Senin, 16 Oktober 2017

Militer AS Siapkan Rencana Baru Lebih Konfrontatif terhadap Iran


Militer AS Siapkan Rencana Baru Lebih Konfrontatif terhadap Iran
Menteri Pertahanan Amerika Serikat James Norman Mattis. Foto/REUTERS


WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) sedang menyiapkan rencana baru untuk pendekatan yang lebih konfrontatif terhadap Iran. Caranya, dengan mengidentifikasi daerah-daerah baru di mana Washington dapat bekerja sama dengan sekutu untuk menekan Teheran.

Rencana Pentagon ini untuk mendukung strategi baru Presiden Donald Trump yang akhirnya memilih melanjutkan kesepakatan nuklir Teheran tahun 2015. Pemimpin Gedung Putih itu awalnya ingin agar AS keluar atau membatalkan kesepakatan nuklir tersebut.

Juru bicara Departemen Pertahanan atau Pentagon Mayor Adrian Rankine-Galloway mengatakan kepada Reuters bahwa Pentagon sedang menilai posisi pasukannya dan juga membuat perencanaan.

”Kami mengidentifikasi area baru di mana kita akan bekerja sama dengan sekutu untuk menekan rezim Iran, menetralkan pengaruh destabilisasi, dan membatasi proyeksi kekuatan agresifnya, terutama dukungannya terhadap kelompok teroris dan militan,” katanya, yang dilansir Sabtu (14/10/2017).

Menteri Pertahanan AS James Norman Mattis mengatakan bahwa tujuan pertamanya adalah untuk berbicara dengan sekutu AS di Eropa, Timur Tengah dan tempat lain untuk mendapatkan pemahaman bersama tentang tindakan Iran.

”Tentu saja, kami bermaksud untuk melarang mereka memindahkan senjata ke tempat-tempat seperti Yaman dan bahan peledak ke Bahrain dan hal-hal lain yang mereka lakukan dengan wakil mereka, seperti Hizbullah Libanon,” kata Mattis.

Militer AS telah lama menjadi kritikus Iran dengan tuduhan mencoba untuk melemahkan Washington dan sekutu-sekutunya, termasuk di Irak, Suriah dan Yaman.

Ketegangan meningkat dalam beberapa bulan terakhir di Suriah, di mana pilot Amerika menembak jatuh dua pesawat nirawak Iran pada musim panas ini.

Namun, pendekatan yang lebih agresif terhadap Iran dapat memicu reaksi balik dari Korps Pengawal Revolusioner Iran (IRGC). Terlebih pasukan IRGC dan cabang-cabangnya sudah beroperasi di Irak, di mana tentara AS berusaha menjaga jarak dengan mereka dalam melawan kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).

”Pasukan AS di Irak cukup terbuka, dan pasukan koalisi cukup terkena risiko serangan jika elemen Iran memilih demikian,” kata Jennifer Cafarella, perencana intelijen terkemuka di Institute for the Study of War, sebuah kelompok think-tank di Washington.

Militer AS telah menganalisis penetrator yang meledak atau EFP yang membunuh seorang tentara Amerika di Irak bulan ini. Direktur CIA Michael Pompeo mencatat bahwa perangkat tersebut diledakkan di daerah yang dikuasai oleh milisi yang didukung oleh Teheran. 

”Kami tidak memiliki bukti hubungan langsung dengan Iran, tapi kami memeriksa dengan seksama kejadian tragis ini,” Pompeo pada hari Rabu lalu.

Cafarella menambahkan, pembunuhan terhadap tentara AS mungkin merupakan peringatan dari Iran. ”Saya pikir ada kemungkinan bahwa Iran telah berusaha untuk memberi sinyal komitmen mereka untuk melakukan tindakan balasan melawan strategi AS,” katanya




Credit  sindonews.com