WASHINGTON
- Sebuah dokumen baru-baru ini mengungkap misteri seputar rudal
balistik antarbenua milik Korea Utara (Korut). Dokumen tersebut
menunjukkan jika rudal milik Korut memiliki kemiripan dengan desain
senjata Rusia.
Kemunculan dokumen itu memicu spekulasi jika rudal yang mengancam stabilitas global itu kemungkinan telah diperoleh dari penjualan senjata api Rusia.
Dikutip dari News.co.au, Minggu (31/12/2017), menurut dokumen yang diperoleh dan diverifikasi oleh The Washington Post itu menunjukkan gambar teknik ilmuwan Rusia yang dijual 25 tahun lalu menyusul jatuhnya Uni Soviet.
Rancangan tersebut tampaknya memiliki kesamaan dengan rudal yang digunakan oleh pemimpin Korut, Kim Jong-un sekarang. Terang saja hal ini mencuatkan pertanyaan apakah rudal tersebut didasarkan pada desain Rusia yang dibeli lebih dari dua dekade yang lalu.
Laporan Washington Post mengklaim kesepakatan untuk menjual "permata mahkota" gudang senjata Moskow dilakukan oleh sekelompok investor Amerika Serikat (AS) dan ilmuwan Rusia termasuk rencana untuk rudal yang diluncurkan oleh kapal selam yang disebut "Calm" dan "Ripple" untuk tujuan damai. Namun saat kesepakatan tersebut menghantam hambatan jalan yang legal dan birokratis karena pembatasan, Rusia mungkin saja beralih ke pembeli asal Korut.
Pakar ahli rudal dari Union of Concerned Scientific, David Wright, mengatakan kepada The Post: "Pertanyaan yang telah lama diajukan adalah: Apakah Korea Utara mendapatkan teknologi ini dari penjualan senjata api Rusia?"
"Apakah mereka mendapatkan rencana bertahun-tahun yang lalu dan sekarang pada titik di mana mereka bisa membangun senjata ini?"
Sumber teknologi nuklir Korut tetap diselimuti misteri karena kurangnya akses ke negara yang terkenal tertutup itu.
Rudal lama Korut diperkirakan didasarkan pada desain milik Soviet, namun dokumen terbaru mengungkapkan kesamaan dengan fitur yang telah muncul baru-baru ini. Keterlambatan dalam menggabungkan teknologi baru diperkirakan karena kurangnya material dan ahli di Korut.
Temuan dokumen ini terjadi saat Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bahwa pintu dialog dengan Korut tetap terbuka, namun rezim tersebut harus kembali ke meja perundingan.
Dalam sebuah opini untuk The New York Times, Tillerson membela upaya pemerintahan Trump di Korut yang telah meningkatkan ancaman perang nuklir, namun juga berhasil membatasi pasokan minyak melalui sanksi ekonomi.
Dia mengatakan China bisa dan harus berbuat lebih banyak dalam hal tekanan pada Pyongyang di tahun depan.
Kemunculan dokumen itu memicu spekulasi jika rudal yang mengancam stabilitas global itu kemungkinan telah diperoleh dari penjualan senjata api Rusia.
Dikutip dari News.co.au, Minggu (31/12/2017), menurut dokumen yang diperoleh dan diverifikasi oleh The Washington Post itu menunjukkan gambar teknik ilmuwan Rusia yang dijual 25 tahun lalu menyusul jatuhnya Uni Soviet.
Rancangan tersebut tampaknya memiliki kesamaan dengan rudal yang digunakan oleh pemimpin Korut, Kim Jong-un sekarang. Terang saja hal ini mencuatkan pertanyaan apakah rudal tersebut didasarkan pada desain Rusia yang dibeli lebih dari dua dekade yang lalu.
Laporan Washington Post mengklaim kesepakatan untuk menjual "permata mahkota" gudang senjata Moskow dilakukan oleh sekelompok investor Amerika Serikat (AS) dan ilmuwan Rusia termasuk rencana untuk rudal yang diluncurkan oleh kapal selam yang disebut "Calm" dan "Ripple" untuk tujuan damai. Namun saat kesepakatan tersebut menghantam hambatan jalan yang legal dan birokratis karena pembatasan, Rusia mungkin saja beralih ke pembeli asal Korut.
Pakar ahli rudal dari Union of Concerned Scientific, David Wright, mengatakan kepada The Post: "Pertanyaan yang telah lama diajukan adalah: Apakah Korea Utara mendapatkan teknologi ini dari penjualan senjata api Rusia?"
"Apakah mereka mendapatkan rencana bertahun-tahun yang lalu dan sekarang pada titik di mana mereka bisa membangun senjata ini?"
Sumber teknologi nuklir Korut tetap diselimuti misteri karena kurangnya akses ke negara yang terkenal tertutup itu.
Rudal lama Korut diperkirakan didasarkan pada desain milik Soviet, namun dokumen terbaru mengungkapkan kesamaan dengan fitur yang telah muncul baru-baru ini. Keterlambatan dalam menggabungkan teknologi baru diperkirakan karena kurangnya material dan ahli di Korut.
Temuan dokumen ini terjadi saat Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson mengatakan bahwa pintu dialog dengan Korut tetap terbuka, namun rezim tersebut harus kembali ke meja perundingan.
Dalam sebuah opini untuk The New York Times, Tillerson membela upaya pemerintahan Trump di Korut yang telah meningkatkan ancaman perang nuklir, namun juga berhasil membatasi pasokan minyak melalui sanksi ekonomi.
Dia mengatakan China bisa dan harus berbuat lebih banyak dalam hal tekanan pada Pyongyang di tahun depan.
Credit sindonews.com