CB, Wellington – Polisi sedang menginvestigasi ancaman keselamatan yang ditujukan kepada Perdana Menteri Jacinda Ardern pasca serangan teror di Selandia Baru.
Unggahan ancaman mati untuk Ardern itu muncul di jejaring sosial Twitter dan telah tayang selama 48 jam sebelum akun terkait ditutup sementara oleh manajemen sosial media itu sebelum pukul 16 waktu setempat hari ini.
Unggahan itu dilaporkan oleh sejumlah netizen kepada polisi.
“Unggahan lainnya yang ditujukan kepada Ardern dan polisi Selandia Baru menampilkan foto yang sama dengan tulisan ‘berikutnya Anda’,” begitu dilansir NZ Herald pada Jumat, 22 Maret 2019.
Akun bermasalah itu menampilkan isi yang menyatakan anti-Islam dan ujaran kebencian ala kelompok supremasi kulit putih.
“Polisi menyadari adanya komentar ini di Twitter dan membuat penyelidikan,” kata juru bicara polisi.
Pesan bernada mengancam itu juga ditujukan kepada kantor PM dan Twitter sendiri setelah akun resmi jejaring sosial ini mencuitkan dukungan terbuka pasca serangan teror terhadap jamaah salat Jumat di dua masjid di Kota Christchurch, yang terjadi pada 15 Maret 2019. Pelaku serangan teror di Selandia Baru, Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, menembaki jamaah salat Jumat baik lelaki, perempuan dan anak-anak.
Aksi brutal simpatisan supremasi kulit putih ini menewaskan 50 orang di dalam masjid. 30 orang masih menjalani perawatan medis intensif akibat luka tembak dengan delapan orang masih dalam keadaan kritis.
Pelaku serangan teror di Selandia Baru, Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, menggunakan senapan semiotomatis untuk menembaki jamaah dua masjid di Kota Christchurch pada Jumat, 15 Maret 2019. 50 orang tewan dan 48 orang terluka. Heavy
Akun resmis Twitter mencuitkan,”Kia Kaha. Kita berdiri bersama Selandia Baru.”
Manajemen Twitter sebelumnya mencuitkan pesan bahwa mereka,”Memonitor dan menghapus setiap pesan yang menampilkan tragedi itu. Dan akan terus melakukannya sesuai aturan Twitter.”
Sebagian netizen menilai cuitan Twitter bermakna kosong atau empty gesture karena manajemen sosial media itu tidak menghapus pesan-pesan bernada rasis dan kekerasan yang muncul di layanan situs itu pasca serangan teror di Selandia Baru.
Unggahan ancaman mati untuk Ardern itu muncul di jejaring sosial Twitter dan telah tayang selama 48 jam sebelum akun terkait ditutup sementara oleh manajemen sosial media itu sebelum pukul 16 waktu setempat hari ini.
Unggahan itu dilaporkan oleh sejumlah netizen kepada polisi.
“Unggahan lainnya yang ditujukan kepada Ardern dan polisi Selandia Baru menampilkan foto yang sama dengan tulisan ‘berikutnya Anda’,” begitu dilansir NZ Herald pada Jumat, 22 Maret 2019.
Akun bermasalah itu menampilkan isi yang menyatakan anti-Islam dan ujaran kebencian ala kelompok supremasi kulit putih.
“Polisi menyadari adanya komentar ini di Twitter dan membuat penyelidikan,” kata juru bicara polisi.
Pesan bernada mengancam itu juga ditujukan kepada kantor PM dan Twitter sendiri setelah akun resmi jejaring sosial ini mencuitkan dukungan terbuka pasca serangan teror terhadap jamaah salat Jumat di dua masjid di Kota Christchurch, yang terjadi pada 15 Maret 2019. Pelaku serangan teror di Selandia Baru, Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, menembaki jamaah salat Jumat baik lelaki, perempuan dan anak-anak.
Aksi brutal simpatisan supremasi kulit putih ini menewaskan 50 orang di dalam masjid. 30 orang masih menjalani perawatan medis intensif akibat luka tembak dengan delapan orang masih dalam keadaan kritis.
Pelaku serangan teror di Selandia Baru, Brenton Harrison Tarrant, 28 tahun, menggunakan senapan semiotomatis untuk menembaki jamaah dua masjid di Kota Christchurch pada Jumat, 15 Maret 2019. 50 orang tewan dan 48 orang terluka. Heavy
Akun resmis Twitter mencuitkan,”Kia Kaha. Kita berdiri bersama Selandia Baru.”
Manajemen Twitter sebelumnya mencuitkan pesan bahwa mereka,”Memonitor dan menghapus setiap pesan yang menampilkan tragedi itu. Dan akan terus melakukannya sesuai aturan Twitter.”
Sebagian netizen menilai cuitan Twitter bermakna kosong atau empty gesture karena manajemen sosial media itu tidak menghapus pesan-pesan bernada rasis dan kekerasan yang muncul di layanan situs itu pasca serangan teror di Selandia Baru.
Credit tempo.co