Jumat, 27 Maret 2015

Gempur Yaman, Apa Mau Saudi?


Gempur Yaman, Apa Mau Saudi?  
Pendukung Houthi di Sanaa memprotes serangan udara yang dilakukan Saudi dan negara aliansi Arab. (Reuters/Khaled Abdullah)
 
 
Jakarta, CB -- Arab Saudi bersama negara sekutunya menggempur Yaman dengan serangan udara besar-besaran sejak Rabu (25/3) malam, untuk memukul mundur pemberontak Syiah al-Houthi yang sudah mendekati benteng terakhir Presiden Yaman, Abd-Rabbu Mansour Hadi.

Serangan ke Yaman tak hanya menunjukkan aspirasi Arab Saudi untuk menjaga stabilitas keamanan dalam negeri karena berbatasan langsung dengan Yaman, namun juga sekaligus untuk mempertahankan kepentingan mereka di kawasan Teluk.


Serangan ini adalah gambaran terakhir dari kontes perebutan kekuasaan dengan Iran, negara Muslim Syiah yang juga mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad dan berperan dalam konflik Irak. Tehran, tampaknya makin meningkatkan cengkraman di negara-negara Arab, mulai dari Irak hingga Lebanon, dan Suriah hingga Yaman.

Di Irak, puluhan ribu milisi Syiah bergabung dengan militer pemerintah Irak untuk merebut kota Tikrit dari tangan militan ISIS. Pasukan gabungan yang juga terdiri dari kepala-kepala suku Sunni Irak itu memiliki penasehat militer dari Tehran. Iran juga ikut mempersenjatai mereka dengan peralatan perang.

Meski AS sebelumnya meremehkan lingkup hubungan antara Iran dan pemberontak Syiah al-Houthi, Duta Besar Arab Saudi untuk Amerika Serikat,  Adel al-Jubeir mengatakan bahwa anggota Garda Revolusi Iran dan Hizbullah yang juga didukung Iran merupakan penasehat Houthi di lapangan.


Seorang pejabat AS mengatakan bahwa operasi Riyadh merupakan “respon panik” atas cepatnya situasi memburuk di Yaman yang ditakutkan Saudi akan merembet ke perbatasan mereka.

Dikutip dari Reuters, pejabat yang berbicara dengan syarat anonim itu mengatakan bahwa koalisi negara Teluk Arab bergerak terlalu cepat sehingga keefektifannya diragukan.

Gedung Putih mengatakan tidak akan bergabung langsung dengan operasi militer di Yaman tersebut, namun sudah membentuk sel untuk melakukan koordinasi militer dan dukungan intelijen AS.

Kecaman dari Iran

Menyusul serangan udara dari negara koalisi Teluk kepada al-Houthi di Yaman, Iran memberikan komentar keras.

Menurut Kepala Komite Kebijakan Luar Negeri dan Keamanan Nasional Iran, Alaeddin Boroujerdi, serangan tersebut justru akan menjadi bumerang bagi Arab Saudi.

"Asap dari api perang ini akan menusuk menyerang mata Saudi, memaksa mereka untuk segera menghentikan perang ini," ujar Boroujerdi seperti dikutip Sputnik, Kamis (26/3).

Menurut Boroujerdi, perang di Yaman akan meluas ke wilayah negara tetangga lain. Boroujerdi menekankan bahwa Saudi bertanggung jawab jika hal itu terjadi.

Dengan pecahnya perang ini, Boroujerdi menganggap Saudi tidak peduli dengan masalah agama yang sedang menganga di tengah umat Muslim.

"(Saudi) tidak peduli dengan masalah-masalah di dunia Muslim," katanya.

Boroujerdi beranggapan bahwa Amerika Serikat memegang peran penting dalam kemelut ini.

"Washington memiliki peran yang dimainkan dalam situasi ini. Negara-negara Arab tidak dapat beraksi tanpa izin dari Amerika Serikat," ucapnya.

Guna menghindari pecahnya perang yang lebih besar, Boroujerdi berseru kepada koalisi serangan udara Arab Saudi untuk segera menghentikan operasi militer mereka di Yaman. Menurut Boroujerdi, politik internal dan perselisihan etnis dan suku di Yaman hanya dapat diselesaikan dengan pendekatan diplomatik.
 
Warga menonton mobil milik pemberontak Houthi yang terkena serangan udara di Aden. (Reuters/Khaled Abdullah)

Informasi rinci di tahap akhir

Mnurut AS, Arab Saudi dilaporkan menyimpan beberapa rincian soal aksi militer mereka di Yaman dari Washington sampai saat-saat terakhir.

Meskipun Saudi berbicara dengan para pejabat tinggi AS soal serangan udara untuk mendukung pemerintahan Presiden Hadi yang diperangi oleh al-Houthi, pejabat AS mengakui terdapat gap terkait informasi yang mereka punya soal serangan, termasuk tujuan Saudi untuk melakukan serangan itu.

Jenderal Lloyd Austin, kepada Komando Sentral militer AS, mengatakan pada Senat AS pada Kamis (26/3) bahwa ia berbicara dengan kepala pertahanan Arab Saudi “tepat sebelum mereka melancarkan serangan.”

Ia menambahkan bahwa ia tidak bisa memperkirakan kemungkinan keberhasilan serangan itu karena tidak tahu apa "maksud dan tujuannya secara spesifik.”

Adel al-Jubeir mengatakan bahwa Riyadh berkonsultasi erat dengan Washington soal Yaman—tapi akhirnya memutuskan mereka harus bertindak cepat karena pemberontak Houthi bergerak menuju benteng terakhir Hadi di selatan kota Aden.

“Yang dikhawatirkan adalah, jika Aden jatuh, maka apa yang Anda lakukan?" kata Jubeir pada Kamis. “Yang jadi perhatian adalah bahwa situasinya sangat mengerikan Anda harus bergerak.”

Negara-negara sekutu Arab Saudi bergabung dalam koalisi ini, kecuali Oman. Mereka adalah Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Kuwait, Yordania, Mesir, dan Moroko. Sementara Turki dan Pakistan mengatakan mereka kemungkinan akan ikut ambil bagian dalam serangan ke Houthi.


Credit CNN Indonesia