Menlu Rusia, Sergei Lavrov, menganggap
perselisihan retorika antara Donald Trump dan Kim Jong-un seperti bocah
di taman kanak-kanak. (Reuters/Maxim Shipenkov)
Jakarta, CB --
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menganggap perselisihan
antara Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dan pemimpin Korea Utara,
Kim Jong-un, membuat keduanya seperti bocah di taman kanak-kanak.
"Rusia bersama sejumlah negara lain sedang berupaya mencari solusi penyelesaian konflik dengan pendekatan yang masuk akal tanpa emosional--tidak seperti perkelahian anak TK di mana tidak ada orang yang bisa menghentikan mereka [Trump dan Kim Jong-un]," ujar Lavrov.
Lavrov pun meminta semua pihak untuk tenang dan memikirkan solusi dari permasalahan ambisi rudal dan nuklir Korut ini dengan kepala dingin.
"Kita semua harus bisa menenangkan pemikiran yang panas dan juga mengerti bahwa kita semua perlu berhenti. Kita semua perlu berdialog dan berhubungan," papar Lavrov kepada wartawan di sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Minggu (24/9).
Komentar Lavrov itu muncul di saat silih ancam perang antara Trump dan Kim Jong-un terus memanas.
"Rusia bersama sejumlah negara lain sedang berupaya mencari solusi penyelesaian konflik dengan pendekatan yang masuk akal tanpa emosional--tidak seperti perkelahian anak TK di mana tidak ada orang yang bisa menghentikan mereka [Trump dan Kim Jong-un]," ujar Lavrov.
Lavrov pun meminta semua pihak untuk tenang dan memikirkan solusi dari permasalahan ambisi rudal dan nuklir Korut ini dengan kepala dingin.
"Kita semua harus bisa menenangkan pemikiran yang panas dan juga mengerti bahwa kita semua perlu berhenti. Kita semua perlu berdialog dan berhubungan," papar Lavrov kepada wartawan di sela sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Minggu (24/9).
Komentar Lavrov itu muncul di saat silih ancam perang antara Trump dan Kim Jong-un terus memanas.
Dalam pidatonya di hadapan di sidang Majelis Umum PBB, Trump mengancam
akan menghancurkan Korut dan menyebut Kim Jong-un sebagai "manusia
roket" yang sedang bunuh diri dengan terus meluncurkan provokasinya.
Menanggapi pernyataan itu, Kim Jong-un menyerang balik Trump dengan menyebutnya sebagai "orang tua gila". Korut juga memperingatkan bahwa AS akan membayar segala ancamannya kepada Korut "dengan mahal."
Sementara itu, selama ini Rusia berupaya menekankan kepada seluruh pihak untuk mengutamakan jalan dialog dalam menyelesaikan krisis di Semenanjung Korea itu.
Moskow bahkan menyambut baik upaya negara ketiga yang ingin menengahi konflik tersebut. Lavrov mengatakan, sejauh ini, Swiss telah menawarkan diri untuk menjadi mediator.
Menanggapi pernyataan itu, Kim Jong-un menyerang balik Trump dengan menyebutnya sebagai "orang tua gila". Korut juga memperingatkan bahwa AS akan membayar segala ancamannya kepada Korut "dengan mahal."
Sementara itu, selama ini Rusia berupaya menekankan kepada seluruh pihak untuk mengutamakan jalan dialog dalam menyelesaikan krisis di Semenanjung Korea itu.
Moskow bahkan menyambut baik upaya negara ketiga yang ingin menengahi konflik tersebut. Lavrov mengatakan, sejauh ini, Swiss telah menawarkan diri untuk menjadi mediator.
Diberitakan AFP,
bersama China yang merupakan sekutu dekat rezim Kim Jong-un, Rusia juga
tengah mendorong usulan bersama untuk memulai dialog dengan Korut.
Dalam usulan tersebut, Pyongyang diminta menghentikan program senjata nuklirnya dengan imbalan penangguhan latihan militer bersama antara AS dan Korea Selatan.
Namun, AS menolak proposal tersebut dan menganggapnya sebagai penghinaan. Washington bahkan mengatakan negaranya tidak akan menawarkan insentif hanya untuk berunding dengan Korut.
Menanggapi penolakan itu, Lavrov justru menganggap negara-negara yang menolak proposal itu "tidak sesuai" dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan jalan damai dalam penyelesaian krisis tersebut.
Dalam usulan tersebut, Pyongyang diminta menghentikan program senjata nuklirnya dengan imbalan penangguhan latihan militer bersama antara AS dan Korea Selatan.
Namun, AS menolak proposal tersebut dan menganggapnya sebagai penghinaan. Washington bahkan mengatakan negaranya tidak akan menawarkan insentif hanya untuk berunding dengan Korut.
Menanggapi penolakan itu, Lavrov justru menganggap negara-negara yang menolak proposal itu "tidak sesuai" dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan jalan damai dalam penyelesaian krisis tersebut.
Credit cnnindonesia.com