Inggris yang ingin melanjutkan studinya di negara Eropa pada September mendatang.
Wakil direktur urusan studi internasional Inggris, Vivienne Stern, mengatakan bahwa pihaknya menangkap sinyal bahwa pemerintah negaranya mulai mencari jalur alternatif bagi penerima beasiswa Erasmus jika negosiasi Brexit tak kunjung rampung.
"Sejauh yang kami tahu, tak ada uang yang dipersiapkan untuk skema alternatif itu, dan kami pun belum mempersiapkan apa pun," tutur Stern.
Sejumlah pihak menyayangkan dampak ketidakjelasan proses negosiasi Brexit terhadap penerima beasiswa Erasmus karena berdasarkan penelitian, mahasiswa Inggris yang belajar di luar negeri terbukti lebih unggul ketimbang rekannya.
Berdasarkan penelitian badan advokasi Universities UK (UUK), misalnya, sekitar 19 persen mahasiswa Inggris penerima Erasmus menempati posisi puncak di kelasnya dan hanya 20 persen yang tak bekerja usai kuliah.
Riset Konfederasi Industri Inggris (CBI) juga menunjukkan bahwa 7 dari 10 perusahaan besar di negara tersebut menganggap penting pengalaman belajar di luar negeri dan kemampuan bahasa asing.
Sementara
itu, universitas-universitas di Inggris juga menganggap kehadiran
mahasiswa asing di negaranya sangat penting, terutama untuk
fakultas-fakultas ilmu bahasa.
Lebih jauh, dengan jaringan alumni yang kuat, penerima beasiswa Erasmus dapat membangun komunitas dengan manfaat besar bagi masa depan mereka.
"Saya rasa dengan Brexit, orang lebih memperhatikan isu-isu seperti perdagangan, dan pelajar dilupakan. Namun, itu salah. Kami adalah masa depan," kata seorang mantan penerima beasiswa Erasmus, Joseph Corcoran.
Lebih jauh, dengan jaringan alumni yang kuat, penerima beasiswa Erasmus dapat membangun komunitas dengan manfaat besar bagi masa depan mereka.
"Saya rasa dengan Brexit, orang lebih memperhatikan isu-isu seperti perdagangan, dan pelajar dilupakan. Namun, itu salah. Kami adalah masa depan," kata seorang mantan penerima beasiswa Erasmus, Joseph Corcoran.
Credit cnnindonesia.com