RIYADH
- Mohammed bin Nayef, 57, secara mengejutkan dicopot dari statusnya
sebagai Putra Mahkota atau calon raja Arab Saudi dalam sebuah perombakan
kabinet. Padahal, dia pangeran yang disegani CIA atas perannya dalam
perang melawan terorisme dan merupakan didikan FBI Amerika Serikat (AS).
Mohammed bin Nayef bin Abdulaziz Al Saud adalah keponakan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, penguasa Saudi saat ini. Posisinya sebagai Putra Mahkota digantikan oleh sepupunya, Mohammed bin Salman, yang tidak lain adalah putra Raja Salman.
Penyebab perombakan kabinet pada 21 Juni 2017 yang membuat Mohammed bin Nayef tersingkir masih misterius. Tak hanya dicopot dari posisinya sebagai Putra Mahkota, sosok “Pangeran Kontra-Terorisme” ini juga dibebaskan dari semua perannya, termasuk sebagai Wakil Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri.
”Saya puas,” ucap Pangeran Mohammed bin Nayef tentang penunjukan sepupunya sebagai pengganti posisinya. ”Saya akan beristirahat sekarang, semoga Tuhan membantu Anda,” katanya lagi, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (22/6/2017).
Mohammed bin Nayef memiliki pengalaman dalam pekerjaaan intelijen selama bertahun-tahun. Julukan sebagai “Pangeran Kontra-Terorisme” melakat padanya karena dia telah memainkan peran penting dalam kebijakan keamanan internal Saudi.
Sosoknya juga dikenal sebagai pemimpin paling pro-Amerika di antara kepemimpinan Saudi. Dia menjadi sosok utama dalam pertempuran melawan al-Qaeda.
Dia bersekolah di AS, yakni kuliah di Lewis & Clark College di Portland, Oregon. Pada akhir 1980-an, Mohammed bin Nayef belajar di Biro Investigasi Federal (FBI) sebelum menggantikan posisi ayahnya di Kementerian Dalam Negeri. Dia juga mengikuti kursus "anti-terorisme" di Scotland Yard Unit.
Sebelum serangan 11 September di AS, Mohammed bin Nayef telah mengembangkan hubungan dengan pejabat AS sebagai tokoh yang dihormati dalam "perang melawan terorisme".
Dia memimpin sebuah tindakan keras terhadap al-Qaeda di Arab Saudi antara tahun 2003 dan 2007. Badan Intelijen Pusat AS (CIA) menganggap Mohammed bin Nayef sebagai kunci untuk mengalahkan al-Qaeda.
George Tenet, mantan direktur CIA, menggambarkan Mohammed bin Nayef sebagai ”lawan bicaranya yang paling penting”.
Pada tahun 2009, Mohammed bin Nayef selamat dari upaya pembunuhan oleh al-Qaeda setelah setuju untuk bertemu dengan Abdallah Asiri, seorang anggota al-Qaeda yang membingkai dirinya sebagai mantan petempur yang bertobat. Selama pertemuan di Jeddah, Asiri meledakkan sebuah rompi bunuh diri, namun akhirnya hanya sedikit melukai Mohammed bin Nayef.
Sejak saat itu, Mohammed bin Nayef tetap tangguh dalam keamanan internal. Dia ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri pada tahun 2012 dan Wakil Perdana Menteri pada tahun 2015. Namun, semua jabatan itu kini dicopot.
Mohammed bin Nayef bin Abdulaziz Al Saud adalah keponakan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud, penguasa Saudi saat ini. Posisinya sebagai Putra Mahkota digantikan oleh sepupunya, Mohammed bin Salman, yang tidak lain adalah putra Raja Salman.
Penyebab perombakan kabinet pada 21 Juni 2017 yang membuat Mohammed bin Nayef tersingkir masih misterius. Tak hanya dicopot dari posisinya sebagai Putra Mahkota, sosok “Pangeran Kontra-Terorisme” ini juga dibebaskan dari semua perannya, termasuk sebagai Wakil Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri.
”Saya puas,” ucap Pangeran Mohammed bin Nayef tentang penunjukan sepupunya sebagai pengganti posisinya. ”Saya akan beristirahat sekarang, semoga Tuhan membantu Anda,” katanya lagi, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (22/6/2017).
Mohammed bin Nayef memiliki pengalaman dalam pekerjaaan intelijen selama bertahun-tahun. Julukan sebagai “Pangeran Kontra-Terorisme” melakat padanya karena dia telah memainkan peran penting dalam kebijakan keamanan internal Saudi.
Sosoknya juga dikenal sebagai pemimpin paling pro-Amerika di antara kepemimpinan Saudi. Dia menjadi sosok utama dalam pertempuran melawan al-Qaeda.
Dia bersekolah di AS, yakni kuliah di Lewis & Clark College di Portland, Oregon. Pada akhir 1980-an, Mohammed bin Nayef belajar di Biro Investigasi Federal (FBI) sebelum menggantikan posisi ayahnya di Kementerian Dalam Negeri. Dia juga mengikuti kursus "anti-terorisme" di Scotland Yard Unit.
Sebelum serangan 11 September di AS, Mohammed bin Nayef telah mengembangkan hubungan dengan pejabat AS sebagai tokoh yang dihormati dalam "perang melawan terorisme".
Dia memimpin sebuah tindakan keras terhadap al-Qaeda di Arab Saudi antara tahun 2003 dan 2007. Badan Intelijen Pusat AS (CIA) menganggap Mohammed bin Nayef sebagai kunci untuk mengalahkan al-Qaeda.
George Tenet, mantan direktur CIA, menggambarkan Mohammed bin Nayef sebagai ”lawan bicaranya yang paling penting”.
Pada tahun 2009, Mohammed bin Nayef selamat dari upaya pembunuhan oleh al-Qaeda setelah setuju untuk bertemu dengan Abdallah Asiri, seorang anggota al-Qaeda yang membingkai dirinya sebagai mantan petempur yang bertobat. Selama pertemuan di Jeddah, Asiri meledakkan sebuah rompi bunuh diri, namun akhirnya hanya sedikit melukai Mohammed bin Nayef.
Sejak saat itu, Mohammed bin Nayef tetap tangguh dalam keamanan internal. Dia ditunjuk sebagai Menteri Dalam Negeri pada tahun 2012 dan Wakil Perdana Menteri pada tahun 2015. Namun, semua jabatan itu kini dicopot.
Pada tahun 2017, Mohammed bin Nayef dianugerahi medali oleh direktur baru CIA, sebagai penghormatan atas kontribusinya terhadap kerja kontraterorismenya.
Credit sindonews.com