Sana`a, Yaman, (CB) - Kelompok gerilyawan Syiah Yaman,
Al-Houthi, menuduh Pemerintah Inggris berusaha menggelincirkan
kesepakatan perdamaian yang rapuh di Kota Pelabuhan Utama Yaman,
Al-Hudaydah.
"Kami tidak menganggap Inggris sebagai salah satu penengah dalam pembicaraan perdamaian Yaman," kata Juru Bicara Al-Houthi Mohammed Abdulsalam, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Yaman, SABA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang.
Ia menanggapi pernyataan yang dikeluarkan sehari sebelumnya oleh Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt.
Abdulsalam menambahkan bahwa "Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths juga tampaknya lebih mewakili Pemerintah Inggris ketimbang mewakili PBB".
Abdulsalam mengatakan kelompoknya berkomitmen pada Kesepakatan Stockholm, yang dicapai pada Desember tahun lalu.
Ia mengatakan penyerahan managemen kota pelabuhan tersebut kepada satu pihak netral bukan bagian dari kesepakatan yang ditandatangani tersebut. Ia menuduh Hunt berusaha melicinkan jalan bagi koalisi pimpinan Arab Saudi untuk menduduki Kota Pelabuhan Al-Hudaydah, yang strategis di tepi Laut Merah.
Pada Ahad, Hunt mengatakan ia mengunjungi Kota Pelabuhan Aden, yang dikuasai pemerintah di Yaman Selatan, untuk mendorong kedua pihak yang bertikai di Yaman ke arah penerapan kesepakatan perdamaian itu. Ia menambahkan itu adalah "kesempatan terakhir".
Hunt memperingatkan proses perdamaian di Yaman bisa mati dalam waktu beberapa pekan, kalau Kesepakatan Stockholm tidak dilaksanakan sepenuhnya.
Hunt mengatakan ia memberitahu Abdulsalam di Oman bahwa "penarikan gerilyawan Al-Houthi perlu dilakukan secepatnya, untuk memelihara kepercayaan pada Kesepakatan Stockholm dan memungkinkan dibukanya saluran penting kemanusiaan".
Kesepakatan perdamaian tersebut dimaksudkan untuk menghindari pertempuran di Al-Hudaydah, saluran kehidupan utama buat dua-pertiga warga Yaman, yang dikatakan PBB berada di jurang kelaparan.
Kedua pihak yang berperang belum melaksanakan rencana yang diperantarai PBB, untuk menarik pasukan dari dalam kota itu dan sekitarnya, sejak kesepakatan perdamaian tersebut diberlakukan pada 18 Desember 2018.
"Kami tidak menganggap Inggris sebagai salah satu penengah dalam pembicaraan perdamaian Yaman," kata Juru Bicara Al-Houthi Mohammed Abdulsalam, sebagaimana dilaporkan Kantor Berita Yaman, SABA --yang dipantau Antara di Jakarta, Selasa siang.
Ia menanggapi pernyataan yang dikeluarkan sehari sebelumnya oleh Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt.
Abdulsalam menambahkan bahwa "Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths juga tampaknya lebih mewakili Pemerintah Inggris ketimbang mewakili PBB".
Abdulsalam mengatakan kelompoknya berkomitmen pada Kesepakatan Stockholm, yang dicapai pada Desember tahun lalu.
Ia mengatakan penyerahan managemen kota pelabuhan tersebut kepada satu pihak netral bukan bagian dari kesepakatan yang ditandatangani tersebut. Ia menuduh Hunt berusaha melicinkan jalan bagi koalisi pimpinan Arab Saudi untuk menduduki Kota Pelabuhan Al-Hudaydah, yang strategis di tepi Laut Merah.
Pada Ahad, Hunt mengatakan ia mengunjungi Kota Pelabuhan Aden, yang dikuasai pemerintah di Yaman Selatan, untuk mendorong kedua pihak yang bertikai di Yaman ke arah penerapan kesepakatan perdamaian itu. Ia menambahkan itu adalah "kesempatan terakhir".
Hunt memperingatkan proses perdamaian di Yaman bisa mati dalam waktu beberapa pekan, kalau Kesepakatan Stockholm tidak dilaksanakan sepenuhnya.
Hunt mengatakan ia memberitahu Abdulsalam di Oman bahwa "penarikan gerilyawan Al-Houthi perlu dilakukan secepatnya, untuk memelihara kepercayaan pada Kesepakatan Stockholm dan memungkinkan dibukanya saluran penting kemanusiaan".
Kesepakatan perdamaian tersebut dimaksudkan untuk menghindari pertempuran di Al-Hudaydah, saluran kehidupan utama buat dua-pertiga warga Yaman, yang dikatakan PBB berada di jurang kelaparan.
Kedua pihak yang berperang belum melaksanakan rencana yang diperantarai PBB, untuk menarik pasukan dari dalam kota itu dan sekitarnya, sejak kesepakatan perdamaian tersebut diberlakukan pada 18 Desember 2018.
Credit antaranews.com