Jumat, 29 September 2017

Kesepakatan Nuklir Iran Ancam Hubungan AS dan Eropa


Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.
Sebuah foto yang mengilustrasikan peluncuran misil militer Iran di kota Bushehr, pada akhir Desember 2016. Pemerintah AS baru saja menjatuhkan sanksi kepada Iran atas dugaan kepemilikan misil yang bisa membawa senjata nuklir.

CB, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump harus memutuskan bagaimana sikap negaranya terhadap kesepakatan nuklir Iran pada 15 Oktober mendatang. Hal itu menjadi batas waktu yang ditentukan untuk menyetujui apakah Teheran diizinkan untuk mengembangkan program nuklir.

Sejak kesepakatan nuklir Iran yang dibuat bersama dengan enam kekuatan dunia dalam Dewan Keamanan PBB pada 2015 tercapai, Teheran dianggap telah mematuhi berbagai ketentuan dan perjanjian yang ada. Sejumlah aturan di dalamnya di antaranya adalah pemangkasan produksi uranium, serta meniadakan pengembangan senjata nuklir.

Dalam pertemuan Majelis Umum PBB pada 19 September lalu, Trump secara terbuka menyatakan bahwa tidak dapat menyetujui dan meneruskan kesepakatan nuklir tersebut. Hal itu sekalipun Iran terbukti mematuhi segala isi ketentuan di dalamnya.
Miliarder itu mengatakan AS akan berhenti memenuhi komitmen yang didasarkan dalam rencana Aksi Komprehensif Bersama atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) dengan negara-negara Eropa.

Karena itu, Prancis sebelumnya meminta agar AS terus menjaga kesepakatan tersebut. Negara yang dipimpin oleh Presiden Emmanuel Macron itu juga mengatakan agar Negeri Paman Sam melengkapi ketentuan serta perjanjian di dalamnya hingga kesepakatan diperpanjang setelah 2025 mendatang.

Bukan tidak mungkin, dengan sikap AS yang nampak enggan melanjutkan kesepakatan itu membuat Prancis dan sejumlah negara Eropa lainnya bersikap bersebrangan. Hubungan diplomatik masing-masing negara juga dapat berakhir dengan tidak baik.

Iran telah mematuhi JCPOA, seperti apa yang dikonfirmasi oleh Intelijen AS berulag kali. Demikian dengan badan intelijen mitra dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).




Credit  republika.co.id


Iran Ancam Tarik Diri dari Kesepakatan Nuklir


Menlu Iran Mohammad Javad Zarif
Menlu Iran Mohammad Javad Zarif

CB, TEHERAN -- Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan Iran mungkin akan meninggalkan kesepakatan nuklirnya dengan enam negara kekuatan dunia yang tercapai pada 2015. Hal itu akan dilakukan bila Amerika Serikat (AS) juga memutuskan untuk menarik diri dari kesepakatantersebut.

Jika Washington memutuskan untuk menarik diri darikesepakatan nuklir tersebut, maka Iran memiliki opsi untuk menarik diri danpilihan lainnya, ujar Zarif, dikutip dari Reuters, Jumat (29/9).

Ketegangan antara Iran dan AS terkait kesepakatan nuklir memang kembali terjadi. Hal ini disebabkan Presiden AS Donald Trump menyebut bahwa kesepakatan yang tercapai pada era pemerintahan Barack Obama tersebutsebagai sebuah kekeliruan. Ia mengancam akan menarik AS dari kesepakatan tersebut.

Selain itu, ketika berpidato di Majelis Umum PBB beberapawaktu lalu, Trump juga menyinggung masalah proyek rudal dan nuklir Iran. Iamenuding Iran memiliki senjata rudal berbahaya. Ia pun menyebut Teheran sebagai aktor di balik kekerasan dan peperangan yang terjadi Yaman, Suriah, dan negara Timur Tengah lainnya.

Menanggapi pidato Trump tersebut, Presiden Iran Hassan Rouhani menilai Trump sebagai figur pendatang baru yang tengil. Menurutnya, penilaian dan pendekatan Trump terkait kesepakatan nuklir Iran sama sekali tak masuk akal.

"Semua negara di dunia mendukung kesepakatan nuklir di Majelis Umum PBB tahun ini, kecuali AS dan rezim Zionis (Israel)," ujar Rouhani beberapa waktu lalu.

Rouhani pun mengatakan bahwa negaranya akan memperkuat kemampuan rudalnya tanpa meminta izin dari negara manapun. "Kami akan memperkuat kemampuan rudal kami dan tidak akan meminta izin siapapun untuk membela negara kami. Kami akan meningkatkan kekuatan militer kami sebagai pencegah," ujarnya.  



Credit  REPUBLIKA.CO.ID