Rabu, 27 September 2017

Irak Ogah Dialog dengan Kurdistan Soal Referendum Kemerdekaan


Irak Ogah Dialog dengan Kurdistan Soal Referendum Kemerdekaan 
Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, menolak berbicara dengan Kurdistan mengenai hasil referendum kemerdekaan karena dianggap tidak sesuai konstitusi. (Kirill Kudryavtsev/Pool)



Jakarta, CB -- Pemerintah Irak menolak berdialog dengan Kurdistan mengenai hasil referendum kemerdekaan karena dianggap tidak sesuai konstitusi.

"Kami tidak siap membahas atau berdialog mengenai hasil referendum itu karena tidak sesuai dengan konstitusi," ujar Perdana Menteri Irak, Haider al-Abadi, sebagaimana dikutip Reuters, Senin (25/9).

Penolakan ini disampaikan setelah hasil penghitungan sementara menunjukkan sebagian besar suara jatuh ke pilihan "ya" atau merdeka.

Hasil resmi referendum ini sendiri baru akan diumumkan 72 jam setelah pemungutan suara berakhir pada Senin (25/9) pukul 18.00 waktu setempat.

Pemerintah Regional Kurdistan (KRG), yang mengelola wilayah semi-otonom di bagian utara Irak, mengatakan referendum tersebut bakal memberikan mereka mandat untuk mencapai kemerdekaan dari Irak.

Pergolakan di Irak ini juga menjadi sorotan negara-negara tetangga karena banyak orang Kurdi berdiam di Iran dan Turki. Kedua negara khawatir kemerdekaan Kurdi di Irak dapat memperkuat pergerakan minoritas itu di negara mereka.

Sehari sebelum pemungutan suara, Iran menutup wilayah udara di daerah otonom Kurdistan. Turki pun menyebut referendum itu tidak sah dan meminta negara-negara kawasan tidak mengakui hasil dari "upaya tidak sah ini."

Ankara juga memperingatkan bahwa pihaknya bakal mengambil langkah hukum untuk mencegah "elemen radikal dan teroris" dari upaya untuk mengeksploitasi situasi ini dan mengganggu keamanan nasional.

Amerika Serikat, Inggris, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memperingatkan KRG agar tidak menggelar referendum karena khawatir langkah itu bisa menarik mereka dari operasi melawan kelompok teror ISIS.





Credit  cnnindonesia.com