Jumat, 27 Maret 2015

Jabhat al-Nusra, Panji Perang Ridwan di Suriah



Jabhat al-Nusra, Panji Perang Ridwan di Suriah  
Hingga Januari 2014 memperkirakan pasukan Front al-Nusra berjumlah sekitar 7.00 hingga 8.000 anggota, terdiri dari warga Suriah dan gerilyawan asing. (Reuters/Hosam Katan)
 
 
Jakarta, CB -- Jabhat al-Nusra menjadi panji terakhir ketika putra Abu Jibriel, Ridwan Abdul Hayie yang meregang nyawa dalam pertemuran di Kota Idlib, Suriah, Kmais (26/3). Abu Jibriel merupakan tokoh Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), yang pernah diduga terlibat beberapa peristiwa terorisme.

Kelompok militan Jabhat al-Nusra, atau lebih dikenal dengan nama Front Nusra, merupakan salah satu faksi yang memberontak dari pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah.  Dibentuk sejak 23 Januari 2012, kelompok yang disebut sebagai salah satu pemberontak kuat dalam Perang Sipil Suriah telah diakui secara resmi sebagai afiliasi al-Qaeda di Suriah dan Libanon.

Berbaiat setia kepada pemimpin Al-Qaidah, Ayman al-Zawahri, Front Nusra masuk dalam daftar organisasi teroris yang ditetapkan oleh PBB dan sejumlah negara, seperti Amerika Serikat dan Rusia.

Kelompok ini merupakan salah satu grup yang pertama kali menggunakan teknik penyerangan lewat bom bunuh diri atau bom mobil di daerah perkotaan, dengan menargetkan pasukan militer Assad. 

Awal penyerangan Front Nusra tercatat melalui bom mobil di Damaskus dan Aleppo yang menewaskan puluhan orang pada 2011 silam.

Namun, Front Nusra cenderung lebih toleran dalam berurusan dengan warga sipil, dibanding ISIS yang juga berakar dari al-Qaidah, yang kemudian menyimpang dan berusaha membentuk Negara Islam di Irak dan Suriah.

Data yang dihimpun oleh Reuters hingga Januari 2014 memperkirakan pasukan Front al-Nusra berjumlah sekitar 7.000 hingga 8.000 anggota, terdiri dari warga Suriah dan gerilyawan asing. 
 
Banyak anggota Front Nusra berasal dari kelompok jihad, termasuk Islamic Front, yang telah berkontribusi dalam sejumlah peperangan sipil di Suriah.

Front Nusra yang dipimpin oleh Abu Mohammed al-Golani,telah menyerukan gencatan senjata dengan ISIS dan sejumlah kelompok pemberontak lainnya, dengan tujuan meminimalisir jatuhnya korbandan memperlambat pertempura. Namun, langkah tersebut dinilai tidak efektif.

Setelah ISIS mendeklarasikan diri pada tahun lalu, banyak anggota Front Nusra yang menyebrang ke ISIS.

Sejak awal tahun 2015, terdapat laporan bahwa banyak anggota Front Nusra tengah mempertimbangakan untuk meninggalkan al-Qaidah, menanggalkan nama Front Nusra dan bergabung dengan kelompok pemberontak lainnya yang lebih kecil, seperti Jaish al-Muhajirin wal-Ansar.

Terdapat kemungkinan langkah ini dilakukan agar mereka dapat membentuk organisasi baru yang akan menerima dana dari negara-negara Teluk. 

Namun, dalam pernyataan resmi yang dirilis Maret 2015, Front Nusra menegaskan kesetiaan mereka kepada al-Qaidah dan membantah rencana untuk melepaskan diri dari kelompok tersebut.

Pada Kamis (5/3), sedikitnya 13 pemimpin senior Front Nusra terbunuh dalam serangan udara di Hobait, provinsi Idlib, Suriah. Salah satu petinggi Front Nusra yang tewas adalah Abu Hammam al Shami, tokoh penting kelompok ini.

Menurut video al-Nusra tahun 2014, al Shami bergabung di kelompok itu setelah beberapa tahun latihan di Afghanistan dan Irak. Dalam video tersebut, al Shami muncul mengabarkan kegagalan upaya damai dan mediasi antara al Nusra dengan ISIS yang bertikai.

Serangan tersebut merupakan bagian dari misi Suriah menghancurkan wilayah yang diyakini tempat berkumpul militan al-Nusra.

Pada Selasa (24/3) lalu, lebih dari 1.500 orang militan dari al-Nusra dan kelompok lainnya bersama melakukan serangan ke Kota Idlib, Suriah. Akibat serangan tersebut, 23 warga sipil dilaporkan tewas.

Sejak 2012, Front Nusra kerap melakukan serangan untuk mengambil alih beberapa wilayah di Provinsi Idlib. Namun, hingga kini pemerintah masih memegang kuasa atas ibu kota Idlib.

Pertempuran al-Nusra di Idlib ikut memakan korban dari Indonesia. Salah satu putra Abu Jibril, Ridwan Abdul Hayie tewas dalam pertempuran melawan militer Assad di kota tersebut, pada Kamis (25/3).

Situs Arrahmah.com bercerita banyak soal keberadaan Ridwan di Suriah. Putra keenam Abu Jibriel ini lahir pada 16 Juni 1993, dan pernah mengenyam pendidikan di Pesantren Tahfidzul Qur’an Isykarima Karangpandan, Solo.

Bersama sembilan orang temannya, Ridwan pergi ke Suriah pada Juli 2014 lalu sebagai relawan kemanusiaan Majelis Mujahidin.

Kabar tewasnya Ridwan ini sudah dibenarkan oleh keluarga. "Adikku Ridwan terbunuh syahid Insyaa Allah akibat peluru tank syiah nushairiyah saat merebut kota Idlib, Suriah," kata kakak Ridwan, Muhammad Jibriel Abdul Rahman dalam akun Faceboknya.


Credit  CNN Indonesia