Ilustrasi kota Yerusalem. (REUTERS/Ronen Zvulun)
UU yang diloloskan Knesset pada Selasa dini hari (2/1) itu mewajibkan dua per tiga suara mayoritas di badan legislatif tersebut. Sejumlah media setempat melaporkan peraturan itu diloloskan dalam sidang larut malam dengan suara 64 banding 51, dan satu suara abstain.
Undang-undang itu didesain agar Yerusalem semakin sulit untuk dibagi dengan Palestina. Para Zionis memandang kota tersebut tidak bisa dibagi-bagi, sementara warga Arab menginginkan bagian timur kota itu sebagai ibu kotanya jika mendapatkan kemerdekaan penuh di masa depan.
Peraturan yang merupakan amandemen atas undang-undang dasar Israel ini membuat pemerintahan manapun yang berkuasa tidak bisa begitu saja membagi Yerusalem. Untuk mengambil langkah itu, pemerintah membutuhkan dukungan 80 dari 120 anggota Knesset.
Sengketa Yerusalem belakangan kembali menjadi sorotan setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakuinya sebagai ibu kota Israel. Langkah itu memicu protes dan bentrokan di wilayah Palestina dan sejumlah negara lain.
|
Status Yerusalem merupakan salah satu halangan paling sulit untuk mencapai kesepakatan damai antara Israel dan Palestina. Sejak Perang Enam Hari pada 1967, Yerusalem Timur berada dalam jajahan Israel.
Masyarakat internasional tidak mengakui kedaulatan Israel atas seluruh kota tersebut, yang merupakan tempat suci bagi umat Islam, Yahudi dan Kristen.
Resolusi Perserikatan Bangsa-bangsa Nomor 478 tahun 1980 mengecam klaim sepihak Israel atas Yerusalem sebagai ibu kotanya dan melarang negara-negara untuk membangun kedutaan di Yerusalem.
Pada Kamis, 128 negara menentang Trump dengan mendukung resolusi Majelis Umum PBB. Meski tidak mengikat, pengesahan Resolusi Majelis Umum itu menandakan penolakan terhadap langkah AS soal Yerusalem.
Guatemala dan negara tetangganya, Honduras, adalah dua dari sembilan negara yang bergabung dengan AS dan Israel yang menolak pengesahan resolusi tersebut. Lima lainnya, negara sisanya adalah Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau, dan Togo.
AS merupakan sumber bantuan penting bagi Guatemala dan Honduras. Sebelum kedua negara mengambil langkah tersebut, Trump mengancam akan memotong bantuan keuangan ke negara-negara yang mendukung resolusi PBB.
Credit cnnindonesia.com