Rabu, 26 September 2018

Hasil Temuan AS, PBB, Uni Eropa di Myanmar: Genosida Rohingya



Jenazah pengungsi Rohingya ditemukan di dalam hutan perbatasan Malaysia dengan Thailand. [Photo: Reuters]
Jenazah pengungsi Rohingya ditemukan di dalam hutan perbatasan Malaysia dengan Thailand. [Photo: Reuters]

CB, Jakarta - Myanmar menghadapi tekanan internasional atas temuan sejumlah lembaga internasional yang menyebut terjadi genosida dan pembersihan etnis Rohingya di Rakhine. Bahkan Pengadilan Kejahatan Internasional, ICC mengancam menyeret Myanmar ke pengadilan karena melakukan kejahatan kemanusiaan.
Apa saja hasil temuan-temuan dari misi pencarian fakta PBB, Amerika Serikat, dan Uni Eropa, sehingga militer dan pemerintah Myanmar dikecam oleh internasional mengenai perlakuannya terhadap Rohingya?

1. PBB
Tim pencari fakta PBB menemukan keterlibatan angkatan bersenjata Myanmar berupa tindak kejahatan yang sangat gawat berdasarkan hukum internasional terhadap Rohingya. PBB  menyebut pejabat militer Myanmar, termasuk Panglima Militer, Min Aung Hlaing, harus disidik dan diadili atas tuduhan telah melakukan pembantaian di wilayah utara negara bagian Rakhine, serta tindak kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan lainnya di negara bagian Kachin, Shan, dan Rakhine.

Militer Myanmar dituding bertanggung jawab dalam pembunuhan, salah memenjarakan orang, melakukan penyiksaan, perbudakan seks dan pemerkosaan. Laporan PBB menyebut, di negara bagian Rakhine ada bukti telah terjadi pemusnahan dan deportasi.
Tindak kejahatan di Rakhine, Myanmar, berdasarkan cara para korban diperlakukan, kondisi dan ruang lingkup mengarah pada adanya niat melakukan genosida atau pembantaian dalam konteks lain. Tim pencari fakta PBB menyimpulkan ada cukup bukti untuk mengadili para pucuk pimpinan militer Myanmar.

Fotografer membantu pengungsi Rohingya untuk keluar dari Sungai Nad saat mereka melintasi perbatasan Myanmar-Bangladesh di Palong Khali, dekat Cox's Bazar, Bangladesh, 1 November 2017. Ratusan ribu warga Rohingya mengungsi dari negara bagian Rakhine untuk menghindari kekerasan. REUTERS/Hannah McKay


2. Amerika Serikat
Amerika Serikat bersama sejumlah negara menyerukan jenderal militer Myanmar untuk dibawa ke pengadilan internasional karena terlibat pelanggaran HAM terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya.
Evaluasi yang dipimpin oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat telah melibatkan lebih dari seribu wawancara dengan penduduk etnis  minoritas Rohingya, laki-laki dan perempuan di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh.
Dalam pidato Duta Besar Amerika Serikat, Nikki Haley, mengatakan fakta-fakta mengenai pembersihan etnis Rohingya harus diungkap dan didengar. Haley menjelaskan, dari sekitar 1000 warga Muslim Rohingya yang diwawancarai oleh tim bentukan Kemenlu AS, ada sekitar 20 persen mengaku menyaksikan setidaknya 100 korban terbunuh atau terluka.
82 persen warga mengaku menyaksikan tindak pembunuhan terjadi. Ada 50 persen saksi yang mengatakan menyaksikan kekerasan seksual dan 45 persen menyaksikan tindakan pemerkosaan.
Laporan ini disusun berdasarkan wawancara terhadap 1,024 saksi dari warga etnis minoritas Rohingya di kamp pengungsi di Bangladesh. Laporan rampung disusun pada akhir April 2018.

Ekspresi perempuan lansia pengungsi Rohingya saat melintasi sungai Naf River ketikat berada di perbatasan Bangladesh-Myanmar di Palong Khali, Cox’s Bazar, Bangladesh, 1 November 2017. REUTERS/Adnan Abidi




3. Uni Eropa
Uni Eropa secara resmi menjatuhkan sanksi untuk 7 jenderal Myanmar atas dugaan melakukan kekejaman dan pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di negara bagian Rakhine tahun lalu. Dalam keputusan yang diumumkan pada Senin, 25 Juni 2018, Uni Eropa mengatakan pelanggaran itu termasuk pembunuhan, kekerasan seksual dan pembakaran sistematis rumah dan bangunan warga Rohingya pada akhir 2017.
Sanksi yang diberlakukan, menurut laporan, berupa pembekuan aset dan pelarangan perjalanan terhadap tujuh pejabat militer senior Myanmar tersebut. Selain sanksi, Uni Eropa juga memperpanjang embargo senjata dan melarang pelatihan apa pun, atau kerja sama dengan Angkatan Bersenjata Myanmar.
“Salah satu jenderal, Letnan Jenderal Aung Kyaw Zaw bertanggung jawab atas kekejaman dan pelanggaran HAM serius yang dilakukan terhadap penduduk Rohingya di Negara Bagian Rakhine oleh Komando Barat selama periode itu," demikian pernyataan Uni Eropa mengenai Rohingya.








Credit  tempo.co