Jumat, 29 September 2017

Guterres: Kekerasan di Myanmar bisa meluas


Guterres: Kekerasan di Myanmar bisa meluas
Pengungsi Rohingya berjalan di jalan berlumpur setelah menyebrangi perbatasan Bangladesh-Myanmar di Teknaf, Bangladesh, Minggu (3/9/2017). (REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
... Kegagalan untuk menangani kekerasan sistematis ini bisa berakibat pada meluasnya (kekerasan) ke Rakhine pusat, tempat 250.000 Muslim kemungkinan terpaksa mengungsi...

Markas Besar PBB, New York (CB) - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, Kamis, memperingatkan, kekerasan terhadap muslim Rohingya Myanmar di Rakhine utara bisa meluas ke Rakhine tengah, tempat 250.000 orang terancam kehilangan tempat tinggal.

Guterres berbicara pada sidang untuk membahas masalah Myanmar, yang pertama kalinya selama delapan tahun digelar secara terbuka.

Pada kesempatan itu, Guterres mengatakan, masalah Rohingya telah berubah menjadi "darurat pengungsi yang paling cepat meningkat, juga suatu mimpi buruk terhadap kemanusiaan dan hak asasi manusia."

"Kami telah menerima gambaran mengerikan (berdasarkan pengakuan, red) dari mereka yang lari menyelamatkan diri, sebagian besar perempuan, anak-anak dan manula," tutur Guterres.

"Pengakuan yang mereka berikan ini mengarah pada kekerasan yang sangat parah serta pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia, termasuk penembakan tanpa pandang bulu, penggunaan ranjau darat terhadap warga sipil serta kekerasan seksual."

Sudah lebih dari 500.000 Muslim Rohingya pergi mengungsikan diri ke Bangladesh bulan lalu sejak para pemberontak menyerang pos-pos keamanan di dekat perbatasan. Serangan itu memicu pembalasan sengit dari militer Myanmar, yang disebut Perserikatan Bangsa-bangsa sebagai pembersihan etnis.

Swedia, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Mesir, Senegal, dan Kazakhstan adalah negara-negara yang meminta agar Dewan Keamanan bersidang pada Kamis untuk membahas masalah Myanmar.

Guterres menuntut agar akses segera dibuka bagi bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang terdampak kekerasan.

"Kegagalan untuk menangani kekerasan sistematis ini bisa berakibat pada meluasnya (kekerasan) ke Rakhine pusat, tempat 250.000 Muslim kemungkinan terpaksa mengungsi," kata Guterres.

"Krisis ini telah menimbulkan berbagai implikasi bagi negara-negara bagian tetangga Rakhine serta ke wilayah lebih luas, termasuk risiko kemunculan konflik antarmasyarakat. Jangan kaget kalau diskriminasi yang telah berlangsung berpuluh-puluh tahun serta standar ganda dalam perlakuan terhadap Rohingya akan membuka peluang bagi praktik radikalisasi," katanya. 


Credit  antaranews.com



PBB lihat kemungkinan terobosan dalam pengiriman bantuan buat Rohingya


PBB lihat kemungkinan terobosan dalam pengiriman bantuan buat Rohingya
Stephane Dujarric (un.org)



PBB, New York (CB) - Para pejabat PBB berharap kunjungan yang dijadwalkan oleh kepala lembaga PBB di Myanmar ke Negara Bagian Rakhine di Myanmar Utara, tempat tinggal pengungsi Rohingya, akan menjadi terobosan bagi pengiriman bantuan kemanusiaan ke wilayah itu.

Juru Bicara PBB Stephane Dujarric pada Rabu (27/9) mengatakan kepala beberapa lembaga PBB di Myanmar dijadwalkan ikut dalam perjalanan yang ditaja pemerintah ke Negara Bagian Rakhine di Myanmar Utara pada Kamis.

"Kami sejak dulu selalu menggaris-bawahi dan menekankan keprihatinan kami mengenai akses kemanusiaan terbatas di daerah itu," kata Dujarric kepada wartawan di Markas Besar PBB, New York, sebagaimana dikutip Xinhua, di Jakarta, Kamis.

"Jadi, kami menyambut baik gagasan ini sebagai langkah pertama dan kami benar-benar berharap itu akan mengarah kepada akses yang jauh lebih luas dan lebih lebar."

Beberapa badan PBB telah dihalangi sejak 25 Agustus melakukan pekerjaan di daerah tersebut, sehingga mereka tak bisa mengatur serta membagikan bantuan, kata Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi Filippo Grandi kepada wartawan di Markas PBB di Jenewa, Swiss, pada Rabu pagi. Ia baru saja kembali dari kunjungan ke Bangladesh, yang menampung lebih dari 700.000 pengungsi Rohingya.

Sejak 25 Agustus pekerjaan PBB telah dipercayakan kepada Komite Palang Merah Internasional sebagai tindakan sementara, kata Grandi. Namun, Palang Merah juga memiliki masalah untuk memasuki daerah yang paling memerlukan bantuan, katanya.





Credit  antaranews.com