RIYADH
- Sebuah pesawat jet tempur milik militer Arab Saudi jatuh di zona
perang di Yaman utara, kemarin. Kelompok pemberontak Houthi Yaman
mengklaim telah menembak jatuh pesawat tersebut.
Kantor berita Al-Masirah yang berafiliasi dengan Houthi melaporkan bahwa pesawat jet tempur Saudi yang ditembak jatuh adalah pesawat jet Panavia Tornado buatan Inggris. Saudi merupakan satu-satunya negara di kawasan yang menggunakan pesawat tempur jenis itu.
Versi Koalisi Arab yang dipimpin Saudi, pesawat tersebut jatuh karena “kegagalan teknis". Koalisi, dalam pernyataan yang dilansir kantor berita negara Saudi, SPA, mengonfirmasi hilangnya satu pesawat militer Kerajaan Arab Saudi.
Menurut koalisi, pesawat tersebut mengalami kegagalan teknis dan jatuh di zona perang. Pilot selamat dari kecelakaan itu dan dievakuasi dalam operasi pencarian dan penyelamatan khusus.
”Komando Pasukan Koalisi Arab menerapkan sebuah operasi bersama untuk mengevakuasi dua pilot yang berpartisipasi bersama pasukan udara dan darat, di mana kedua pilot tersebut dievakuasi ke wilayah-wilayah Kerajaan,” kata juru bicara Pasukan Koalisi Arab, Kolonel Turki Al-Malki dalam sebuah pernyataan, yang dilansir Senin (8/1/2018).
Al-Malki tidak memberikan informasi apapun mengenai jenis pesawat tempur tersebut.
Koalisi Arab memulai operasi tempur di Yaman sejak 2015 lalu atas permintaan presiden sah Yaman Abd Rabbo Mansour Hadi yang hendak digulingkan kelompok Houthi. Operasi itu bertujuan untuk memberangus kelompok pemberontak Houthi.
Sejak operasi tempur dimulai, koalisi telah berulang kali dituduh oleh orang-orang di lapangan dan kelompok HAM telah membunuh warga sipil selama serangan. Namun, koalisi jarang mengaku bertanggung jawab. Menurut data perkiraan PBB, konflik di Yaman sejauh ini telah merenggut sekitar 10.000 jiwa.
Selama invasi di Yaman, aliansi yang dipimpin Saudi itu juga telah kehilangan sejumlah pesawat tempur dan helikopter. Riyadh kerap menyalahkan "masalah teknis" sebagai dalih atas kerugian yang dialami koalisi, namun pemberontak Houthi mengklaim hilangnya sejumlah pesawat tempur dan helikopter itu akibat ditembak jatuh oleh pasukannya.
Kantor berita Al-Masirah yang berafiliasi dengan Houthi melaporkan bahwa pesawat jet tempur Saudi yang ditembak jatuh adalah pesawat jet Panavia Tornado buatan Inggris. Saudi merupakan satu-satunya negara di kawasan yang menggunakan pesawat tempur jenis itu.
Versi Koalisi Arab yang dipimpin Saudi, pesawat tersebut jatuh karena “kegagalan teknis". Koalisi, dalam pernyataan yang dilansir kantor berita negara Saudi, SPA, mengonfirmasi hilangnya satu pesawat militer Kerajaan Arab Saudi.
Menurut koalisi, pesawat tersebut mengalami kegagalan teknis dan jatuh di zona perang. Pilot selamat dari kecelakaan itu dan dievakuasi dalam operasi pencarian dan penyelamatan khusus.
”Komando Pasukan Koalisi Arab menerapkan sebuah operasi bersama untuk mengevakuasi dua pilot yang berpartisipasi bersama pasukan udara dan darat, di mana kedua pilot tersebut dievakuasi ke wilayah-wilayah Kerajaan,” kata juru bicara Pasukan Koalisi Arab, Kolonel Turki Al-Malki dalam sebuah pernyataan, yang dilansir Senin (8/1/2018).
Al-Malki tidak memberikan informasi apapun mengenai jenis pesawat tempur tersebut.
Koalisi Arab memulai operasi tempur di Yaman sejak 2015 lalu atas permintaan presiden sah Yaman Abd Rabbo Mansour Hadi yang hendak digulingkan kelompok Houthi. Operasi itu bertujuan untuk memberangus kelompok pemberontak Houthi.
Sejak operasi tempur dimulai, koalisi telah berulang kali dituduh oleh orang-orang di lapangan dan kelompok HAM telah membunuh warga sipil selama serangan. Namun, koalisi jarang mengaku bertanggung jawab. Menurut data perkiraan PBB, konflik di Yaman sejauh ini telah merenggut sekitar 10.000 jiwa.
Selama invasi di Yaman, aliansi yang dipimpin Saudi itu juga telah kehilangan sejumlah pesawat tempur dan helikopter. Riyadh kerap menyalahkan "masalah teknis" sebagai dalih atas kerugian yang dialami koalisi, namun pemberontak Houthi mengklaim hilangnya sejumlah pesawat tempur dan helikopter itu akibat ditembak jatuh oleh pasukannya.
Credit sindonews.com