CB, Washington – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Mike Pompeo meminta semua pihak menahan diri dan melakukan deeskalasi ketegangan di Libya khususnya ibu kota Tripoli.
Pernyataan Pompeo ini keluar terkait serangan pasukan Jenderal Khalifa Haftar ke Tripoli, yang telah menewaskan sebelas warga dan 23 orang lainnya terluka.
Sebanyak total 35 orang termasuk tentara telah tewas dari kedua pihak pasca pasukan Haftar melancarkan serangan empat hari lalu.
“Serangan militer sepihak terhadap Tripoli membahayakan warga sipil dan melemahkan prospek untuk masa depan lebih baik bagi semua warga Libya,” kata Pompeo seperti dilansir Al Jazzera pada Senin, 8 April 2019.
Pompeo mendesak semua pihak untuk melakukan deeskalasi konflik dengan mengatakan tidak ada solusi militer terhadap kondisi di Libya. Semua pihak agar kembali ke meja perundingan.
“Kami telah menegaskan bahwa kami menolak serangan militer oleh pasukan Khalifa Haftar dan mendesak serangan militer terhadap Tripoli segera diakhiri,” kata Pompeo.
Secara terpisah, militer Amerika Serikat menarik psukan dari Libya pada Ahad, 7 April 2019 di tengah meningkatnya perang di sana.
“Kondisi keamanan di Libya semakin kompleks dan tidak bisa diprediksi,” kata Jenderal Korps Marinir, Thomas Waldhauser, yang menjadi komandan pasukan AS di Afrika, seperti dilansir CNN pada Ahad, 7 April 2019.
Menurut dia, pasukan AS mengalami penyesuaian dan akan terus mendukung strategi AS di Libya. Selama ini, pasukan AS bertugas menjaga misi diplomasi, kontra-terorisme, dan keamanan regional.
Kolonel Chris Karns, juru bicara komando AS di Afrika, mengatakan perubahan posisi pasukan AS tidak berdampak pada kemampuan pasukan merespon ancaman dan target.
“Saya tidak akan menunjukkan kemana pasukan ini akan dipindahkan untuk alasan keamanan,” kata Karns. Saat ini, pasukan AS masih berperang dengan simpatisan pasukan ISIS di sana.
Saat ini, kondisi keamanan di Libya memburuk pasca serangan oleh pasukan Jenderal Khalifa Haftar, yang berupaya menguasai ibu kota Tripoli.
Pada Ahad, pasukan yang disebut Libyan National Army telah meluncurkan serangan udara untuk menyerang pasukan pemerintah Libya yang didukung PBB di Tripoli bagian selatan.
Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor
Misi PBB ke Libya atau UNSMIL meminta adanya gencatan kemanusiaan untuk kemanusiaan dari pukul 4 – 6 sore pada Ahad kemarin di sebelas selatan ibu kota Tripoli. Ini untuk memungkinkan pasukan ambulance mengevakuasi warga sipil yang terluka.
Selama delapan tahun sejak jatuhnya pemimpin otoriter Libya, Moammar Gaddafi, Haftar merupakan beberapa orang yang mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi di sana.
Selama ini, Haftar berbasis di Kota Benghazi, yang menguasai Libya bagian timur. Dia sekarang berusaha menguasai Tripoli.
Pernyataan Pompeo ini keluar terkait serangan pasukan Jenderal Khalifa Haftar ke Tripoli, yang telah menewaskan sebelas warga dan 23 orang lainnya terluka.
Sebanyak total 35 orang termasuk tentara telah tewas dari kedua pihak pasca pasukan Haftar melancarkan serangan empat hari lalu.
“Serangan militer sepihak terhadap Tripoli membahayakan warga sipil dan melemahkan prospek untuk masa depan lebih baik bagi semua warga Libya,” kata Pompeo seperti dilansir Al Jazzera pada Senin, 8 April 2019.
Pompeo mendesak semua pihak untuk melakukan deeskalasi konflik dengan mengatakan tidak ada solusi militer terhadap kondisi di Libya. Semua pihak agar kembali ke meja perundingan.
“Kami telah menegaskan bahwa kami menolak serangan militer oleh pasukan Khalifa Haftar dan mendesak serangan militer terhadap Tripoli segera diakhiri,” kata Pompeo.
Secara terpisah, militer Amerika Serikat menarik psukan dari Libya pada Ahad, 7 April 2019 di tengah meningkatnya perang di sana.
“Kondisi keamanan di Libya semakin kompleks dan tidak bisa diprediksi,” kata Jenderal Korps Marinir, Thomas Waldhauser, yang menjadi komandan pasukan AS di Afrika, seperti dilansir CNN pada Ahad, 7 April 2019.
Menurut dia, pasukan AS mengalami penyesuaian dan akan terus mendukung strategi AS di Libya. Selama ini, pasukan AS bertugas menjaga misi diplomasi, kontra-terorisme, dan keamanan regional.
Kolonel Chris Karns, juru bicara komando AS di Afrika, mengatakan perubahan posisi pasukan AS tidak berdampak pada kemampuan pasukan merespon ancaman dan target.
“Saya tidak akan menunjukkan kemana pasukan ini akan dipindahkan untuk alasan keamanan,” kata Karns. Saat ini, pasukan AS masih berperang dengan simpatisan pasukan ISIS di sana.
Saat ini, kondisi keamanan di Libya memburuk pasca serangan oleh pasukan Jenderal Khalifa Haftar, yang berupaya menguasai ibu kota Tripoli.
Pada Ahad, pasukan yang disebut Libyan National Army telah meluncurkan serangan udara untuk menyerang pasukan pemerintah Libya yang didukung PBB di Tripoli bagian selatan.
Jenderal Khalifa Haftar dari Kota Benghazi, bekas anak buah pemimpin Libya, Moammar Gaddafi. Middle East Monitor
Misi PBB ke Libya atau UNSMIL meminta adanya gencatan kemanusiaan untuk kemanusiaan dari pukul 4 – 6 sore pada Ahad kemarin di sebelas selatan ibu kota Tripoli. Ini untuk memungkinkan pasukan ambulance mengevakuasi warga sipil yang terluka.
Selama delapan tahun sejak jatuhnya pemimpin otoriter Libya, Moammar Gaddafi, Haftar merupakan beberapa orang yang mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi di sana.
Selama ini, Haftar berbasis di Kota Benghazi, yang menguasai Libya bagian timur. Dia sekarang berusaha menguasai Tripoli.
Credit tempo.co