Dhaka (CB) - Bangladesh tidak boleh memaksa muslim
Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar untuk pindah ke kamp-kamp di
pulau terpencil, kata kepala badan pengungsi Perserikatan-Bangsa-Bangsa
(PBB) pada Senin (25/9).
Otoritas meningkatkan upaya untuk pemindahan muslim Rohingya ke pulau di Teluk Benggala sejak lonjakan baru setelah total 436.000 pengungsi sudah tiba sejak 25 Agustus.
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi mengatakan Perdana Menteri Sheikh Hasina telah menyinggung rencana relokasi itu ketika mereka bertemu pada Juli.
Sudah ada 300.000 pengungsi Rohingya di kamp dekat perbatasan Cox's Bazar sebelum gelombang kedatangan pengungsi terbaru mulai.
Namun dia menegaskan bahwa pemindahan dari kamp-kamp ke Pulau Bhashan Char - yang juga disebut Thengar Char - "harus dilakukan secara sukarela oleh pengungsi itu sendiri."
"Kita tidak bisa memaksa orang-orang pergi ke tempat itu. Jadi pilihan untuk jangka menengah, katakanlah - saya tidak ingin berbicara tentang jangka panjang - juga harus sesuatu yang bisa diterima oleh orang-orang yang pergi ke sana," katanya.
"Jika tidak, itu tidak akan berhasil. Jika tidak, orang-orang tidak akan pergi," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
PBB memuji Bangladesh karena menampung warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari operasi militer di Myanmar dan meminta masyarakat internasional membantu otoritas di sana.
"Baik untuk berpikir maju. Orang-orang ini (Rohingya) mungkin tidak bisa kembali segera dan populasinya sekarang sudah mengganda," kata Grandi dalam konferensi pers di Dhaka.
Kepala UNHCR mengatakan lembaganya siap membantu rencana pemindahan pengungsi ke pulau dengan satu studi teknis.
"Itu yang siap kami berikan. Kami belum menyampaikannya karena saya belum melihat pilihan konkret di atas kertas."
Pulau kecil di muara sungai Meghna yang akan digunakan untuk pengungsi bisa ditempuh dalam waktu satu jam menggunakan perahu dari Sandwip, pulau berpenghuni terdekat, dan dua jam dari Hatiya, salah satu pulau terluas Bangladesh.
Pemerintah sudah menugaskan angkatan laut menyiapkannya untuk pengungsi Rohingya. Dua helipad dan satu jalan kecil sudah dibangun.
Otoritas pertama mengusulkan pembangunan hunian untuk Rohingya pada 2015, karena kamp-kamp pengungsi di Cox's Bazar sudah kelebihan kapasitas.
Namun rencana itu ditunda pelaksanaannya tahun lalu di tengah laporan-laporan mengenai pulau berlumpur yang baru muncul dari laut tahun 2006 itu, yang disebut tidak bisa dihuni karena sering kena banjir pasang surut.
Dalam beberapa pekan terakhir, Bangladesh meminta dukungan internasional untuk memindahkan Rohingya ke pulau itu sementara negara miskin itu berjibaku menhadapi gelombang pengungsi baru.
Lebih dari 436.000 pengungsi dari Rakhine State di Myanmar sudah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh sejak 25 Agustus, ketika operasi militer dilancarkan menyusul serangan militan Rohingya.
Tidak ada cukup makanan, air atau obat di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh yang jalanannya penuh kotoran manusia, membuat PBB mengkhawatirkan penularan penyakit serius.
Otoritas meningkatkan upaya untuk pemindahan muslim Rohingya ke pulau di Teluk Benggala sejak lonjakan baru setelah total 436.000 pengungsi sudah tiba sejak 25 Agustus.
Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi Filippo Grandi mengatakan Perdana Menteri Sheikh Hasina telah menyinggung rencana relokasi itu ketika mereka bertemu pada Juli.
Sudah ada 300.000 pengungsi Rohingya di kamp dekat perbatasan Cox's Bazar sebelum gelombang kedatangan pengungsi terbaru mulai.
Namun dia menegaskan bahwa pemindahan dari kamp-kamp ke Pulau Bhashan Char - yang juga disebut Thengar Char - "harus dilakukan secara sukarela oleh pengungsi itu sendiri."
"Kita tidak bisa memaksa orang-orang pergi ke tempat itu. Jadi pilihan untuk jangka menengah, katakanlah - saya tidak ingin berbicara tentang jangka panjang - juga harus sesuatu yang bisa diterima oleh orang-orang yang pergi ke sana," katanya.
"Jika tidak, itu tidak akan berhasil. Jika tidak, orang-orang tidak akan pergi," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
PBB memuji Bangladesh karena menampung warga Rohingya yang menyelamatkan diri dari operasi militer di Myanmar dan meminta masyarakat internasional membantu otoritas di sana.
"Baik untuk berpikir maju. Orang-orang ini (Rohingya) mungkin tidak bisa kembali segera dan populasinya sekarang sudah mengganda," kata Grandi dalam konferensi pers di Dhaka.
Kepala UNHCR mengatakan lembaganya siap membantu rencana pemindahan pengungsi ke pulau dengan satu studi teknis.
"Itu yang siap kami berikan. Kami belum menyampaikannya karena saya belum melihat pilihan konkret di atas kertas."
Pulau kecil di muara sungai Meghna yang akan digunakan untuk pengungsi bisa ditempuh dalam waktu satu jam menggunakan perahu dari Sandwip, pulau berpenghuni terdekat, dan dua jam dari Hatiya, salah satu pulau terluas Bangladesh.
Pemerintah sudah menugaskan angkatan laut menyiapkannya untuk pengungsi Rohingya. Dua helipad dan satu jalan kecil sudah dibangun.
Otoritas pertama mengusulkan pembangunan hunian untuk Rohingya pada 2015, karena kamp-kamp pengungsi di Cox's Bazar sudah kelebihan kapasitas.
Namun rencana itu ditunda pelaksanaannya tahun lalu di tengah laporan-laporan mengenai pulau berlumpur yang baru muncul dari laut tahun 2006 itu, yang disebut tidak bisa dihuni karena sering kena banjir pasang surut.
Dalam beberapa pekan terakhir, Bangladesh meminta dukungan internasional untuk memindahkan Rohingya ke pulau itu sementara negara miskin itu berjibaku menhadapi gelombang pengungsi baru.
Lebih dari 436.000 pengungsi dari Rakhine State di Myanmar sudah menyeberangi perbatasan menuju Bangladesh sejak 25 Agustus, ketika operasi militer dilancarkan menyusul serangan militan Rohingya.
Tidak ada cukup makanan, air atau obat di kamp-kamp pengungsian di Bangladesh yang jalanannya penuh kotoran manusia, membuat PBB mengkhawatirkan penularan penyakit serius.
Credit antaranews.com
PBB serukan dukungan lebih banyak buat pengungsi Rohingya dari Myanmar
Penyelesaian bagi krisis ini terletak di dalam Myanmar."
Jenewa, Swiss (CB) - Badan pengungsi PBB pada Senin (25/9)
menyerukan peningkatan dukungan buat sebanyak 436.000 pengungsi
Rohingya yang menyelamatkan diri dari Myanmar ke Bangladesh pada
Agustus.
Pada saat yang sama Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi memuji rakyat dan Pemerintah Bangladesh atas keramah-tamahann mereka, lapor Xinhua.
Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi Filippo Grandi mengatakan kondisi pengungsi masih menyedihkan, dan upaya bantuan kemanusiaan dapat mengalami kemerosotan dramatis jika bantuan tidak secepatnya ditingkatkan.
Grandi melakukan kunjungan ke Kamp Pengungsi Kutupalong dan daerah lain perbatasan tempat pengungsi membuat tempat berteduh sendiri di sebidang kecil tanah, demikian laporan Xinhua. Kendati dukungan mengalir dari masyarakat lokal, "banyaknya arus orang yang menyelamatkan diri dengan cepat mengalahkan kemampuan untuk memberi tanggapan, dan situasi masih belum stabil", katanya.
Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) sejauh ini mengirim tiga pesawat yang berisi barang bantuan ke Bangladesh, dan akan membagikan alat berteduh sementara, peralatan dapur dan lampu surya. Satu lokasi yang diatur dengan sumber air, kebersihan dan instalasi lain telah didirikan untuk mencatat pengungsi baru. Lembaga lain internasional dan organisasi non-pemerintah juga berada di lapangan dan memainkan peran penting.
Grandi tiba di Bangladesh pada Sabtu (23/9) dan telah mengunjungi daerah di sekitar Coxs Bazar, tempat badan pengungsinya telah mendukung pemerintah dalam mengelola dua kamp resmi sejak 1992.
Selama bertahun-tahun, jumlah pengungsi yang terdaftar di kedua kamp tersebut naik-turun dan sekarang berjumlah sebanyak 33.000. Sebelum arus pengungsi paling akhir, juga ada sebanyak 300.000 pengungsi Rohingya yang tak terdaftar dan tinggal di daerah itu. Mereka meninggalkan Myanmar selama bertahun-tahun.
"Penyelesaian bagi krisis ini terletak di dalam Myanmar," kata Grandi. "Tapi untuk sekarang, pusat perhatian kita harus pada peningkatan dukukungan dramatis buat mereka yang sangat memerlukannya."
Menurut UNHCR, penindasan pada akhir Agustus oleh militer Myanmar sebagai reaksi atas serangan oleh gerilyawan Rohingya telah mendorong sangat banyak pengungsi dari masyarakat Muslim tanpa negara ke seberang perbatasan.
Kerusuhan telah menyebar krisis kemanusiaan di kedua pihak perbatasan, dan memberi tekanan kuat global pada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk mengutuk aksi bersenjata itu.
Pada saat yang sama Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi memuji rakyat dan Pemerintah Bangladesh atas keramah-tamahann mereka, lapor Xinhua.
Komisaris Tinggi PBB Urusan Pengungsi Filippo Grandi mengatakan kondisi pengungsi masih menyedihkan, dan upaya bantuan kemanusiaan dapat mengalami kemerosotan dramatis jika bantuan tidak secepatnya ditingkatkan.
Grandi melakukan kunjungan ke Kamp Pengungsi Kutupalong dan daerah lain perbatasan tempat pengungsi membuat tempat berteduh sendiri di sebidang kecil tanah, demikian laporan Xinhua. Kendati dukungan mengalir dari masyarakat lokal, "banyaknya arus orang yang menyelamatkan diri dengan cepat mengalahkan kemampuan untuk memberi tanggapan, dan situasi masih belum stabil", katanya.
Komisariat Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) sejauh ini mengirim tiga pesawat yang berisi barang bantuan ke Bangladesh, dan akan membagikan alat berteduh sementara, peralatan dapur dan lampu surya. Satu lokasi yang diatur dengan sumber air, kebersihan dan instalasi lain telah didirikan untuk mencatat pengungsi baru. Lembaga lain internasional dan organisasi non-pemerintah juga berada di lapangan dan memainkan peran penting.
Grandi tiba di Bangladesh pada Sabtu (23/9) dan telah mengunjungi daerah di sekitar Coxs Bazar, tempat badan pengungsinya telah mendukung pemerintah dalam mengelola dua kamp resmi sejak 1992.
Selama bertahun-tahun, jumlah pengungsi yang terdaftar di kedua kamp tersebut naik-turun dan sekarang berjumlah sebanyak 33.000. Sebelum arus pengungsi paling akhir, juga ada sebanyak 300.000 pengungsi Rohingya yang tak terdaftar dan tinggal di daerah itu. Mereka meninggalkan Myanmar selama bertahun-tahun.
"Penyelesaian bagi krisis ini terletak di dalam Myanmar," kata Grandi. "Tapi untuk sekarang, pusat perhatian kita harus pada peningkatan dukukungan dramatis buat mereka yang sangat memerlukannya."
Menurut UNHCR, penindasan pada akhir Agustus oleh militer Myanmar sebagai reaksi atas serangan oleh gerilyawan Rohingya telah mendorong sangat banyak pengungsi dari masyarakat Muslim tanpa negara ke seberang perbatasan.
Kerusuhan telah menyebar krisis kemanusiaan di kedua pihak perbatasan, dan memberi tekanan kuat global pada pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi untuk mengutuk aksi bersenjata itu.
Credit antaranews.com