AS mendesak Cina mengubah kebijakannya di Xinjiang.
CB,
JENEWA -- Wakil Amerika Serikat (AS) untuk Dewan Ekonomi dan Sosial PBB
Kelley Eckels Currie mengatakan Pemerintah Cina masih melakukan
tindakan represif terharap etnis minoritas di Provinsi Xinjiang. AS
sedang mempertimbangkan langkah-langkah membidik para pejabat Xinjiang
yang bertanggung jawab atas perbuatan tersebut.
"Apa
yang baru adalah luasnya penindasan (di Xinjiang) dan bagaimana
Pemerintah Cina menggunakan terobosan dalam teknologi untuk meningkatkan
efektivitasnya," ujar Currie dalam pertemuan Dewan HAM PBB yang digelar
di Jenewa, Swiss, pada Rabu (13/3), dikutip laman
New York Times.
Dia
mendesak Cina untuk mengubah kebijakannya di Xinjiang dan mengizinkan
para ahli PBB mengunjungi wilayah tersebut. Hal itu dilakukan guna
menyingkap kondisi sesungguhnya di Xinjiang.
Pertemuan
yang digelar di Jenewa memang diinisiasi AS. Tujuannya adalah menarik
perhatian global atas langkah-langkah ekstrem yang diambil Cina di
Xinjiang, terutama terkait dugaan penahanan lebih dari 1 juta Muslim
Uighur.
Pertemuan itu juga menyoroti adanya peningkatan
upaya oleh Cina dalam melawan kritik internasional perihal isu Xinjiang.
Cina dijadwalkan tampil di Dewan HAM PBB untuk putaran akhir tinjauan
formal atas kinerja HAM-nya.
Adrien Zenz, seorang pakar
Xinjiang dari Jerman yang turut hadir dalam pertemuan di Jenewa
mengatakan, pusat-pusat penahanan telah berkembang pesat di Xinjiang
dalam dua tahun terakhir. Dia menduga pusat penahanan tersebut menampung
sekitar 1,5 juta Muslim Uighur dan minoritas Muslim lainnya. "Taktik
Cina tidak kurang dari kampanye genosida budaya yang sistematis,"
ucapnya.
Keberadaan kamp penahanan dikonfirmasi oleh Omir
Bekali (43 tahun), seorang Kazakh Uighur yang tinggal di Xinjiang. Dalam
pertemuan di Jenewa Bekali menuturkan bahwa dia pernah ditangkap polisi
Xinjiang pada 2017.
Setelah ditangkap, dia kemudian
disiksa dan ditahan di sebuah ruangan kecil bersama 40 orang lainnya
selama enam bulan. Selama ditahan, dia dan para tahanan lainnya harus
menyanyikan lagu-lagu yang mengagungkan Presiden Cina Xi Jinping.
Selain
itu, para tahanan pun dituntut untuk meyanjung dan memuji Partai
Komunis Cina. "Kami tidak punya hak untuk bicara," ujar Bekali.
Seorang
diplomat Cina yang mendengar kesaksian Bekali segera membantahnya. Dia
menuding apa yang dikisahkan Bekali merupakan kebohongan. "Pusat-pusat
ini tidak lain adalah sekolah asrama biasa," katanya menyangkal cerita
Bekali.
Pemerintah Cina telah berulang kali membantah
melakukan penahanan terhadap lebih dari 1 juta Muslim Uighur. Beijing
pun menyangkal membangun kamp-kamp penahanan.
Menurutnya,
apa yang dibangun di Xinjiang adalah pusat reedukasi dan pelatihan
vokasi. Cina mengklaim kehadiran pusat tersebut penting untuk menghapus
kemiskinan di Xinjiang.
Mereka pun mengklaim bahwa para
peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan vokasi
tersebut. Namun banyak pihak meragukan klaim Cina. Hal itu terutama
disebabkan keengganan Cina memberi kemudahan akses bagi dunia
internasional untuk berkunjung ke Xinjiang.