Anggota Dewan Perwakilan AS dari Partai
Demokrat, Jerrold Nadler, menampik anggapan kubunya ingin memakzulkan
Donald Trump usai menggelar penyelidikan besar atas sang presiden.
(Reuters/Joshua Roberts/File Photo)
Jakarta, CB -- Jerrold Nadler, anggota Dewan Perwakilan Amerika Serikat dari Partai Demokrat yang menjabat sebagai Kepala Komite Kehakiman, menampik anggapan bahwa kubunya ingin memakzulkan Donald Trump setelah menggelar penyelidikan besar-besaran atas sang presiden.
"Sekarang kami belum mengantongi semua bukti dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan pemakzulan. Sebelum memakzulkan seseorang, kalian harus meyakinkan publik Amerika bahwa itu akan terjadi," ujar Nadler dalam wawancara dengan ABC yang dikutip CNN.
Meski demikian, sejumlah pengamat tetap menganggap Nadler sedang mengambil langkah awal menuju pemakzulan Trump.
Isu ini mencuat setelah komite pimpinan Nadler meminta dokumen penting dari 81 entitas dan individu dalam pemerintahan sebagai bagian dari penyelidikan dugaan pelanggaran yang dilakukan Trump, termasuk upaya menghalangi proses peradilan.
"Sekarang kami belum mengantongi semua bukti dan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan pemakzulan. Sebelum memakzulkan seseorang, kalian harus meyakinkan publik Amerika bahwa itu akan terjadi," ujar Nadler dalam wawancara dengan ABC yang dikutip CNN.
Meski demikian, sejumlah pengamat tetap menganggap Nadler sedang mengambil langkah awal menuju pemakzulan Trump.
Isu ini mencuat setelah komite pimpinan Nadler meminta dokumen penting dari 81 entitas dan individu dalam pemerintahan sebagai bagian dari penyelidikan dugaan pelanggaran yang dilakukan Trump, termasuk upaya menghalangi proses peradilan.
"Kami melihat banyak kerusakan dalam institusi demokrasi dalam dua tahun belakangan dan Kongres menolak melakukan penyelidikan. Kongres harus memeriksa kemungkinan penyalahgunaan kuasa tersebut," ucap Nadler.
Daftar target penyelidikan tersebut mencakup anak Trump, Donald Trump Jr dan Eric Trump; Wikileaks, menantu sang presiden, Jared Kushner; kepala bidang keuangan Trump Organization, Allen Weisselberg; hingga mantan Jaksa Agung, Jeff Sessions.
Salah satu agenda besar komite ini adalah mengungkap apakah Trump benar-benar melakukan upaya menghalangi proses peradilan dengan menyingkirkan musuh-musuh politiknya, termasuk mantan Direktur FBI, James Comey.
Sebelum dipecat, Comey memimpin tim penyelidikan atas dugaan intervensi Rusia dalam pemilu 2016 lalu demi kemenangan Trump.
Kini, penyelidikan itu diambil alih oleh jaksa yang ditunjuk khusus, Robert Mueller. Ia dikabarkan sudah hampir merampungkan penyelidikannya dan bakal menyerahkan hasilnya dalam waktu dekat.
Salah satu permintaan dari komite ini sudah bocor ke media. Dalam surat permintaan yang dilihat CNN tersebut, para anggota Dewan Perwakilan meminta rincian komunikasi antara Trump dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Surat yang ditandatangani oleh Ketua Komite Intelijen, Adam Schiff; Kepala Komite Hubungan Luar Negeri, Eliot Engel; dan Kepala Komite Pengawasan, Elijah Cumming tersebut ditujukan kepada Kepala Staf Gedung Putih, Mick Mulvaney, dan Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo.
"[Kami] meminta substansi komunikasi Trump dengan Putin, termasuk diskusi apa pun terkait kedua individu tersebut dalam hubungan langsung dan telepon, mengenai hal-hal yang menjadi yurisdiksi komite," demikian kutipan surat tersebut.
Melalui surat tersebut, Dewan Perwakilan AS juga meminta jadwal wawancara dengan staf Gedung Putih, Kantor Eksekutif Presiden, dan Kementerian Luar Negeri.
Para pemimpin Dewan Perwakilan tersebut kemudian menjabarkan topik-topik yang mereka incar, termasuk jika ada seseorang mencoba "menutupi", "menyamarkan", atau "memutarbalikkan" keadaan kontak dengan Putin.
Credit cnnindonesia.com