Rabu, 19 September 2018

Pesawat Rusia Ditembak Jatuh S-200 Suriah, bak Senjata Makan Tuan


Pesawat Rusia Ditembak Jatuh S-200 Suriah, bak Senjata Makan Tuan
Sistem rudal pertahanan S-200 Suriah. Foto/REUTERS

DAMASKUS - Insiden penembakan pesawat pengintai Il-20 militer Rusia oleh sistem rudal pertahanan S-200 Suriah ibarat senjata makan tuan. Pasalnya, baik sistem pertahanan maupun pesawat yang dihantam sama-sama buatan Soviet, negara yang kini menjadi Rusia.

Seperti diberitakan sebelumnya, pesawat pengintai Il-20 militer Moskow ditembak jatuh oleh sistem rudal pertahanan Damaskus saat sistem rudal itu merespons serangan empat jet tempur F-16 Israel di Latakia pada Senin (17/9/2018) malam. Sebanyak 15 tentara yang ada di dalam pesawat Il-20 tewas.

Kementerian Pertahanan Rusia tidak menyalahkan militer Damaskus dan menganggap insiden itu sebagai "friendly fire" atau "tembakan bersahabat". Sebaliknya, militer Tel Aviv yang disalahkan.

"Kami melihat tindakan militer Israel sebagai musuh," kata juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Igor Konashenkov kepada stasiun televisi pemerintah Rusia. "Akibat tindakan militer Israel yang tidak bertanggung jawab, 15 personel layanan (militer) Rusia tewas."

Pesawat Ilyushin Il-20M adalah pesawat Il-18D yang dimodifikasi untuk penggunaan militer dan diproduksi antara 1969 dan 1976. Dijuluki "Coot" oleh NATO, Il-20M didukung oleh empat mesin turboprop dan memiliki kecepatan maksimum 373 mil per jam.

Pesawat ini memiliki radar yang tampak samping, kamera pengintai video, dan sistem pengumpulan intelijen elektronik Romb-4. Ini juga memiliki sistem analisis radar Kvadrat-2 dan sistem sinyal intelijen Vishnya untuk memantau transmisi radio.

Pesawat Il-20M tidak memiliki fitur perlindungan diri untuk melindunginya dari rudal yang mengarah kepadanya.

Pesawat Il-20M terbang di atas Mediterania timur pada saat serangan itu terjadi. Mengingat kemampuannya, kemungkinan Coot sedang melakukan pengawasan terhadap kapal perang NATO di daerah tersebut menggunakan sistem Kvadrat-2 untuk mengambil emisi radar untuk analisis. Kemungkinan lain, pesawat itu mencoba untuk mengambil transmisi radio di antara kapal-kapal armada NATO.

Sedangkan sistem rudal pertahanan S-200 dinamai SA-5 "Gammon" oleh NATO. Senjata pertahanan ini dirancang pada tahun 1960 untuk mempertahankan area besar dari serangan pesawat pembom strategis.

Sistem rudal suraface-to-air S-200 diandalkan untuk pertahanan instalasi administratif, industri dan militer yang paling penting dari semua jenis serangan udara. S-200 juga diandalkan untuk mengalahkan pesawat modern dan canggih hingga untuk pembuatan jamming pesawat musuh. S-200 diklaim bisa beroperasi di segala cuaca dan berbagai iklim.

Pada 1966, S-200 secara resmi masuk layanan militer untuk menggantikan sistem ant-rudal balistik RZ-25/5V11 Dal.

Resimen operasional S-200 pertama dikerahkan pada tahun 1966 dengan 18 situs dan 342 peluncur beroperasi pada akhir tahun tersebut. Di Suriah, sistem ini jadi andalan saat wilayahnya diserang berbagai militer, termasuk militer Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Israel.



Credit  sindonews.com