Jumat, 29 September 2017

Inggris: Krisis Kemanusiaan Rohingya Tidak Bisa Diterima




Inggris: Krisis Kemanusiaan Rohingya Tidak Bisa Diterima
Pengungsian Rohingya berjalan bersama anak-anak di kamp pengungsian Cox's Bazar, Bangladesh, 26 September 2017. REUTERS/Cathal McNaughton

CB, Jakarta - Pemerintah Inggris memperingatkan pemerintah Myanmar bahwa krisis kemanusiaan Rohingya adalah sebuah “tragedi yang tidak dapat diterima”.  Pemerintahan pimpinan Aung San Suu Kyi ini diminta segera mengakhiri kekerasan yang terjadi dan membuka blokade untuk bantuan kemanusiaan kepada para pengungsi.
“Apa yang kita lihat di Rakhine dalam beberapa minggu terakhir merupakan sebuah tragedi yang jelas dan tidak dapat diterima,” kata Mark Field, Menteri Inggris Urusan Asia, pada Selasa 26 September setelah melakukan kunjungan ke Myanmar, yang merupakan bekas koloni Inggris Raya.

Dalam kunjungannya ini, Mark Field bertemu dengan pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, dan mengunjungi negara bagian Rakhine barat yang menjadi pusat pertumpahan darah.
“Kita perlu menghentikan kekerasan ini dan semua orang yang melarikan diri dapat kembali ke rumahnya dengan cepat dan aman. Myanmar telah melakukan kemajuan yang besar dalam beberapa terakhir. Namun kekerasan dan krisis yang terjadi di Rakhine beresiko mengacaukan kemajuan tersebut,” kata Mark Field.

Kantor luar negeri Inggris mengatakan dalam sebuah pernyataan,“Field memperjelas bahwa kekerasan yang terjadi (di Myanmar) perlu dihentikan dengan pasukan keamanan mengambil tanggung jawab penuh untuk melindungi semua masyarakat. Pemerintah diminta mengijinkan akses kemanusiaan penuh untuk bantuan.”
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, akan memberikan penjelasan singkat kepada Dewan Keamanan PBB tentang krisis Rohingya pada Kamis 28 September di New York. Guterres telah mengirimkan surat ke dewan untuk mengungkapkan keprihatinannya tentang “malapetakan kemanusiaan” yang sedang terjadi di Myanmar.
Hampir setengah juta warga etnis Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017. Saat itu kelompok milisi Penyelamatan Arakan Rohingya (ARSA) menyerang 30 pos polisi Myanmar dan menewaskan belasan polisi. Militer Myanmar membalas serangan ini dengan melakukan operasi yang disebut pejabat PBB sebagai ‘operasi pembersihan etnis”.
Militer Myanmar menyerang desa-desa warga etnis Rohingya dan melakukan pembunuhan, pembakaran rumah hingga pelecehan seksual kepada warga sipil. Mereka dipaksa meninggalkan rumah dan desanya untuk pergi ke Bangladesh. Saat ini sekitar 480 ribu warga etnis Rohingya mengungsi di daerah Cox Bazar di Bangladesh menunggu bantuan kemanusiaan.




Credit  TEMPO.CO