Jumat, 27 Maret 2015

Ini Bukti Kopilot Germanwings Sengaja Tabrakkan Pesawat ke Gunung


 
STEPHANIE PILICK / DPA / AFP
Salah satu Airbus A320 milik maskapai Germanwings di bandara Tegel, Berlin.
 
  CB — Berdasarkan data perekam suara kokpit atau cockpit voice recorder (CVR), jaksa penyidik di Marseille, Perancis, Brice Robin, mengatakan bahwa kopilot penerbangan Germanwings 4U9525 secara sengaja menabrakkan pesawat dengan 150 orang di dalamnya ke Pegunungan Alpen.

Hal itu juga diperkuat dengan bukti yang diungkap oleh Flightradar24, layanan online yang menunjukkan data penerbangan secara real time.

Menurut Flightradar24, data flight management computer (FMC) atau yang di dalam sistem Airbus disebut FMGS atau MCDU menunjukkan bahwa ketinggian jelajah telah diubah, atau, dengan cara lain, kopilot telah mengubah ketinggian melalui mode control panel (MCP), dari ketinggian 38.000 kaki, menjadi 13.000 kaki, kemudian 100 kaki.

Flightradar24
MCP data milik Germanwings 4U9525 yang dilansir oleh FLightradar24, Kamis (26/3/2015).
Perubahan input ketinggian itu mulai dilakukan pada pukul 09.30.52 Zulu (atau waktu UTC +0). Sistem autopilot saat itu masih mencatat ketinggian jelajah Germanwings 4U9525 di ketinggian 38.000 kaki dengan setting QNH (tekanan barometer) 1006,0 hPa.

Dua detik setelahnya, atau pukul 09.30.54 Zulu, sistem autopilot mencatat perubahan ketinggian menjadi 13.008 kaki. Satu detik setelahnya, pada pukul 09.30.55 Zulu, ketinggian jelajah di MCP/FMC diubah lagi menjadi sekitar 100 kaki, sementara ketinggian tanah di Pegunungan Alpen tersebut sekitar 6.000 kaki.

Dikutip KompasTekno dari BBC, Kamis (24/3/2015), perubahan input ketinggian terhadap sistem autopilot itu hanya bisa dilakukan secara manual. Artinya, seseorang yang saat itu berada di dalam kokpit secara sengaja mengubah ketinggian jelajah.

"Tindakan untuk mengubah ketinggian ini hanya bisa dilakukan secara sengaja," ujar Jaksa Robin.

Tidak ada yang bisa mencegah apa yang dilakukan kopilot Germanwings 4U9525 karena, seperti diberitakan sebelumnya, kopilot mengunci dirinya di dalam kokpit karena kapten pilot diketahui telah keluar.

"Kami mendengar suara kursi digeser ke belakang dan suara pintu (kokpit) ditutup," tutur Robin kepada para wartawan.

Kopilot menolak untuk membuka kembali pintu dan kemudian membawa pesawat menukik sebelum jatuh di Pegunungan Alpen.

Bagaimana cara mengubah ketinggian jelajah?

Dari keterangan Jaksa Robin dan data yang diungkap Flightradar24, bisa disimpulkan bahwa kopilot yang berada di dalam kokpit menjatuhkan pesawat secara sengaja dengan sistem autopilot, alih-alih dengan kendali manual mendorong kemudi ke depan untuk membuat hidung pesawat turun.

Kopilot yang berkewarganegaraan Jerman itu diduga memberikan input ketinggian jelajah yang lebih rendah dibanding lingkungan sekelilingnya.

Input tersebut bisa dilakukan dengan mengubah sistem ketinggian jelajah di FMC (atau MCDU di Airbus) atau melalui MCP, panel autopilot yang mengatur heading, kecepatan, vertical speed, serta altitude (ketinggian jelajah).

ist
Panel kokpit Airbus A320 Germanwings registrasi D-AIPX yang jatuh di pegunungan Alpen pada Selasa (24/3/2015) lalu. Dalam lingkaran merah adalah panel MCP (atas) dan dua di bawah adalah panel FMC/FMGS/MCDU dalam A320, kanan untuk kopilot, kiri untuk pilot.
Dalam pesawat komersial populer, baik Boeing maupun Airbus, panel FMC atau MCDU berada di sebelah sisi kanan bawah kapten pilot, atau sisi kiri bawah kopilot, dan berada di dekat lutut jika sedang duduk.

Sementara itu, panel MCP hanya ada satu, di bagian depan kokpit, di deretan paling atas. Panel tersebut salah satunya memuat tombol autopilot dan pengaturan ketinggian jelajah.

Controlled flight into terrain (CFIT)

Jika semua dugaan di atas adalah benar, maka kecelakaan Germanwings penerbangan 4U9525 ini bisa dimasukkan ke dalam kategori controlled flight into terrain (CFIT).

Di Indonesia, contoh kasus CFIT bisa dilihat dari kejadian pesawat Sukhoi yang menabrak Gunung Salak di Bogor, atau Garuda Indonesia yang menabrak Gunung Sibayak di Medan.

Bedanya, kasus di atas terjadi bukan atas kehendak pilot atau kopilot yang mengawaki pesawat, sementara Germanwings 4U9525 dilakukan secara sengaja.

"Ya, (termasuk CFIT) karena pesawat tidak sedang dalam kondisi hilang kontrol, dan dilakukan dengan sengaja dengan mengubah MCP," ujar pengamat penerbangan Gerry Soejatman saat dihubungi KompasTekno, Jumat (27/3/2015).

Flightradar24
Descend profile Germanwings 4U9525
Hal tersebut juga sesuai dengan data yang ditunjukkan oleh Flightradar24 yang menyebut rate of descend Germanwings 4U9525 saat menurunkan ketinggian tergolong konstan (garis biru dalam grafik), yaitu antara minus 3.800 kaki hingga minus 4.000 kaki per menit.

Berbeda dengan bocoran data yang beredar pada kasus AirAsia Indonesia QZ8501. Saat itu, menurut rekaman data ADS-B, pesawat terjun dari ketinggian dengan rate of descend yang semakin besar, hingga 11.000 kaki per menit.

Penurunan ketinggian dengan rate of descend 4.000 kaki per menit itu masih tergolong dalam pengoperasian normal, dalam artian masih nyaman bagi penumpang.

Pesawat yang dalam kondisi darurat, seperti kabin dalam keadaan dekompresi, akan menurunkan ketinggian sesegera mungkin dengan rate of descend antara 7.000 dan 8.000 kaki per menit.

Dugaan bunuh diri

Jaksa Robin menyimpulkan, berdasarkan data di atas, kopilot dengan sengaja membawa pesawat jatuh. Selain itu, ia juga tidak mendengar ada suara kepanikan dari dalam kokpit, seperti saat dalam bahaya.

"Suasana di kokpit benar-benar sunyi, napas (kopilot) juga terdengar normal, biasa saja, tidak sedang dalam kondisi panik dan dia tidak mengatakan apa-apa. Sangat sunyi," demikian kata Robin.

Kopilot yang berkewarganegaraan Jerman itu pun, menurut tim investigasi, pernah mengalami depresi. Hal itu diketahui setelah tim investigasi memeriksa catatan kesehatan kopilot Germanwings 4U9525.

Walau demikian, pihak Lufthansa telah menegaskan bahwa kedua pilot yang mengawaki Germanwings 4U9525 dinyatakn sehat dan memiliki kualifikasi untuk menerbangkan A320.


Credit  KOMPAS.com