"Cina dan Rusia harus menunjukkan intoleransi mereka terhadap peluncuran rudal sembrono ini dengan melakukan tindakan langsung mereka sendiri," kata Tillerson dalam sebuah pernyataan.
Menurut Tillerson peran Cina dan Rusia untuk meredam dan menghentikan program rudal Korut cukup signifikan. Cina, kata dia, merupakan negara yang memasok sebagian besar minyak untuk Pyongyang. Sedangkan Rusia telah menjadi tujuan bagi sebagian besar pekerja Korut.
Terkait hal ini, Tillerson meminta Cina dan Rusia menerapkan sanksi terbaru Dewan Keamanan PBB yang diterbitkan awal pekan ini. Sanksi ini harus diterapkan secara menyeluruh agar berdampak pada dihentikannya program rudal Korut.
Dalam resolusi terbaru PBB termaktub beberapa sanksi yang harus diterima Korut dan dilaksanakan segenap anggota PBB. Sanksi tersebut antara lain memotong impor minyak untuk Korut dan menghentikan seluruh kerja sama dengan pekerja Korut yang berada di luar negeri. "Resolusi yang disetujui awal pekan ini mewakili lantai, bukan langit-langit, dari tindakan yang harus kita ambil," ujar Tillerson.
Korut kembali meluncurkan rudal balistik pada Jumat (15/9) pagi waktu setempat. Rudal tersebut melintasi Jepang dan jatuh di laut lepas Hokkaido. Berdasarkan pemantauan militer Korsel rudal tersebut ditembakan Korut dari Sunan, sebuah distrik di dekat Bandara Internasional Pyongyang. Rudal mencapai ketinggian 770 kilometer dan menempuh jarak 3.700 kilometer.
Dengan ketinggian dan jarak tempuh yang berhasil dicapai rudal ini, pangkalan dan basis militer AS di Pasifik, yakni di Guam, telah berada dalam jangkauan rudal Korut. Sebab jarak antara Pyongyang dan Guam hanya sekitar 3.400 kilometer. Guam merupakan target yang sempat hendak diserang Pyongyang namun ditunda eksekusinya oleh Kim Jong-un.
Credit REPUBLIKA.CO.ID