Laporan dari sejumlah anggota parlemen dan intelijen
AS, dalam beberapa pekan terakhir, Iran dinilai dapat membeli teknologi
serta pengetahuan untuk membuat senjata nuklir di masa depan. Prediksi
ini datang bertepatan dengan meningkatnya ketegangan antara negara
adidaya itu dengan Korut, yang dalam beberapa bulan terakhir terus
melakukan uji coba program nuklir, termasuk yang terbaru adalah
peluncuran rudal balistik pada Jumat (15/9).
Di masa lalu, Korut dan Iran pernah bekerjasama
dalam mengembangkan rudal. Karena itu, Departemen Luar Negeri AS saat
ini melakukan pemantauan transaksi senjata, serta melihat apakah kedua
negara memiliki kerjasama dalam mengembangkan rudal balistik, yang
tentunya tidak termasuk dalam batasan yang disepakati dalam Kesepakatan
Nuklir Iran 2015.
Kesepakatan nuklir Iran yang dibuat bersama dengan
Dewan Keamanan PBB memuat ketentuan bahwaIran harus mengurangi produksi
uranium, serta meniadakan segala kemungkinan pengembangan senjata
nuklir. Meski AS mengatakan bahwa Teheran hingga saat ini mematuhi
perjanjian yang ada di dalamnya, namun sanksi harus diberikan karena
negara itu tetap merasakan adanya ancaman.
Kekhawatiran itu datang diantaranya karena di dalam
isi perjanjian, tidak dibahas adanya kekhawatiran dunia mengenai
kegiatan non-nuklir Iran. Termasuk juga membuat AS dan negara lain yang
terlibat dalam perjanjian dapat menghukum Iran atas adanya kemungkinan
terjadinya hal itu.
Namun, hingga saat ini tidak ada bukti kuat yang
menunjukkan Iran bekerjasama dengan Korut untuk mengembangkan program
nuklir. Intelijen AS juga melihat bahwa Pyongyang masih berkonsentrasi
dalam melakukan pengembangan senjata berbahaya tersebut secara sepihak.
Selama ini, Korut mengatakan pengembangan program
nuklir merupakan alat pertahanan utama. Namun, sejumlah negara di
kawasan Semenanjung Korea khususnya Korea Selatan (Korsel) dan Jepang
terus merasa khawatir karena menjadi ancaman utama serangan rudal dan
senjata berbahaya lainnya.
Dalam dua bulan terakhir, Korut telah melakukan
serangkaian uji coba ICBM yang diklaim sukses. Dimulai pada 4 Juli lalu,
di mana saat itu rudal yang dikenal dengan nama Hwasong-14 tersebut
juga dikatakan mampu membawa hulu ledak nuklir besar dan menjangkau
daratan AS, khususnya wilayah Alaska.
Kemudian, dalam uji coba selanjutnya yang juga
membuat kehebohan dunia terjadi pada 28 Juli lalu. Uji coba Hwasong-14
dilakukan dan diyakini memiliki jangkauan dan kekuatan lebih tinggi.
Rudal itu mencapai ketinggian 2314,6 dan terbang sejauh 620 mil hingga
akhirnya mendarat di perairan pantai timur Semenanjung Korea.
Pada 28 Agustus, uji coba rudal yang dianggap jauh
lebih serius dan membahayakan juga dilakukan Korut. Saat itu, senjata
ini menempuh jarak hingga 2.700 kilometer dan melewati wilayah udara di
atas Hokkaido, Jepang.
Peluncuran rudal yang terbaru dilakukan kali ini dilaporkan
mencapai ketinggian sekitar 770 kilometer atau 478 mil. Jarak yang
ditempuh adalah sekitar 3.700 kilometer dan kembali diterbangkan ke arah
Hokkaido, Jepang hingga akhirnya mendarat di Samudera Pasifik.
Credit REPUBLIKA.CO.ID