BEIJING
- Pihak berwenang China dilaporkan telah menghukum setidaknya 100
Muslim Uighur karena mengamati hilal bulan Ramadan, bulan suci umat
Islam. Negara komunis ini telah lama melarang praktik dan aktivitas
keagamaan.
Kongres Uighur Dunia, yang mewakili sebagian besar masyarakat etnis Uighur yang tinggal di pengasingan, mengklaim bahwa beberapa orang didenda dengan jumlah yang lumayan. Sementara yang lain dikirim ke "kelas pendidikan kembali" untuk "mencuci otak" mereka agar tidak mengikuti ritual keagamaan seperti dikutip dari IB Times, Minggu (18/6/2017).
"Mereka yang dihukum termasuk petani miskin dan pegawai negeri atau pejabat pemerintah di wilayah Kashgar dan Hotan, kata juru bicara Kongres Uighur Dunia Dilxat Raxit.
Ia menambahkan bahwa mereka yang didenda dipaksa membayar sekitar 500 yuan China, yang merupakan jumlah yang sangat besar bagi masyarakat etnis miskin yang tinggal di provinsi ini.
Raxit juga mengatakan bahwa pejabat pemerintah yang tergabung dalam komunitas minoritas menghadapi tekanan ekstrim selama bulan Ramadan karena mereka dipaksa untuk berbuka puasa dan dihukum berat karena menentang larangan negara.
"Pihak berwenang akan mengirim orang untuk mengajak Muslim Uighur keluar makan siang, misalnya. Di pedesaan, para pejabat pergi ke ladang dan makan dan bekerja di samping orang-orang di sana. Ini pada dasarnya adalah sebuah kampanye politik melawan praktik keagamaan," tutur Raxit.
"Mereka (pemerintah) telah membentuk tim pemeliharaan stabilitas khusus yang terdiri dari polisi, agen keamanan warga dan pejabat tingkat desa, serta spesialis perawatan stabilitas yang dikirim dari Urumqi," ungkapnya.
Tingkat pembatasan yang sama juga terjadi di Urumqi, seorang penduduk mengatakan. "Pekerjaan pemeliharaan stabilitas yang sama sedang terjadi, baik di kota maupun di pedesaan. Tapi ada perbedaan antara lingkungan sekitar, dan beberapa lingkungan yang telah meningkatkan keamanan, dengan pemeriksaan identitas terhadap siapa pun yang masuk atau keluar," kata pria tersebut.
Dia menambahkan: "Saya pikir pihak berwenang khawatir tentang orang-orang yang berkumpul bersama, mungkin para ekstremis berkumpul di lingkungan tersebut, mereka takut akan kejadian ini."
Dipercaya bahwa pihak berwenang Beijing telah menempatkan pembatasan ketat terhadap mereka yang mengikuti ritual Islam untuk mencegah kegiatan ekstremis. Pemerintah dilaporkan khawatir penyebaran kelompok jihad ke negara tersebut dari tetangga yang dipenuhi terorisme seperti Afghanistan dan Pakistan, di mana kelompok militan seperti al-Qaeda dan Taliban sangat aktif.
China baru-baru ini melarang keluarga Muslim untuk memberikan nama tradisional kepada anak-anak mereka. Pemerintah juga dilaporkan memaksa pemilik toko Muslim untuk menjual minuman keras dan rokok yang dilarang Islam.
Selama bulan Ramadhan, negara tersebut memaksa restoran untuk tetap buka sepanjang hari tidak seperti di kebanyakan negara Muslim dimana restoran tetap tutup selama jam buka puasa.
Kongres Uighur Dunia, yang mewakili sebagian besar masyarakat etnis Uighur yang tinggal di pengasingan, mengklaim bahwa beberapa orang didenda dengan jumlah yang lumayan. Sementara yang lain dikirim ke "kelas pendidikan kembali" untuk "mencuci otak" mereka agar tidak mengikuti ritual keagamaan seperti dikutip dari IB Times, Minggu (18/6/2017).
"Mereka yang dihukum termasuk petani miskin dan pegawai negeri atau pejabat pemerintah di wilayah Kashgar dan Hotan, kata juru bicara Kongres Uighur Dunia Dilxat Raxit.
Ia menambahkan bahwa mereka yang didenda dipaksa membayar sekitar 500 yuan China, yang merupakan jumlah yang sangat besar bagi masyarakat etnis miskin yang tinggal di provinsi ini.
Raxit juga mengatakan bahwa pejabat pemerintah yang tergabung dalam komunitas minoritas menghadapi tekanan ekstrim selama bulan Ramadan karena mereka dipaksa untuk berbuka puasa dan dihukum berat karena menentang larangan negara.
"Pihak berwenang akan mengirim orang untuk mengajak Muslim Uighur keluar makan siang, misalnya. Di pedesaan, para pejabat pergi ke ladang dan makan dan bekerja di samping orang-orang di sana. Ini pada dasarnya adalah sebuah kampanye politik melawan praktik keagamaan," tutur Raxit.
"Mereka (pemerintah) telah membentuk tim pemeliharaan stabilitas khusus yang terdiri dari polisi, agen keamanan warga dan pejabat tingkat desa, serta spesialis perawatan stabilitas yang dikirim dari Urumqi," ungkapnya.
Tingkat pembatasan yang sama juga terjadi di Urumqi, seorang penduduk mengatakan. "Pekerjaan pemeliharaan stabilitas yang sama sedang terjadi, baik di kota maupun di pedesaan. Tapi ada perbedaan antara lingkungan sekitar, dan beberapa lingkungan yang telah meningkatkan keamanan, dengan pemeriksaan identitas terhadap siapa pun yang masuk atau keluar," kata pria tersebut.
Dia menambahkan: "Saya pikir pihak berwenang khawatir tentang orang-orang yang berkumpul bersama, mungkin para ekstremis berkumpul di lingkungan tersebut, mereka takut akan kejadian ini."
Dipercaya bahwa pihak berwenang Beijing telah menempatkan pembatasan ketat terhadap mereka yang mengikuti ritual Islam untuk mencegah kegiatan ekstremis. Pemerintah dilaporkan khawatir penyebaran kelompok jihad ke negara tersebut dari tetangga yang dipenuhi terorisme seperti Afghanistan dan Pakistan, di mana kelompok militan seperti al-Qaeda dan Taliban sangat aktif.
China baru-baru ini melarang keluarga Muslim untuk memberikan nama tradisional kepada anak-anak mereka. Pemerintah juga dilaporkan memaksa pemilik toko Muslim untuk menjual minuman keras dan rokok yang dilarang Islam.
Selama bulan Ramadhan, negara tersebut memaksa restoran untuk tetap buka sepanjang hari tidak seperti di kebanyakan negara Muslim dimana restoran tetap tutup selama jam buka puasa.
Credit sindonews.com