Jumat, 06 Maret 2015

7 Ribu Warganya Tewas, Korsel Tuntut Jepang Minta Maaf

MyPassion
Tentara Jepang semasa Perang Dunia II. Foto: Int/getty images
 
SEOUL  (CB) --Kemarin (1/3), warga Korea Selatan (Korsel) memperingati pergerakan awal memperjuangkan kemerdekaan atas pendudukan Jepang.
Peringatan ke-96 itu jatuh pada 1 Maret dan dikenal dengan Demonstrasi Manse. Puluhan orang menggelar teatrikal layaknya masa penjajahan. Ada yang melambaikan ratusan bendera Korsel, ada pula yang membentangkan bendera dalam ukuran besar.
Pemerintah Korsel mengenang betul pergerakan itu. Sebab, pada 1 Maret 1919, saat awal pergerakan dimulai, 7 ribu orang tewas dibunuh tentara Jepang.
Padahal, saat itu warga Korsel hanya menggelar aksi damai untuk menuntut kemerdekaan. Hingga saat ini, hubungan kedua negara tidak pernah hangat. Jepang berkuasa di Korsel pada 1910-1945.
Presiden Korsel Park Geun-hye dalam pidatonya kembali meminta para pemimpin Jepang meminta maaf pada negaranya. Utamanya terhadap mantan budak seks semasa penjajahan Negeri Matahari Terbit tersebut.
Berdasar sejarah, saat pendudukan Jepang, ada 200 ribu perempuan yang dipaksa melayani tentara Jepang semasa Perang Dunia II. Mayoritas adalah penduduk Korea, sisanya berasal dari Tiongkok, Indonesia, dan negara-negara lain.
"Saat ini (di Korsel) hanya ada 53 orang (perempuan penghibur semasa penjajahan Jepang, Red). Usianya rata-rata 90 tahun. Waktunya hampir habis untuk memulihkan kehormatan mereka," terang Park.
Dia menegaskan, hingga saat ini, para korban belum mendapat ganti rugi apa pun. Padahal, pemerintah Korsel sudah berupaya dengan berbagai cara. Pemerintah Jepang memang mengeluarkan permintaan maaf pada 1993 yang dikenal dengan Pernyataan Kono.
Namun, pemerintah Jepang masih mengklaim bahwa para perempuan penghibur tentara tersebut dikelola jaringan prostitusi profesional. Itulah yang membuat pemerintah Korsel berang.

Credit  manadopost