Kamis, 15 Juni 2017

Pesawat nirawak China bertenaga surya dekati orbit





Beijing (CB) - Pesawat nirawak bertenaga surya pertama milik China, Caihong, mampu terbang di atas ketinggian 20 kilometer dari permukaan laut.

Tim proyek di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Luar Angkasa dan Kerja Sama Teknologi China (CASTC) mengemukakan bahwa Caihong terbang mendekati orbitnya selama lebih dari 15 jam sebelum mendarat dengan aman.

Di dekat orbit yang berjarak sekitar 20 hingga 100 kilometer dari permukaan laut itu udaranya sangat tipis yang dapat mengurangi kemampuan teknis pesawat berbahan bakar minyak.

Namun drone bertenaga surya seperti Caihong mampu menjelajah dengan baik di area tersebut dan diperkirakan mampu terbang selama beberapa bulan pada masa mendatang, demikian kata Direktur Proyek Caihong, Li Guangjia, sebagaimana dikutip media resmi China di Beijing, Rabu.

Drone dengan bentang sayap 45 meter yang dilengkapi dengan panel surya itu bisa menekan biaya dan tidak mengharuskan pengisian bahan bakar untuk misi jangka panjang, demikian kata Shi Wen selaku kepala teknis proyek tersebut.

Caihong yang berarti "pelangi" itu juga tidak menyebabkan polusi udara sehingga ramah terhadap lingkungan, tambah Shi.

Dengan keberhasilan menerbangkan Caihong, maka China menjadi negara pionir ketiga dalam mengembangkan teknologi drone bertenaga surya yang mampu mendekati orbit setelah Amerika Serikat dan Inggris.

AS telah mengembangkan drone sejenis yang diberi nama "Helios" dan Inggris telah mengirimkan "Zephyr" di atas ketinggian 15 kilometer pada 2007.

Tim Proyek Caihong mengklaim berhasil mengatasi hambatan utama teknologi, seperti aerodinamika, sistem kendali, dan efisiensi penggunaan energi selama mengembangkan drone tersebut.

Dibutuhkan waktu lebih dari satu tahun untuk mengatasi sistem kendali dalam menghadapi berbagai kondisi cuaca sebelum Caihong layak diterbangkan.

Menurut rencana proyek tersebut, Caihong dapat menjalankan fungsi-fungsi satelit komunikasi dengan memberikan pelayanan data.

Caihong juga diproyeksikan menjadi "hub Wi-Fi mobile" dan memberikan akses internet di daerah atau kepulauan terpencil.

Bahkan menurut Shi, drone tersebut juga mampu melakukan survei forestrasi dan pertanian, termasuk juga memberikan peringatan dini atas bencana alam.

"Saat gempa, banjir, atau kebakaran hutan yang menyebabkan terputusnya saluran telekomunikasi, drone tersebut masih bisa memberikan pelayanan komunikasi di beberapa daerah terdampak," ujarnya. 




Credit  antaranews.com